CHICAGO - Penelitian untuk menemukan obat-obatan mengatasi kecanduan alkohol terus dilakukan. Para ahli di Amerika Serikat belum lama ini mengklaim bahwa sejenis obat baru yang dikenal mampu menghambat respon stres dalam otak juga bermanfaat membantu pecandu mengatasi ketergantungannya dengan cara menekan stres yang ditimbulkan hasrat (craving) yang besar menenggak alkohol.
Di pasaran saat ini memang tersedia obat bernama Revia yang digunakan untuk mengobati ketergantungan alkohol dengan cara mengurangi kemampuan tubuh dalam menikmati efek memabukkan.
Tetapi obat baru yang dinamai LY686017 ini bekerja dengan mekanisme berbeda, yakni mengurangi kecanduan dengan meringankan efek situasi stres yang mungkin dapat mendorong pecandu menenggak lagi minuman keras.
Menurut Markus Heilig, direktur klinik National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) yang juga memimpin penelitian ini, stres perilaku merupakan faktor penting yang menimbulkan fenomena lingkaran setan dari alkoholisme.
"Ini disebabkan karena kerugian akibat alkohol dapat menyebabkan depresi dan meningkatkan sensitivitas akan situasi sres seperti halnya sebuah argumen dengan pasangan atau stres dalam pekerjaan. Alkohol adalah obat yang buruk karena dapat membuat Anda merasa lebih baik namun mendorong Anda merasakan hal terburuk ketika tidak meminumnya," ungkap Heilig seperit dikutip AFP, Minggu (17/2).
Obat yang diujicoba Heilig beserta timnya ini diteliti pengaruhnya terhadap sejenis reseptor dalam otak yang disebut Neurokinin 1 Receptor (NK1R) yang mempengaruhi respon-respon terhadap stres yang behubungan dengan perilaku. Obat ini sebenarnya telah menunjukkan kemampuannya dalam menurunkan kecemasan, namun belum dipasarkan karena hasilnya yang tidak konsisten.
Dalam riset Heilig beserta timnya pertama kali meneliti efektivitas obat ini pada tikus, sebelum kemudian mengujicobanya pada 50 pasien pecandu alkohol yang menderita problem kecemasan dan telah menjalani detoks. Semasa penelitian, puluhan pasien ini dirawat di klinik selama empat minggu.
Di antara pasien, setengahnya diberi plasebo sedangkan sebagian lagi diberikan obat asli. Keinginan yang begitu kuat (craving) tampak menurun pada seluruh pasien yang dirawat klinik dan tampak minimal pada sebagian besar pasien hingga akhir masa penelitian.
Namun begitu pada pasien yang diberikan obat, perbaikannya tampak lebih jelas setelah diukur melalui kuisioner, pemeriksaan dokter, tes-tes yang dibebankan saat dihadapkan situasi stres sosial dan ketika diminta menyentuh botol serta mencium aroma alkohol kegemaran mereka.
"Yang menarik , tak ada dampak terhadap kecemasan atau psikoptologi depresi yang menunjukkan bahwa kemajuan ini mungkin terlihat spesifik untuk proses dalam otak yang berhubungan dengan alkoholisme," ungkap peneliti yang mempublikasikan temuannya dalam Science Express.
Untuk langkah selanjutnya, peneliti berencana menggelar riset lebih besar untuk mengetahui apakah obat ini dapat membantu para pecandu alkohol yang tidak menderita problem kecemasan.
Sumber : kompas.com