Dalam bukunya yang terkenal, Ordering Your Private World, Gordon MacDonald membandingkan kata "digerakkan" (driven) dan "terpanggil" (called). Kata "digerakkan" identik dengan motif negatif atau egois, sedangkan kata "terpanggil" identik dengan panggilan Tuhan. Ia menyatakan bahwa seharusnya menjadi "terpanggil" lah yang mendasari motivasi kita. Ia menjelaskan juga bahwa hanya dengan menyerah kepada panggilan Tuhan kehidupan kita akan damai.
Dalam pengalaman hidup dan pelayanan, saya penah mengalami baik situasi "terpanggil" maupun "digerakkan." Saya percaya ada sisi positif dari situasi "digerakkan" - Yesus digerakkan oleh Roh Kudus ke padang belantara untuk dicobai (Markus 1:12). Tetapi, ada juga sisi negatif yang berasal dari situasi "digerakkan", yaitu oleh keinginan diri sendiri, nafsu, ketakutan atau kompetisi.
Pengajar Alkitab, Dudley Hall menceritakan kisah panggilan Yesus terhadap Petrus. Ia menjelaskan bahwa Yesus tidak pernah bertanya apakah Petrus mengasihi domba-domba-Nya atau secara khusus memperhatikan domba-domba-Nya. Yesus bertanya pada Petrus, "Apakah engkau mengasihi Aku?"
Dengan demikian, kasih terhadap Yesus lah yang seharusnya menjadi motivasi kita untuk melayani Tuhan dan gereja. Saya ingin "terpanggil" - dan dengan demikian saya pun akan "digerakkan". Saya ingin mengalami hal itu oleh dorongan Roh Kudus dan bukan karena ketakutan, ambisi pribadi atau motivasi saya.
Berikut ini adalah sebuah perbandingan dalam Perjanjian Baru yang ingin saya tunjukkan untuk menjelaskan perbedaan antara "terpanggil" dan "digerakkan," yaitu perbandingan antara Yohanes dan Yudas.
Yudas, tidak diragukan adalah seorang yang "digerakkan". Alkitab berkata bahwa Yudas menjadi marah terhadap wanita yang menuangkan parfum mahal di kaki Yesus sebelum penyaliban-Nya. Karena kehidupannya hanya sekadar "digerakkan", Yudas mengeluh bahwa parfum tersebut dapat dijual dan uangnya diberikan kepada kaum miskin.
Dalam Yohanes 12:6, Roh Kudus menyingkapkan apa yang sebenarnya ada dalam hatinya, Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.
Injil Matius mengatakan bahwa setelah Yudas dan para murid lainnnya ditegur oleh Yesus karena mengkritik wanita dengan parfum mahal itu, Yudas pergi ke Imam Kepala dan mengajukan persepakatan keji untuk mengkhianati Yesus.
Sebelumnya, Yudas - seperti para murid lainnya - mengharapkan Yesus dapat menjadi pemimpin politik dan militer yang besar dan akan menggulingkan pemerintahan Romawi serta membangkitkan kembali bangsa Israel. Yesus secara keras menolak pemahaman tersebut. Ia berkata dengan terus terang kepada para murid bahwa Ia tidak akan membangkitkan revolusi seperti itu. Bahkan, sebenarnya Ia akan menyerahkan diri-Nya sendiri kepada Romawi untuk dihukum mati.
Hal ini mungkin membuat Yudas berpikir bahwa Yesus telah kehilangan akal-Nya. Penyangkalan ini mungkin telah menjadi pukulan bagi Yudas.
Selain itu, menurut Yudas Yesus juga sering melakukan hal yang bertentangan dengan yang lazim pada saat itu. Yudas kemudian merasa bahwa "kapal akan segera tenggelam". Karena itu, Yudas yang "digerakkan" ini mungkin menyimpulkan bahwa ia perlu menutupi kerugiannya akibat proses tersebut . Pemikiran ini diakibatkan karena Yudas termakan tipuan iblis, sehingga ia memilih berkhianat terhadap Pribadi yang telah mengasihi dan melayaninya selama tiga tahun. Dorongan keinginan pribadi Yudas dikombinasikan dengan pengaruh setan, akhirnya berakhir pada bunuh diri yang mengerikan yang dilakukan oleh tokoh tragis ini.
Berbeda dengan Yudas, kita juga melihat murid yang dikasihi Tuhan, Yohanes - penulis sebuah Injil, tiga surat dan Kitab Wahyu. Yohanes mempunyai pengaruh yang mendalam pada gereja - yang masih terasa sampai sekarang. Ia adalah manusia biasa, seperti kita semua. Yohanes pun pernah menunjukkan beberapa cela di masa awal perjalannya bersama Yesus. Ia pernah meminta agar ia dan saudaranya, Yakobus dapat duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus dalam kemuliaan di sorga kelak. Bahkan, ia pernah meminta agar Tuhan mencurahkan api surga bagi desa tempat orang tidak percaya.
Tetapi kemudian, kita melihat kekuatan karakternya yang terlihat saat ia tetap mengikuti Yesus sepanjang jalan menuju kematian-Nya ke Kalvari. Yohanes lah yang tinggal bersama Yesus, meskipun semua murid lainnya melarikan diri karena ketakutan. Yohanes membahayakan hidupnya sendiri dengan tetap tinggal bersama Teman dan Tuhannya.
Yohanes ada di taman pengadilan saat Petrus menyangkal Yesus. Yohanes juga yang menenangkan Maria di kaki salib dan ia diberi kepercayaan oleh untuk menjaga Maria.
Setelah hari Pantekosta, Yohanes menjadi salah satu rasul yang menjadi tumpuan gereja awal, bersama dengan Petrus, Yakobus dan Paulus. Itulah keajaiban kecil, berbeda dengan hidup yang "digerakkan" seperti Yudas yang berakhir pada tragedi, hari-hari akhir Yohanes yang "terpanggil" dipenuhi dengan Pewahyuan mulia sebagai titik puncak masa kembalinya Kristus.
Saya percaya bahwa hal ini sangat jelas. Berlaku egois dan "digerakkan" untuk pelayanan, posisi, kekuasaan dan prestis dapat menyebabkan kerusakan. Sedangkan, "terpanggil" oleh Tuhan dan melayani Dia dengan rendah hati berarti kita benar-benar dipimpin oleh Roh Tuhan.
Saat kita mati terhadap keinginan daging, digerakkan dan kemudian meminta Tuhan untuk hidup di dalam serta melalui kita, kita pun akan dimampukan untuk memenuhi tujuan kerajaan Tuhan dan tujuan hidup kita. Seperti Paulus yang "terpanggil" - yang tadinya Saulus yang "digerakkan" - kita dapat berkata, "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8). ("Yes, everything else is worthless when compared with the infinite value of knowing Christ Jesus my Lord. For his sake I have discarded everything else, counting it all as garbage, so that I could gain Christ..." [Phil. 3:8 NLT]).
Sumber: Craig von Buseck - cbn.com