Pdt. James Wambroe, M. Div. Membangun Papua yang Kuat

Entrepreneurship / 22 April 2008

Kalangan Sendiri

Pdt. James Wambroe, M. Div. Membangun Papua yang Kuat

Lestari99 Official Writer
6127

Tahun 2002 saya dan istri kembali ke Papua karena kepedulian yang bertolak dari kerinduan untuk menggembalakan. Tinggal dengan masyarakat saya dan menolong mereka di tempatnya. Fokus utamanya adalah menggembalakan karena itu yang paling lemah di Papua. Banyak gereja, tapi kurang kepedulian, kurang perlengkapan untuk mengurus jiwa-jiwa. Ibadah jadi membosankan. Jemaat mengeluh, tapi tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, saya berencana membuat training untuk gembala dan awam. Itu komitmen saya.

Pastoral Care sangat penting untuk Papua. Banyak gereja punya masalah itu, tapi tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Gereja sudah bercokol begitu lama, tapi sangat lemah dalam caring. Malah domba-dombanya ke mana-mana, tidak terurus, bahkan Minggu tidak ibadah. Ketika mereka ibadah, tidak ada firman yang menjawab kebutuhan. Mereka bosan dengan khotbah-khotbah yang kering.

Papua Dalam Ancaman

Saya datang sebagai pendidik dan gembala. Kami membuka sekolah teologi (STT Nazarene) untuk menolong teman-teman yang ingin diperlengkapi. Mereka bisa kuliah dan belajar di situ. Landasannya adalah pelayanan pastoral. Mulai 2008 kami menolong orang Papua, agar bisa menangkap visi karena Papua sedang dalam "ancaman". Jika tidak berbuat sesuatu, kita akan menyesal.

Ancaman pertama adalah kemajuan. Kemajuan masuk ke Papua, sementara orang Papua belum siap mengikuti kemajuan.

Kedua, ancaman iman. Banyak orang Papua Kristen, tapi tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan orang lain tentang siapa Yesus, dsb. Hal ini menjadi ancaman iman. Perlu dilakukan pengajaran-pengajaran praktis yang dapat memberdayakan semua orang untuk belajar. Jadi, bukan hanya pendeta-pendeta, tapi juga kaum awan yang diperlengkapi.

Ketiga, ancaman ekonomi. Orang Papua belum mampu berkompetensi dalam dunia ekonomi. Mereka lebih banyak jadi pembeli daripada penjual. Firman Tuhan menyebutkan bahwa umat-Nya seharusnya menjadi kepala, bukan ekor. Kita mendorong jemaat agar suatu saat menjadi pemimpin dan menjadi berkat bagi Indonesia dan bangsa-bangsa.

Ancaman lainnya adalah bangkit kembalinya budaya-budaya suku yang notabane sudah dibuang 153 tahun lalu sejak Ottow dan Geissler memulai pelayanannya di Papua. Sekarang, orang kembali mengambilnya sehingga menjadi orang Kristen flat. Maksudnya Kristen sinkretisme, sehingga terang dan gelap berjalan bersama-sama. Padahal itu tidak boleh. Tapi, karena tidak ada yang memberi tahu, orang merasa itu oke.

All To Jesus

Saya lahir dari keluarga Kristen, tapi tidak kenal Kristus. Saya bertobat di Semarang melalui seorang hamba Tuhan. Sebelumnya saya hidup di "kandang babi", di jalanan. Tidak ada harapan. Namun, karena ada orang lain yang menyelamatkan saya, saya berkomitmen menyelamatkan orang lain. Betapa pun beratnya akan saya hadapi. Dalam pelayanan, motto saya All to Jesus, semua bagi Yesus. Karena Dia selamatkan saya, jadi semua untuk Dia. Apa pun yang terbaik dalam hidup saya, keluarga, talenta, studi saya, semua bagi Dia. Total.

Saya sangat mencintai pelayanan penggembalaan. Itu nomor satu bagi saya. Sementara menyelesaikan kuliah Ph.D. di STII Yogyakarta, saya juga tertarik dengan pendidikan. Bagaimana menyusun kurikulum untuk menolong mahasiswa, bahkan menolong anak SD sampai ke tingkat universitas. Saya sangat senang dengan mahasiswa. Saya pernah jadi mahasiswa, tapi kurang perhatian dari hamba-hamba Tuhan. Setelah mengenal hal ini, saya mau menolong mereka dengan apa pun untuk menghibur dan menguatkan.

Papua Kuat

Saya tidak bisa melayani sendiri. Karena itu saya membangun tempat training untuk melatih orang-orang mengembangkan kepemimpinannya. Saya memiliki visi supaya Papua menjadi KUAT. Visi ini saya tangkap dari Efesus 6:10, "Akhirnya hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, ..."

KUAT itu singkatan dari Kudus, Utus, Ajar, Tolong. Jadi, kalau kita mau kuat, kita harus hidup kudus dan kita menjadi utusan Injil. Orang Indonesia harus bisa menjadi misionaris. Lalu mengajar, supaya orang tahu mana yang salah dan mana yang betul. Terakhir adalah tolong-menolong. Kita tidak boleh menjadi gereja yang eksklusif, individualis. Harus menjadi gereja yang open untuk menolong banyak orang. Itu visi saya, visi KUAT. Papua ke depan harus menjadi berkat.

Pdt. James Wambroe, M.Div. adalah Gembala Sidang GKN Nazarene Jayapura dan Rektor Sekolah Tinggi Teologi Nazarene Papua

Sumber : bahana-magazine.com
Halaman :
1

Ikuti Kami