Simon Petrus

Entrepreneurship / 18 March 2008

Kalangan Sendiri

Simon Petrus

Fifi Official Writer
5561
Pucuk-pucuk pinus dalam temaram pagi, udara dingin dan jalan aspal berkelok menuju Besuki, Nongkojajar, Pasuruan. Sembilan tahun silam dusun ini masih gulita. juga tanpa air bersih. Dari Pasuruan kita harus naik angkot menuju Nongkojajar, lalu berganti di Androsono sebelum naik ke arah dusun Besuki. Dulu, setidaknya tahun 1999, dusun ini masih terisolasi. Hanya ada jalan setapak. Tidak ada listrik dan air bersih. Berada di ladang Simon Petrus (41) angin bertiup semilir. Tanaman sayuran dan apel menghampar sejauh mata memandang. Perlahan, lelaki bertubuh legam itu mengangkat kepala. Peluhnya bercucuran. Sejenak ia berdiri. Simon mengikat erat sarung merah kotak-kotak di pinggangnya.

Merintis Jalan

Androsono yang menjadi pusat desa hanya berjarak 5-7 km dari dusun Besuki. Tetapi karena tidak ada akses jalan ke sana, Besuki menjadi daerah yang terisolasi. Alhasil, sayur-sayuran dan apel, penghasilan utama daerah ini tidak bisa dijual ke kota. Tetapi kesulitan-kesulitan yang ada justru menggugah Simon Petrus. Dia ingin merintis jalan dari Besuki menuju Androsono. "Kalau ada jalan yang bisa dilewati kendaraan, masyarakat bisa menjual hasil pertaniannya ke kota," ujar Simon yang kerap dipanggil Pak Brewok karena membiarkan jambang tumbuh subur di sebagian wajahnya.

Untuk mewujudkan impiannya, tahun 1990 Simon berutang ke bank sebesar Rp. 45 juta. Uang itu dibelikan tanah seluas 1 hektar. Sisanya untuk merintis jalan. Tidak cukup, beberapa saat berselang Simon kembali mengajukan pinjaman, Rp. 497 juta. Proyek jalan terus berlanjut. Listrik dan air mulai masuk Besuki. Simon bekerja sangat keras. Bangun pukul 05.00, kembali ke rumah pukul 18.30. Di tengah suhu dingin, antara 10-20 °C, Simon merintis jalan beraspal dan setapak. Di tengah rasa penat ia bangun pukul 00.00 hingga pukul 03.00 untuk saat teduh. Praktis Simon hanya tidur 3-4 jam sehari.

Tidak Putus Asa

Namun niat baik tidak selamanya diterima, terutama karena dia seorang Kristen. Ia difitnah dengan isu kristenisasi. Tapi penggemar Riyani Jangkaru-mantan presenter acara Jejak Petualang sebuah stasiun televisi-tidak putus asa. Simon terus mendekati orang-orang yang berseberangan pendapat, menjelaskan maksudnya. Ia bergaul dengan siapa saja, dari pejabat hingga preman kampung. "Orang-orang tidak tahu maksud saya membangun jalan," ujarnya. Begitu masyarakat paham, Simon mendapat dukungan. Salah satunya dari instansi Perhutani. Kini hasilnya tampak. Orang bisa langsung ke Besuki dengan mobil atau motor, melewati jalanan beraspal mulus. Listrik dan air bersih juga telah masuk ke sana. "Masyarakat lebih gampang menjual hasil pertaniannya ke kota," kata Simon.

Kerja Belum Selesai

Simon hidup sederhana saja. Ke mana-mana nyeker. Untuk jarak jauh pengurus GBI Baithany Nongkojajar itu mengandalkan motor tuanya. Padahal jika mau, hasil sekali panen dari kebun sayur dan apelnya bisa memberinya sebuah mobil baru. Simon telah menjadi petani yang sukses. Tetapi bagi Simon kerja belum selesai. Ia kini sedang mengusahakan produk organik sayuran dan apel bermerek Citra Alami. Sebuah peternakan sapi juga sedang ia persiapkan.

"Ini milik Tuhan, saya cuma dipercaya untuk mengelola," ujar Simon merendah. Kesuksesannya pernah membawa seorang pengusaha Taiwan berguru cara bertani padanya selama 4 tahun! Mengenang kembali masa-masa sulit itu, Simon bersyukur kepada Tuhan. Dia jadi paham semua hal harus melewati proses. "Tanpa penderitaan, tidak ada kemuliaan," cetusnya bijaksana.

Sumber : bahana
Halaman :
1

Ikuti Kami