Situasi yang berubah terkadang tidak sesuai harapan bahkan bisa datang tiba-tiba, seperti kematian orang yang disayangi, menghadapi perkawinan atau perceraian, kehidupan yang semakin sulit karena harga-harga naik atau kehilangan anak.
Semua itu dapat menjadi pemicu stres yang mempengaruhi fungsi otak serta dapat menimbulkan gangguan fisik dan psikis.
"Gangguan fisik, antara lain pusing, badan pegal-pegal, lemas dan gangguan pada usus. Sedangkan gangguan psikis, antara lain tidak mampu mengendalikan emosi," ujar spesialis kesehatan jiwa Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta, Dr Fidiansjah SpKJ, pada seminar "Manajemen Stres (Fokus dalam Pengendalian Hipertensi)", baru-baru ini, di Jakarta.
Fidiansjah mengatakan, stres ada di mana-mana dan tidak bisa dihindari namun dapat dikelola. Dia menegaskan, dalam kehidupan sehari-hari pasti ada masalah dan dapat menimbulkan stres. Kunci utama dalam mengendalikan keadaan itu adalah dengan mengelola stres melalui persepsi. "Jangan melihat masalah, namun cara menghadapinya dengan sudut pandang dan pikiran positif," tuturnya.
Menurut Fidiansjah, berpikir positif (eustres) akan mengarahkan ke kematangan pribadi dan menghasilkan jiwa yang sehat. Jiwa sehat merupakan kunci sukses, sebaliknya, berpikir negatif (distres) akan memicu gangguan jiwa.
Dia mengungkapkan, stres dapat dikelola dengan cara mampu mengatur dorongan impulsif dan kesabaran. Seseorang harus mau sulit menahan pahit beratnya beban masalah sehingga menjadi terbiasa ketika menghadapi keadaan sulit, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan selalu bersyukur akan segala sesuatu walau keadaan tidak sesuai seperti yang diharapkan.
Stres, katanya, adalah setiap keadaan atau peristiwa yang mengakibatkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga ia harus mengadakan reaksi penyesuaian menghadapi keadaan tersebut.
Hasil penelitian menyebutkan, tingkat stres pada buruh di Indonesia sebesar 18 persen, pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 24,3 persen, siswa SMP/SMA 26,4 persen, guru SMP/SMA 27,1 persen, penduduk daerah kumuh 28,2 persen, dan sopir bus/mikrolet 33, 3 persen.
Sumber : suarapembaruan.com