Pat Robertson akan menjelaskan bagaimana kita membelanjakan uang dan seberapa besar kita menilainya hingga hal itu pada akhirnya menentukan apakah kita sedang melayani Tuhan atau keinginan kita sendiri.
Uang bukanlah akar kejahatan. Alkitab mengatakan dalam 1 Timotius 6:10 : "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." Penggunaan uang dapat menjadi amat berfaedah. Uang dapat digunakan untuk membangun rumah yatim piatu dan rumah sakit, memberi makan si miskin, memberitakan kabar baik, membangun universitas, mendidik orang dalam kebenaran, untuk mendirikan rumah ibadah/ gereja, untuk memberitakan Injil. Butuh uang untuk mencetak kitab Suci, untuk mempublikasikan buku rohani dan untuk mengiklankan pertemuan pekabaran Injil. Tidak ada yang salah dengan yang namanya uang.
Pertanyaannya ialah untuk tujuan apakah uang itu digunakan? Apakah dipakai untuk kemuliaan nama Tuhan atau dipakai hanya untuk kesenangan? Apakah dipakai untuk kesombongan, mendukung pemerintah yang diktator dan membeli senjata yang pada akhirnya dipakai membunuh manusia, atau dipakai untuk tujuan yang lebih besar dan mulia?
Cinta akan uang adalah akar kejahatan, karena beberapa orang mencintai uang lebih daripada mereka mencintai Tuhan. Yesus mengatakan kita tidak dapat melayani Tuhan sekaligus Mamon (dewa kekayaan dan ketamakan yang salah). Matius 6:24 : "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Pencari upah harus mengumpulkan uang untuk tetap hidup. Kita menyebutnya "mengumpulkan kehidupan". Dalam kehidupan sosial masa kini, jika seorang lelaki tidak memiliki upah atau gaji maka dia dapat menghadapi kelaparan dan kematian. Suplai makanan menjauhkan dirinya dari ketakutan akan kematian akibat kelaparan. Belakangan, uang menjadi alat penukar untuk suplai makanan dan pakaian. Segera saja, mereka yang memiliki uang "lebih" lupa pada alasan mengapa mereka mengakumulasi begitu banyak kemakmuran. Pengejaran akan uang berakhir pada tujuan pribadi - status symbol - ukuran pencapaian. Pertanyaannya : "sampai berapa banyak uang itu cukup baginya?" Hampir selalu dihubungkan dengan uang - bukan lagi kemampuan musik, keahlian atletik atau kadar kerohanian seseorang.
Orang kaya mulai merasa lebih berkuasa terhadap mereka yang mengumpulkan uang hanya untuk hidup. Dia dapat menikmati kehidupan mewah yang tidak tersedia di antara orang-orang rata-rata kebanyakan. Dia juga diberikan kekuasaan yang besar dan dapat menggunakan uangnya untuk mengendalikan dan mendominasi orang lain. Uang telah menjadi begitu penting dimana para pria akan bersedia menipu, berbohong, menyuap, memfitnah dan membunuh untuk mendapatkan uang itu. Cinta akan uang pada akhirnya menjadi berhala. Inilah mengapa Paulus mengatakan : Cinta akan uang adalah akar segala kejahatan.
Sumber : Pat Robertson - CBN