Peringatan yang menyebutkan bahwa merokok dapat merugikan kesehatan mungkin sudah biasa dihiraukan dan seringkali tak mempan buat para pecandu. Tetapi kini pecandu dapat mempertimbangkan yang satu ini; "Rokok dapat memicu keinginan untuk bunuh diri". Peringatan ini bukanlah rekayasa, tetapi merupakan hasil sebuah riset terbaru para ahli di Jerman.
Riset terhadap para remaja di Bavaria menunjukkan dengan jelas hubungan antara merokok dan keinginan untuk bunuh diri. Riset yang dipublikasikan dalam Journal of Affective Disorders ini didasarkan pada data survei psikologi yang dikeluarkan pada 1995 terhadap 3.021 remaja berusia 14-24 yang tinggal di Munich. Responden ini disurvei kembali empat tahun kemudian, dan sebanyak 2.548 orang di antaranya memberikan jawaban.
Hasil riset menunjukkan, sekitar seperempat responden tidak pernah merokok, sedangkan sisanya merupakan perokok dengan tingkat bervariasi. Di antara perokok, sebanyak 40 persen melakukannya secara iseng atau sesekali saja, 17 persen perokok teratur "non-dependent" dan 19 persen merupakan perokok berat atau pecandu.
Di antara non-perokok, sekitar 15 persen di antaranya dilaporkan pernah terpikir untuk bunuh diri. Pikiran ini didefinisikan sebagai membuat rencana untuk bunuh diri atau melewatkan waktu selama dua pekan atau lebih dengan keinginan untuk mati. Pada perokok, prosentasenya cenderung meningkat. Rata-ratanya naik menjadi 20 persen di antara perokok iseng dan non-dependent. Namun di antara pecandu, keinginan bunuh diri tercatat sekitar 30 persen.
Dari riset juga terungkap adanya pola terucap pada 69 individu yang mencoba untuk bunuh diri. Hanya 0,6 persen dari non-perokok mengaku pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya; di antara perokok non-dependent rata-ratanya 1.6 persen; dan di antara pecandu angkanya melonjak hingga 6.4 persen.
Untuk memastikan bahwa hasil riset ini tak condong pada faktor lain, peneliti mencoba untuk tidak mempertimbangkan penggunaan alkohol, narkoba dan sejarah penyakit depresi di antara responden. Hasilnya ternyata tidak berbeda. Semakin tinggi tingkat kecanduangn responden, makin tinggi kemungkinan untuk melakukan bunuh diri
"Kampanye untuk mengurangi rokok seharusnya juga merujuk pada meningkatnya risiko bunuh diri pada perokok iseng dan perokok teratur," ungkap pimpinan riset Thomas Bronisch dari Max Planck Institute of Psychiatry di Munich.
Peneliti juga mengakui bahwa riset ini memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah tidak ditemukannya kasus bunuh diri dalam empat tahun berjalan. Dengan bagitu, kesimpulan riset ini didasarkan pada keinginan bunuh diri dan percobaan untuk melakukannya ketimbang tindakan nyata bunuh diri.
Sumber : kompas.com