Apa Yang Salah Dengan Kencan Penjangkauan?

Single / 13 December 2007

Kalangan Sendiri

Apa Yang Salah Dengan Kencan Penjangkauan?

Fifi Official Writer
6336
Semua dimulai dengan biasa saja. Musim liburan itu saya baru saja lulus dari universitas, sedang mencari pekerjaan, dan saya bertemu dengan pria ini. Kami mulai sering bertemu dan berbincang-bincang sebagai teman. Dia bilang dia sudah lahir baru, walaupun gaya hidupnya bertentangan dengan pengakuannya. Saya tidak mengkuatirkan tentang ketidakkonsistenannya itu karena kami hanya berteman. Namun, hubungan pertemanan kami lambat laun berubah menjadi lebih dari sekedar persahabatan.

Saya tahu saya tidak seharusnya berpacaran dengan dia karena gaya hidupnya. Saya tidak yakin dia adalah seorang Kristen. Namun meskipun begitu, saya pikir saya bisa membantunya dan memberi pengaruh yang baik padanya. Dia punya potensi untuk enjadi pemimpin yang hebat, jadi saya meyakinkan diri sendiri bahwa dia tertarik pada hal-hal rohani dan mau bertumbuh dewasa secara rohani. Saya berniat menjadikan itu kenyataan. Inilah yang memulai pengalaman saya melakukan kencan penjangkauan, yaitu menjalin hubungan atau berpacaran dengan seseorang yang bukan Kristen untuk membuatnya percaya kepada Yesus dan membantunya bertumbuh dewasa secara rohani. Lalu apa salahnya dengan kencan penjangkauan? Biarkan saya berbagi beberapa alasannya yang telah saya alami:

Kencan Penjangkauan Mempertaruhkan Hubungan Anda Dengan Tuhan

 "Tidak akan terjadi dengan saya!" begitu pikir saya. Saya masih pergi ke gereja, membaca Alkitab, dan berdoa. Tapi yang terjadi, sesungguhnya doa-doa saya lebih berfokus pada pertumbuhan rohani pacar saya daripada mencari kehendakNya dan menaatiNya. Saya mencari ayat-ayat yang akan membantu dia bertumbuh, tapi saya sepenuhnya mengabaikan 2Korintus 6:14, "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?".

"Ayat itu hanya berlaku untuk pernikahan. Kami tidak akan menikah, kami hanya berkencan..." begitu pembelaan diri saya. Namun apa yang saya alami hanya kekacauan. "Mengapa Tuhan tidak mengubah dia?" Tapi sepertinya doa-doa saya hanya mencapai langit-langit kamar dan memantul kembali. Saya frustasi. Bahkan saat membaca Alkitab pun saya tidak merasa damai sejahtera, walaupun saya mencari ayat-ayat yang dapat menentramkan hati saya. Saat saya mencoba untuk membicarakan hal-hal rohani dengan pacar saya, dia tidak pernah tertarik, dan dia mengubah topik. Saya berdoa lebih lagi untuk dia, namun bersamaan dengan itu saya semakin menjauh dari Tuhan.

Kencan Penjangkauan Mempertaruhkan Hubungan Anda Dengan Orang Lain

Saya selalu membela kehidupan keluarga pacar saya ("Dia seperti itu karena orang tuanya telah masing-masing bercerai 2 kali") dan gaya hidupnya ("Dia tidak minum di pesta-pesta itu, dia hanya menemui teman-temannya saja"). Saya berhenti bercerita tentang pacar saya kepada ibu dan saudara perempuan saya karena saya tidak mau mendengar kritik mereka terhadap dia ataupun hubungan kami. Saya berargumentasi dengan ayah dan saudara laki-laki saya tentang berpacaran dengan seseorang yang bukan Kristen, "Kami tidak akan menikah, jadi apa salahnya dengan itu?"

Saya merasa sendirian dan marah. Semakin keluarga saya bertanya-tanya tentang hubungan kami, semakin saya yakin bahwa saya harus membela pacar saya, dan semakin besar niat saya untuk mengubahnya. Saya ingin membuktikan bahwa mereka salah, dan saya ingin menunjukkan bahwa saya benar. "Mengapa mereka tidak mempercayai penilaian saya?" saya bertanya pada diri saya sendiri. "Mereka hanya tidak mengenalnya. Kalau saja mereka mau mengenalnya lebih dalam, mereka akan melihat potensi-potensinya.". Satu-satunya masalah saya adalah dia tidak pernah mau menemui keluarga saya. Dia kenal saudara perempuan saya (dan dia tidak menyukainya), dan dia pernah membicarakan tentang akan bertemu dengan orang tua saya, tapi begitu dia mempunyai waktu luang, di saat-saat terakhir dia selalu membatalkannya. Dia selalu mempunyai alasan, dan saya selalu ada di pihaknya.

Kencan Penjangkauan Mempertaruhkan Diri Anda Sendiri

Saya tidak berhubungan seks, mulai minum-minum, atau menghadiri pesta liar. Tapi lambat laun saya menurunkan standar saya untuk tipe-tipe pria idaman saya. Saya berpikir bahwa standar-standar saya tidak realistis dan terlalu tinggi, dan pria dengan level kerohanian yang dewasa itu tidak ada. Saya tahu pacar saya masih pergi ke pesta kadang-kadang, tapi saya membodohi diri saya sendiri dengan berpikir bahwa dia tidak benar-benar terlibat dengan hal-hal negatif yang terjadi di sana. Ketika dia mengabaikan telepon saya atau meninggalkan saya di depan umum, saya menyalahkan kehidupan keluarganya yang membuat dia menjadi seperti itu. Saya yakin saya bisa mengajarinya cara yang benar untuk memperlakukan seorang wanita. Saya membiarkan dia memperlakukan saya dengan tidak hormat karena saya tetap melihat kemungkinan akan menjadi apa dia nantinya, bukan siapa dia saat itu.

Saat dia berhenti ke gereja, saya menyalahkan hal-hal yang lain: mulai dari kelelahannya setelah olahraga sampai ketidaknyamanannya di dalam gereja saya. Saya tidak mengerti, dengan semua potensi yang dia miliki, dia pasti bisa menjadi pemimpin rohani yang hebat, mengapa dia terus hidup seperti itu? Saya yakin bahwa dengan berkencan dengan saya, dia akan termotivasi untuk menjadi maksimal. Tentu saja hal itu tidak pernah terjadi dan perlahan saya mulai bisa melihat kebenarannya.

Jadi, bagaimana saya mulai menyadari bahwa kencan penjangkauan tidak akan berhasil? "...Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mzm 127:1). Ayat ini membantu saya menyadari bahwa kecuali Yesus adalah Tuhan dari hubungan kami, semua usaha saya untuk mengubah pacar saya sia-sia. Karena hubungan kami tidak berawal dari Tuhan, hubungan kami tidak mengarah kemana-mana. Meski saya melihat dia berpotensi untuk menjadi seorang pria Kristen yang dewasa, tapi dia tidak ingin berubah, dia tidak menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Saya tidak dapat menikahi dia dengan kondisi seperti itu, yang membuat kencan saya dengannya juga tidak berarti apa-apa.

Tidak mudah untuk putus, melepaskan orang yang saya anggap sangat berpotensi. Saya berharap bisa berkata bahwa dia akhirnya berubah setelah itu, tapi dia tidak berubah. Dia tetap berada di jalan yang sama, melakukan hal-hal yang sama, dan mempunyai kehidupan yang sama. Saya bersyukur Tuhan mengajar saya lewat hubungan itu, dan saya berharap anda dapat menjadikan pengalaman masa lalu saya sebagai pelajaran yang berharga untuk bersikap bijaksana dalam area ini.

Sumber : briomag
Halaman :
1

Ikuti Kami