Jangan anggap remeh makanan yang sudah kadaluarsa. Sebab, makanan yang kadaluarsa merupakan salah satu penyebab utama terjadinya keracunan.
Sebagai konsumen kita harus selalu teliti sebelum membeli. Kerusakan pangan dapat menyebabkan keracunan bagi konsumennya. Selain membuat konsumen pusing, mual, diare, sesak napas dan kematian akibat keracunan, mengkonsumsi dalam waktu yang lama makanan yang sudah kadaluarsa dapat menyebabkan kanker.
Berikut ini akan diuraikan kerusakan-kerusakan yang dapat terjadi pada produk makanan dan berpotensi menimbulkan keracunan.
Produk Serealia
Produk-produk serealia yang rusak (tidak layak dan tidak aman) umumnya ditandai oleh perubahan warna dan tumbuhnya serangga (kutu). Perubahan warna yang terjadi pada serealia mungkin disebabkan terjadinya oksidasi terhadap lemak, khususnya terhadap asam lemak tidak jenuh. Hal tersebut akan didukung oleh munculnya aroma tengik pada bahan.
Bahan pangan dari serealia yang telah mengalami oksidasi lemak mungkin akan mengandung peroksida atau turunannya berupa aldehid dan keton. Senyawa-senyawa tersebut apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dan terus-menerus dapat mengakibatkan kanker.
Kacang-kacangan
Produk kacang-kacangan dikatakan rusak apabila telah ditumbuhi kapang. Pertumbuhan kapang pada produk kacang-kacangan dimungkinkan karena kapang masih dapat tumbuh pada bahan berkadar air rendah. Kapang yang tumbuh pada kacang-kacangan dapat memproduksi mikotoksin, misalnya Aspergillus flavus pada kacang tanah yang menghasilkan racun aflatoksin. Mikotoksin juga diduga kuat bersifat karsinogenik (penyebab kanker) terhadap hati dan bersifat kumulatif dalam jaringan lemak tubuh. Hal ini berarti bahwa mikotoksin tidak dapat dihancurkan di dalam tubuh.
Akumulasi mikotoksin dalam suatu bahan pangan juga akan berdampak pada akumulasi mikotoksin pada bahan lain. Contohnya, sapi yang diberi pakan kacang-kacangan yang mengandung aflatoksin, akan memproduksi susu yang juga mengandung aflatoksin.
Mikotoksin merupakan senyawa yang sangat berbahaya dan keberadaannya tidak dapat dideteksi secara visual. Mikotoksin dapat saja terkandung dalam kacang-kacangan, sekalipun kapang yang menumbuhinya telah dibersihkan. Oleh karena itu, jangan mengkonsumsi kacang-kacangan yang telah ditumbuhi kapang walaupun dalam jumlah sedikit.
Produk Susu
Kerusakan produk susu masih dapat dideteksi dengan pemantauan visual. Produk susu segar (umumnya dikemas plastik atau karton), apabila kadaluarsa, akan menimbulkan aroma yang agak masam.
Untuk susu segar yang dikemas plastik, akan terlihat adanya pemisahan emulsi dan perubahan warna. Lemak susu akan mengapung, terdapat gumpalan-gumpalan protein, dan akan terlihat pemisahan air. Susu kadaluarsa sering juga disebut sebagai susu basi yang ditandai oleh kenaikan viskositas (kekentalan) susu.
Secara fisik, kemasan susu juga akan tampak kembung karena diproduksinya gas oleh mikroba-mikroba patogen sebagai hasil samping fermentasi. Fermentasi yang terjadi pada susu segar bukanlah reaksi yang menguntungkan, melainkan akan menyebabkan rasa dan aroma masam yang dapat menyebabkan diare. Mikroba yang mungkin merusak susu adalah Escherichia coli, Streptococcus dan Staphylococcus.
Produk Dalam Kaleng
Kerusakan produk dalam kaleng memang sukar terlihat, tetapi dapat terdeteksi dengan adanya kerusakan pada badan kaleng itu sendiri. Penyimpangan pada kaleng misalnya adalah berkarat. Kaleng yang berkarat dapat menandakan waktu penyimpanan yang lama, selain itu kondisi penyimpanannya juga mungkin tidak sesuai, misalnya udara yang terlalu lembab.
Kaleng yang berkarat pada bagian luarnya mungkin juga telah berkarat pada bagian dalamnya. Karat atau biasa disebut korosi merupakan reaksi oksidasi besi (Fe) yang melepaskan besi oksida (FeO2). Besi oksida dapat bereaksi dengan bahan yang dikemas dalam kaleng. Reaksi umumnya menghasilkan perubahan warna pada pangan.
Jika pangan termasuk berasam tinggi atau mengandung belerang (sulfida), perubahan warnanya akan mengarah kehitaman karena terbentuk besi sulfida (FeS). Perubahan lain yang terjadi akibat reaksi besi oksida dengan pangan adalah perubahan aroma dan kekentalan. Aroma pangan akan berubah menjadi aroma busuk dan agak berbau besi.
Kaleng yang gembung mengandung potensi bahaya mikrobiologis. Umumnya disebabkan oleh kurang sempurnanya proses exhausting (proses penghampaan), penyegelan dan sterilisasi. Hal ini berarti terdapat udara di dalam kaleng dan kondisi kaleng tidak vakum.
Udara yang terdapat di dalam kaleng kemungkinan masih mengandung mikroba yang dapat mengkontaminasi pangan karena bersifat patogen. Udara tersebut juga dapat menyebabkan perkaratan kaleng dari bagian dalam. Kevakuman kaleng sangat berpengaruh terhadap sterilitasnya. Sterilitas berkaitan langsung dengan umur simpan.
Kevakuman kaleng menandakan kondisi hampa udara pada bagian dalam kaleng. Hampa udara artinya tekanan udara dalam kaleng amat rendah. Jika terjadi benturan yang menyebabkan kaleng penyok, kemungkinan kaleng tersebut mengandung bahaya mikrobiologis. Bahaya dapat terjadi apabila penyok membentuk lekukan bersudut dalam.
Kaleng merupakan bahan yang tidak fleksibel. Oleh karena itu, lekukan dapat menyebabkan retakan atau lubang kecil. Lubang atau retakan tersebut merupakan jalan masuk yang sangat baik bagi udara serta mikroba patogen dan pembusuk.
Udara dan mikroba mudah masuk karena tekanan udara di luar kaleng lebih tinggi daripada tekanan udara di dalam kaleng. Udara yang masuk dapat menyebabkan korosi dan mikroba (seperti Eschericia coli, Staphylococcus aureus) dapat menyebabkan kebusukan dan penurunan mutu pangan.
Penyok pada bagian luar kaleng juga dapat menyebabkan keretakan pada enamel. Keutuhan enamel sangat penting karena enamel merupakan bahan pelapis pada bagian dalam kaleng yang menghambat reaksi kaleng dengan bahan pangan. Apabila enamel retak atau terkelupas, reaksi antara kaleng dan bahan pangan dapat terjadi. Reaksi tersebut juga dapat menimbulkan korosi kaleng.
Produk Pangan Beku
Produk pangan beku merupakan produk yang memiliki umur simpan tinggi apabila diberi perlakuan penyimpanan yang benar. Penyimpanan terbaik harus dilakukan dalam freezer bersuhu -20° C (20° C di bawah nol). Namun, dalam kenyataan sehari-hari di rumah tangga, freezer yang ada hanya bersuhu -5° hingga 0° C. Hal inilah yang melatarbelakangi dicantumkannya beberapa tanggal kadaluarsa pada produk pangan beku menurut suhu penyimpanannya.
Produk pangan beku juga merupakan produk yang memiliki potensi bahaya mikrobiologi yang rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar mikroba inaktif pada suhu beku. Dalam penggunaan produk beku, terdapat anjuran untuk tidak terlalu sering membekukan dan thawing (pelunakan produk beku). Apabila produk tidak akan dimasak seluruhnya, sebaiknya hanya sebagian saja yang dikeluarkan dari freezer. Apabila produk sudah terekspos dengan udara dan tidak segera dimasak, kualitasnya dikhawatirkan akan menurun, serangan berbagai mikroba juga akan terjadi.
Produk Pasta dan Saus
Produk-produk pasta dan saus umumnya memiliki umur simpan yang tinggi. Sebab, walaupun memiliki kadar air tinggi, aktivitas airnya rendah. Hal ini yang menyebabkan sedikitnya jenis bakteri yang mampu menyerang produk-produk pasta dan saus. Meskipun demikian, masih ada golongan mikroba yang dapat menyerang, seperti kapang dan kamir. Peluang serangan kapang lebih besar daripada kamir. Serangan kapang, seperti telah dijelaskan pada bagian serealia dan kacang-kacangan, dapat menyebabkan tumbuhnya mikotoksin yang berpotensi menimbulkan kanker apabila dikonsumsi secara terus-menerus.
Produk Pangan Kering
Produk pangan kering sebagian besar memiliki kadar air yang rendah sehingga lebih tahan terhadap serangan bakteri, terlebih apabila pengemasan dan penyimpanannya baik. Potensi kerusakan terjadi terutama pada produk kering yang disimpan terlalu lama. Selain timbul bau tengik akibat oksidasi lemak, produk juga akan menjadi lunak karena peningkatan kadar air. Dalam keadaan demikian produk akan mudah ditumbuhi kapang.
Untuk mecegah penurunan mutu setelah kemasan dibuka, sebaiknya produk-produk kering disimpan dalam wadah kedap udara sehingga terhindar dari kontak dengan uap air dan udara. Jumlah yang disimpan sebaiknya tidak berlebihan untuk memperkecil peluang penyimpanan yang terlalu lama.
Sumber : Prof DR Made Astawan / kompas