Ahtisaari mengatakan kepada media penyiaran Norwegia, NRK, dia sangat gembira dan berterima kasih atas penghargaan tersebut. Perundingan perdamaian itu menerima medali emas, diploma, dan uang sebesar 10 juta kronor Swedia (US$ 1,42 juta).
Para pemenang penghargaan Nobel dipilih oleh komite rahasia Norwegia beranggotakan lima orang dari 197 calon tahun ini.
Ahtisaari berhasil unggul atas sejumlah kandidat lainnya seperti politisi Zimbabwe, Morgan Tsvangirai dan politisi Prancis-Kolombia, Ingrid Betancourt. Termasuk, aktivis hak asasi manusia asal Tiongkok Hu Jia dan Gao Zhisheng.
Komite Nobel memuji Ahtisaari atas upaya gigihnya di beberapa benua dan lebih dari tiga dasawarsa untuk menyelesaikan konflik internasional.
"Dia berusaha gigih untuk menyelesaikan beberapa konflik yang serius dan yang sudah berjalan panjang," ujar Komite Nobel dan menyebut peran Ahtisaari di Namibia, Aceh, Kosovo, dan Irak.
"Dia juga memberi sumbangan penting dalam penyelesaian konflik di Irlandia Utara, Asia Tengah, dan di Tanduk Afrika," tambahnya, sebagaimana dikutip BBC.
Ahtisaari mengatakan, dia menilai keberhasilan terpentingnya adalah di Namibia. "Itu jelas yang paling penting karena memakan waktu sangat panjang," katanya.
Ahtisaari akan menerima penghargaan Nobel pada upacara di Oslo, Norwegia tanggal 10 Desember mendatang, pada peringatan kematian pendiri penghargaan itu, Alfred Nobel.
Pria kelahiran 23 Juni 1937 di Vyborg, Rusia ini menjadi Presiden Finlandia periode 1 Maret 1994-1 Maret 2000. Ia juga tercatat sebagai seorang utusan khusus Sekretaris Jenderal PBB urusan status Kosovo.
Mediator Internasional
Dia terkenal sebagai diplomat dan mediator untuk PBB dengan reputasi internasional dan melanglang buana ke berbagai penjuru dunia untuk mengupayakan penyelesaian konflik. Ia pernah mempertemukan Viktor Chernomyrdin dengan Slobodan Milosevic untuk mengakhiri pertikaian di Kosovo pada tahun 1999.
Bagi Indonesia, nama Martti cukup akrab. Pasalnya, Ia yang memimpin Inisiatif Manajemen Krisis (CMI) sejak 2000 lalu didaulat untuk menengahi konflik Aceh sejak Februari 2004.
Selama delapan bulan kemudian ia mempersiapkan naskah kesepahaman Helsinki dan tampil sebagai aktor utama di balik penandatanganan perjanjian damai antara GAM dan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005.
Wajar juga jika, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Utama kepada Martti pada 18 Agustus 2006.