Perfeksionis Vs Easy Going

Marriage / 1 October 2008

Kalangan Sendiri

Perfeksionis Vs Easy Going

Purnama Sari Dewi Gultom Official Writer
15786

Anda merasa kegiatan yang dilakukan secara spontan bisa membuat hidup Anda lebih ‘hidup'. Sementara suami Anda malah merasa hidupnya bakalan kacau balau bila melakukan kegiatan tanpa rencana. "Bagaimana mau sukses kalau tidak memiliki perencanaan hidup yang jelas," begitu selalu prinsipnya. Suami perfeksionis, sedangkan Anda lebih easy going. Lalu, di mana titik temunya?

Sifat Dasar Bertolak Belakang

Setiap orang, menurut teori psikologi, mempunyai sifat dasar yang terangkum dalam DISC (dominant, influencing, steady, compliant). "Hanya, masing-masing pribadi memiliki satu sifat dasar yang lebih dominan dibandingkan sifat lainnya," kata Ratna K. Adam, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jika suami Anda perfeksionis, berarti sifat dasarnya adalah compliant. Sedangkan Anda yang lebih santai, memiliki sifat dasar influencing.

Ratna menjelaskan, ciri-ciri orang bersifat compliant, antara lain perfeksionis, penuh rencana dan selalu ingin akurat. Kebalikannya, orang yang memiliki sifat influencing lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan, optimistis dan senang bergaul. Hanya saja sisi negatifnya, ia cenderung berantakan, tidak perhatian terhadap hal mendetail, bahkan sering lupa.

\"\"Nah, akibat dari sifat dasar yang bertolak belakang itu, tidak heran jika suami perfeksionis jadi sering marah atau mengomel, karena Anda yang bertipe influencing dianggapnya kurang disiplin, kurang rapi dan tidak memiliki perencanaan hidup. Sebaliknya, Anda menganggap suami terlalu menuntut dan sulit menerima apa adanya.

Hindari Mengkritik Langsung

Mengubah sifat seseorang perlu usaha keras karena sifat itu terbentuk sejak dia kecil dan terus dibawa hingga dewasa. Tapi, Ratna menilai, kemungkinan suami berubah tetap ada. Hanya saja perubahannya tidak dahsyat. Dan, perubahan itu tak bisa langsung terlihat. Perlu proses sebelum akhirnya ia memutuskan berubah.

Jika berniat sedikit mengubah suami agar lebih santai dan fleksibel, Anda perlu memakai cara halus. Cara paling ampuh, menurut Ratna, adalah mencoba bersabar dan mengalah.

Cara lain, berikan suami Anda pilihan. Bicarakan dengan suami tentang sikapnya yang kaku. Carilah waktu yamg tepat, mungkin ketika menonton televisi, saat suami sedang tidak stres karena pekerjaan kantor. Bujuklah sambil bercanda agar ia sedikit ‘longgar' terhadap standar kesempurnaannya.

Fleksibel Perlu Ada Batasnya

Pertengkaran, mungkin, tak pernah terjadi karena Anda cenderung memandang sesuatu dengan santai. Tapi, apakah Anda tak akan menjadi bosan melihat suami marah-marah terus? Rasanya, tak ada salahnya jika Anda juga berusaha lebih toleran. Barangkali, lebih mudah mengubah diri sendiri daripada berusaha mengubah suami.

\"\"Ratna menilai, akan lebih baik lagi jika Anda memiliki agenda yang berisi jadwal kegiatan Anda sehari-hari. Jangan sampai Anda membuat dua janji pada waktu yang sama. Saat Anda berjanji akan makan malam bersama suami, eh... Anda malah pergi ke kafe bersama teman-teman.

Memang tidak gampang untuk bisa saling memahami, apalagi jika sifat Anda dan suami sangat bertentangan. Tapi, jika Anda tetap memegang pembawaan Anda yang santai dan tenang, meski menghadapi masalah, ini akan membantu Anda untuk lebih memahaminya.

Setiap orang perlu menyadari konsep pernikahan yang benar, bahwa menikah bukan hanya untuk menjadi sama, tetapi untuk menjadi satu. Menikah untuk saling melengkapi. Setiap pribadi perlu menjadi dewasa dengan menerima pasangannya. Setiap pribadi perlu dewasa dan belajar mengatasi konflik dan pertengkaran. Jika sudah menikah, maka suami dan istri sudah menjadi ‘satu daging', dan sudah berarti dari Tuhan karena Tuhan sudah ‘ijinkan' terjadi. Bila terjadi konflik, lalu muncul kesadaran bahwa pasangan Anda ‘bukan dari Tuhan', ini kesadaran yang salah dan berbahaya. Adanya masalah dalam pernikahan bukan berarti pasangan Anda bukan berasal dari Tuhan.

Sering kita jumpai, bahwa sebelum menikah seorang pria atau wanita sangat yakin bahwa pacarnya itu dari Tuhan sekalipun orang tua melarang atau pendeta menyarankan jangan. Namun begitu mereka masuk ke dalam pernikahan, banyak sekali yang yakin bahwa suami atau istrinya bukan jodoh dari Tuhan. Keyakinan itu ada hanya berdasar pada kenyataan bahwa mereka berbeda.

\"\"Tuhan menunjukkan konsep ini dengan jelas melalui Adam dan Hawa. Adam bertengkar dengan Hawa dan saling menyalahkan. Karena Hawa yang jatuh ke dalam dosa, akhirnya Adam juga ikut jatuh ke dalam dosa dan Adam dikutuk dengan berkeringat akan mencari nafkah (hidup susah). Bisa dibayangkan, bagaimana galaunya perasaan mereka saat kehidupan nyaman dan indah yang selama ini mereka nikmati bersama dengan Tuhan berakhir sudah. Pertengkaranpun tak dapat dihindarkan. Jelas terlihat ada masalah dalam pernikahan mereka. Apakah Hawa bukan jodoh dari Tuhan? Jelas Hawa dari Tuhan, Tuhanlah yang menciptakan Hawa dan memberikannya kepada Adam.

Menemukan masalah dalam pernikahan, bertengkar dengan pasangan, menemukan kesulitan dalam usaha, bukan berarti suami atau istri Anda yang tidak membawa hoki sehingga harus ‘diganti' karena Anda menganggapnya bukan jodoh Anda. Ada masalah dan pertengkaran antara suami istri bisa jadi karena adanya dosa ataupun ketidakdewasaan secara pribadi. Jika Anda mengalami kesulitan memperbaiki hubungan antar suami istri, tetaplah berusaha menerapkan nilai-nilai pernikahan sesuai standard Firman Tuhan. Anda juga bisa datang konseling pada hamba Tuhan yang dapat Anda percayai.

Sumber : berbagai sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami