Wanita : Budak Atau Penolong Pria?

Single / 25 July 2008

Kalangan Sendiri

Wanita : Budak Atau Penolong Pria?

Purnama Sari Dewi Gultom Official Writer
6779

Dalam tulisan ini, David Eckman menyoroti tentang masyarakat asli Ibrani yang ditulis dalam Kejadian 2 untuk membantah nilai seorang wanita.

Banyak pria, dan yang juga menyedihkan adalah beberapa wanita yang berpikir bahwa Tuhan mempunyai tujuan bagi seorang wanita hanya untuk menjadi seorang "budak atau pembantu". Dalam kitab Kejadian 2:18, ketika Tuhan memberikan penolong bagi Adam, Tuhan memberikan kata Ibrani yang mulia bagi seorang penolong : "azer". Dalam kitab Kejadian 2:18 disebutkan bahwa TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan ‘azer' baginya, yang sepadan dengan dia.". Dalam Ibrani, azer ditulis sebanyak 19 kali, kebanyakan digunakan untuk menunjukkan nilai kemanusiaan lebih dari sekedar makna "pembantu"

\"\"Kata ini mengandung arti "seperti pelayan bagi Tuhan". Tuhan memberi pujian kepada wanita melalui kata-kata ini. Kata-kata yang sama dipakai dalam Mazmur, dimana dikatakan dalam Mazmur 115:9 : "Hai Israel, percayalah kepada TUHAN! -- Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka". Bentuk ini selalu digunakan untuk menjelaskan tentang seseorang yang membawa pertolongan nyata dan seringkali bukan sebagai pihak yang sanggup memberikan kebebasan dari suatu dilema yang berat. Ketika orang Ibrani kuno berbicara tentang ini, orang Israel mendengar bentuk ini dan menggunakannnya untuk mendeskripsikan kaum Hawa. Kaum pria lalu terpengaruh dengan persepsi ini. Kaum pria lalu berpikir hal serupa (konsep pembantu dan bukan penolong) tentang kaum wanita. Mereka berpikir "menjadi pembantu atau budak" merupakan karunia yang Tuhan berikan pada wanita.

Wanita dipandang dalam Alkitab sebagai karunia yang indah. Kejadian 1 dengan jelas menyebut bahwa pria dan wanita adalah sepadan karena keduanya dibuat dengan imajinasi gambar dan rupa Tuhan sendiri. Kejadian 1:26 menulis : Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Sebab keduanya dibentuk dari rupa Allah, mereka harus membagikan tanggung jawab dari keputusan Tuhan itu.

Kejadian 1:28 menyatakan bahwa Tuhan memberkati manusia untuk menggenapkan misi memerintah dan memenuhi bumi. Ketika wanita dan pria menjadi seorang Kristen, sesuatu berkat kekayaan yang mendasar diberikan oleh Tuhan. Dalam Efesus 1:3, pria dan wanita dalam Kristus adalah penerima setiap berkat spiritual dari Surga dimana Tuhan berdiam.

\"\"Efesus 1:3 menulis: "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Jika teks dalam Perjanjian Lama, Kejadian 1:28 dikombinasikan dalam Perjanjian Baru, Efesus 1:3 ini, kita memiliki berkat yang mulanya diberikan pada seluruh muka bumi, dan kemudian melalui karya Kristus, hal itu diteruskan ke angkasa dan memasuki tahta Surga. Karena itulah Tuhan memiliki rencana yang baik bagi wanita dan pria melalui karya Tuhan Yesus.

Wanita dan pria juga sederajat dalam kelayakan, untuk itulah Kristus mati untuk pria dan wanita. Roma 5:8 menulis : "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa". Jenis kelamin atau gender mungkin saja berbeda, namun tidak berbeda dalam kelayakan. Kelayakan ditunjukkan dengan bagaimana seorang pembeli bersedia memberikan nilai untuk barang yang menjadi hasratnya. Dalam kasus ini, Allah Bapa bersedia memberikan anak-Nya untuk kita. Manusia (pria dan wanita) menjadi hasrat hati-Nya Tuhan. Jenis kelamin memang berbeda, namun tidak berbeda dalam hal kelayakan.

Pria dan wanita sederajat dalam kreasi, kekuasaan, berkat dan kelayakan. Tuhan sendiri memberi nilai pada manusia, dan manusia harus menyadari nilai yang Tuhan berikan itu. Tentu saja, Yesus Kristus memberikan kesempatan yang sederajat bagi kedua jenis kelamin. Ketika kita mulai merasa kurang layak, malu atau bahkan merasa bersalah, kita harus merenungkan kembali bagaimana Tuhan menilai manusia. Manusia, baik pria maupun wanita adalah sama di mata Tuhan.

Sumber : cbn - David Eckman, Ph.D
Halaman :
1

Ikuti Kami