Keseimbangan: Sukses Dalam Karir dan Keluarga

Marriage / 13 May 2008

Kalangan Sendiri

Keseimbangan: Sukses Dalam Karir dan Keluarga

Fifi Official Writer
4768
Setelah menikah selama 10 tahun, saya merasa akhirnya saya sudah mejadi orang yang sukses dalam pekerjaan saya. Saya mendapat kehormatan untuk berbicara secara rutin dalam berbagai organisasi di kota saya dan juga di seluruh bagian negara. Istri saya dan saya mempunyai rumah yang indah dan 2 orang anak. Apalagi yang bisa diinginkan seorang pria?

Lalu dari perspektif saya, sebuah tragedi terjadi dalam pernikahan saya. Norma hamil anak kami yang ketiga. Saya tidak antusias, saya malah merasa depresi, karena anak kedua kami baru saja lepas dari kebiasaannya memakai popok selama 2 tahun. Saya baru saja mulai menikmati anak-anak saya, dan pemikiran mengenai akan ada bayi baru begitu mengganggu saya, terlebih karena sebelumnya dokter telah mengatakan bahwa kami tidak mungkin punya anak lagi.

Meskipun saya berusaha bersikap baik pada Norma, istri saya, saya tidak bisa menyembunyikan kekecewaan saya. Saya takut saya tidak akan bisa lagi sering bepergian dan akan terpaksa mengambil tanggung jawab yang lebih rendah di perusahaan tempat saya bekerja. Kesibukan kerja saya terus meningkat seiring bertambahnya waktu, dan saya berkata pada Norma bahwa saya tidak akan mampu menolong dia dengan anak-anak karena tuntutan kerja yang makin banyak. Bahkan pada hari kelahiran anak kami, saya kuatir akan tambahan beban karena keberadaannya dalam impian saya.

Kesehatan Norma tidak baik setelah tahun pertama kelahiran anak ketiga kami karena dia kurang istirahat dan karena tanggung jawab untuk merawat 2 anak kecil lainnya. Bayi kami yang melalui satu operasi dan juga sering sakit, menambah bebannya. Betapa tidak sensitifnya saya selama tahun itu! Kapanpun bayi itu menangis saat malam hari atau membutuhkan perhatian khusus, saya dengan cepat mengingatkan Norma bahwa dia adalah anaknya. Dia yang menginginkan anak lagi, bukan saya.

Setahun berlalu seperti itu sebelum akhirnya Norma berkata pada saya, "Aku tidak kuat lagi. Aku berharap aku punya kekuatan emosional dan fisik untuk merawat anak-anak, mendisiplin dan mengajar mereka, tapi aku tidak dapat melakukannya dengan seorang ayah yang tidak pernah ada." Norma tidak mengomel, dia tidak marah, dia hanya menyatakan fakta. Saya dapat melihat ketenangan pada ekspresi wajahnya dan menyadari bahwa dia sangat membutuhkan saya.

Saya menghadapi pilihan yang sulit sekaligus sangat penting. Haruskah saya meminta pada atasan saya untuk pekerjaan yang berbeda, pekerjaan yang memungkinkan saya untuk mempunyai lebih banyak waktu di rumah? Itu adalah sebuah pergumulan yang sulit karena saya tahu saya bisa mendapatkan pekerjaan yang kurang bergengsi dan kurang terpandang. Saya merasa terasing dari anak dan istri saya karena saya merasa lemah. Tapi akhirnya saya menyerah. Dalam rasa gugup dan rasa malu, saya menjelaskan pada atasan saya bahwa saya membutuhkan lebih banyak waktu di rumah karena anak-anak. "Apakah ada kemungkinan saya mempunyai pekerjaan berbeda yang memungkinkan saya untuk bisa mempunyai lebih banyak waktu di rumah?"

Atasan saya mau bekerja sama dengan memberikan saya pekerjaan lain. Namun bagi saya pekerjaan baru itu adalah suatu penurunan. Saya diminta melakukan pekerjaan yang hanya beberapa minggu sebelumnya saya ajarkan pada bawahan saya. Itu membuat saya semakin merasa rendah dan terasing. Saya memang merasa frustasi untuk sementara, tapi lama-kelamaan saya menjadi tertarik dengan kehidupan di rumah. Saya menunggu-nunggu jam pulang kantor. Saya dan keluarga saya melakukan lebih banyak hal bersama, seperti kemping dan lainnya. Hubungan cinta antara saya dan Norma juga bertambah erat, yang membuat dia lebih ceria dan menyenangkan. Dia merubah beberapa kebiasaannya yang tidak saya sukai tanpa ada sedikitpun tekanan atau tuntutan dari saya. Pengorbanan saya yang besar dalam karir ternyata terlihat semakin kecil hari demi hari dibanding dengan perkembangan hubungan saya dan Norma, juga dengan anak-anak.

Hanya dalam beberapa bulan, atasan saya memberi saya posisi baru dalam perusahaan yang saya lebih sukai dibanding pekerjaan yang saya lepaskan sebelumnya. Kali ini, Norma merasa sangat aman dengan saya sehingga dia tidak melakukan penolakan pada pekerjaan baru saya ataupun perjalanan-perjalanan yang diperlukan dalam pekerjaan itu. Saya menyerahkan semuanya pada awalnya, tapi saya menang dalam jangka panjangnya. Ini persis seperti yang pernah Yesus katakan tentang prinsip pertukaran dalam Markus 8:34-37.

"Lalu Yesus memanggil orang banyakdan murid-muridNya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?"

Sumber : cbn
Halaman :
1

Ikuti Kami