Kebanyakan orang menyebut saya workaholic, sebuah label yang bagi saya mempunyai konotasi positif. Saya senang menjadi orang sibuk, itu membuat saya merasa produktif. Menjadi produktif juga berarti mencapai banyak sasaran, yang akan membuat saya mendapat penghargaan. Itu adalah siklus yang menarik bagi saya, dan yang telah saya jalani selama hampir sepanjang hidup saya.
Bagi saya, keuntungan menjadi workaholic lebih besar dibanding kerugiannya. Kenikmatan yang saya rasakan dalam mencapai suatu sasaran biasanya dibayar dengan hari-hari kerja yang panjang dan malam-malam tanpa tidur. Sepanjang hidup saya, saya sudah menerima banyak penghargaan untuk pencapaian-pencapaian saya, entah itu pujian dari orang tua saya, guru-guru, atau kemenangan di lapangan permainan. Semua pencapaian saya sama artinya dengan nilai yang saya tawarkan pada dunia. Saya selalu memenuhi jadwal saya dengan banyak aktivitas untuk tetap sibuk dan produktif.
Pada bulan Februari beberapa tahun lalu, saya merasa berada di puncak semua pencapaian saya saat saya diterima di salah satu sekolah bisnis terkenal. Waktu itu, saya tidak bisa membayangkan penghargaan yang lebih sempurna untuk semua kerja keras saya. Sebagai tambahan, saya juga bertunangan dengan pria yang luar biasa, dan kami sedang mempersiapkan pernikahan kami. Hidup saya terlihat menakjubkan, saya merasa itu sudah selayaknya sebagai hasil dari kerja keras sepanjang hidup saya (atau begitulah yang saya katakan pada diri saya sendiri). Tapi tidak lebih dari sebulan kemudian, dunia kecil saya yang sempurna, yang dengan susah payah saya bangun, tiba-tiba jatuh dan pecah. Tunangan saya meninggal karena gangguan hati. Saya ingat ketika saya terbangun pada keesokan harinya dan berpikir mengapa saya tiba-tiba berada pada kondisi seperti ini setelah semua yang telah berhasil saya capai dalam hidup saya.
Pemikiran itu akhirnya membuat saya meyadari bahwa pola negatif motivasi saya berasal dari rasa tidak aman yang ingin membuktikan pentingnya keberadaan saya pada dunia. Dan ya, saya juga tergoda untuk berusaha keras memperbaiki motivasi ini. Kabar baiknya adalah bahwa kita tidak harus memperbaiki diri kita sendiri, karena Tuhan sudah melakukannya untuk kita.
Dalam Efesus 2:8 Paulus mengingatkan kita bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia Tuhan, bukan karena usaha kita. Tuhan memang mau kita bekerja, menggunakan potensi dan talenta yang telah Dia berikan pada kita dan tidak hanya berdiam diri, tapi kita harus ingat bahwa kita bekerja bukan karena semua pencapaian kita itu akan menyelamatkan kita, tapi karena kita telah diselamatkan. Motivasi kita untuk bekerja seharusnya adalah karena rasa terima kasih dan pujian karena anugrahNya. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untu melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10)
Untuk Direnungkan
Tidak ada pencapaian atau prestasi yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan diri kita sendiri. Hanya melalui anugrah Tuhan kita bisa diselamatkan.
• Apakah Anda berusaha mencapai semua sasaran hanya untuk meraih semua itu? Apakah mencapai sebuah sasaran lebih penting bagi Anda dibanding alasan untuk mencapai sasaran itu?
• Saat Anda menganalisa kebiasaan kerja dan jadwal Anda, apa yang sebenarnya benar-benar memotivasi semua tindakan Anda setiap harinya?
• Dimana Anda menemukan nilai diri dan pentingnya diri Anda sebagai seseorang? Apakah nilai diri Anda ada dalam hal-hal yang berhasil Anda capai atau ada dalam cinta Tuhan untuk Anda?