Lajang Yang Bersinar!

Single / 17 April 2008

Kalangan Sendiri

Lajang Yang Bersinar!

Fifi Official Writer
5960
"Kalau ada lagi orang yang sudah menikah memberi kotbah pada saya bahwa menjadi lajang itu adalah suatu anugrah, saya akan tertawa keras-keras!" kata Brice, seorang pria lajang berusia 28 tahun. Brice sudah sangat siap untuk pernikahan. "Orang-orang yang sudah menikah itu lupa bagaimana rasanya sendirian menjadi lajang!" Mungkin orang-orang yang sudah menikah itu tidak lupa, hanya saja mereka mengunci ingatan tentang masa lajang karena mereka tidak mau mengakuinya! Masa lajang kadang menjadi jalan yang sepi. Tapi apakah itu harus menjadi seperti neraka di bumi?

Brice terobsesi untuk menemukan wanita yang tepat dan akhirnya mengakhiri "kutukan" menjadi lajang. Dalam banyak hal, dia telah membiarkan hidupnya tertahan sampai dia sudah menikah. Dia tidak berusaha menemukan dan mengejar panggilan hidupnya atau tujuannya karena dia merasa belum lengkap. Dia tidak bertumbuh secara spiritual, dan dia belum siap secara prakteknya, dia hanya marah dan menginginkan Tuhan mengirimkan seorang istri kepadanya secepat mungkin. Brice menjadi semakin kepahitan dan marah. Brice mewakili keadaan banyak lajang pada jaman ini. Sebagai bagian dari komunitas Kristen, kita belum memahami maksud Tuhan akan adanya masa lajang, dan ini menyebabkan banyak lajang merasa nilai mereka atau kualitas kehidupan mereka lebih rendah.

Jen, seorang wanita yang menyenangkan dan aktif di kampus, mengatakan bahwa kemanapun dia pergi sepertinya dia ditanyai pertanyaan yang sama, "Apakah kamu sedang berkencan dengan seseorang?" "Saya bosan mendengar pertanyaan itu berulang kali," ungkap Jen, "karena nilai saya jauh lebih besar daripada hanya sebuah hubungan. Saya aktif di sekolah, saya mempunyai pelayanan, dan yang paling penting saya punya hubungan dengan Tuhan. Saya jarang ditanyai tentang area lainnya itu, dan kalaupun iya, itu hanya sebagai pertanyaan pembuka sebelum mereka bertanya tentang hubungan romantis. Saat begitu banyak fokus diarahkan pada hubungan romantis, sangat mudah untuk kita menjadi berpikir bahwa kita membutuhkan sebuah hubungan untuk dapat dipandang sebagai orang yang "utuh". Tapi itu tidak benar, saya adalah orang yang utuh saat ini, bahkan di masa lajang saya."

Fakta bahwa Jen mengerti ada lebih banyak hal dalam hidupnya daripada sekedar menemukan sebuah hubungan romantis untuk menentukan nilai dirinya, merupakan hal yang mengagumkan di tengah-tengah budaya yang begitu menekankan pentingnya berpasangan dengan seseorang. Dia juga mendapatkan tekanan yang sama dari orang-orang Kristen dalam lingkungannya untuk menemukan seseorang seperti tekanan dari orang-orang lainnya. Dia merasa kurangnya dukungan dari tubuh Kristus dalam komitmennya untuk mempercayai Tuhan dalam hal pasangan hidupnya.

Ada begitu banyak wanita muda lainnya yang hanya menunggu pasangan masa depan mereka. Mereka tidak merasa hidup mereka bisa benar-benar dimulai sampai mereka menikah. Di balik godaan untuk menunggu memulai kehidupan sampai kita menemukan seseorang yang istimewa itu, ada sesuatu yang lebih yang Tuhan punya untuk kita selama masa lajang, lebih daripada sekedar belajar seni mengasihani diri sendiri dan tidak sabar.

Krissy, sepupu saya yang mengagumkan, berusia 31 tahun dan masih lajang. Dia adalah teladan dari lajang yang mempunyai tujuan. Hidup Krissy tidak hanya menunggu. Sebaliknya, dia melihat masa dalam kehidupannya ini sebagai karunia dari Tuhan. Dia mengerti bahwa masa lajang ini adalah bagian dari seluruh rencana Tuhan yang sangat mencintainya bagi kehidupannya. Krissy telah mengembangkan potensi-potensinya sebagai guru, konselor, seniman dan penulis. Dia bersemangat untuk melayani orang lain dan menikmati persahabatan dengan orang-orang dari segala usia. Hidupnya utuh. Saat ditanya oleh saudara laki-lakinya yang lebih muda, Marky, "Krissy, apakah kamu berpikir kamu dipanggil untuk karunia melajang?" Krissy menghentikan langkahnya dan menjawab, "Hari ini iya..."

Krissy tidak melihat kondisi lajangnya sebagai bukit tanpa akhir yang harus terus didaki. Dia mengijinkan Tuhan memimpin dia selama perjalanannya hari demi hari. Dan sebagai hasilnya, dia telah menemukan sukacita dalam masa ini, yang jarang disadari oleh kebanyakan lajang lainnya. Memang hidup Krissy tidak selalu mulus. Seperti kebanyakan lajang lainnya, dia pernah mengalami kekecewaan, kesedihan dan kesepian. Dia juga merasakan kerinduannya akan pasangan hidup dan cinta. Tapi dalam waktu-waktu itu, dia telah belajar untuk mempercayai dan mengandalkan Penyelamatnya. Tuhan telah setia berjalan bersamanya di setiap langkahnya.

Tuhan menulis musik dari hidup kita bukan dengan tanpa rancangan. Bagian kita adalah mempelajari nadanya dan tidak mencemaskan "sisanya". Mereka bukan untuk direndahkan, atau diabaikan, atau dihancurkan nyanyiannya, atau diubah nada-nada kuncinya. Jika kita melihat ke atas, Tuhan sendiri akan membuat harmonisasi waktunya untuk kita. Dengan pandangan mata kepada Tuhan, kita akan berjalan menyusuri nada-nada selanjutnya dengan penuh keyakinan.

Jika kita sedih dan berkata pada diri kita sendiri, "Tidak ada musik dalam "sisanya"...", janganlah lupa bahwa ada pembuatan musik di dalamnya. Proses pembuatan musik seringkali terasa lambat dan menyakitkan dalam kehidupan ini. Semua itu menunjukkan betapa sabarnya Tuhan yang mengajar kita... dan betapa Tuhan menginginkan kita juga belajar dariNya.

Sumber : crosswalk
Halaman :
1

Ikuti Kami