Menikah Tanpa Anak

Marriage / 27 November 2007

Kalangan Sendiri

Menikah Tanpa Anak

prisca Official Writer
8801

Kehidupan seks dari pasangan yang tidak subur terkadang seperti masalah semua orang. Paling tidak itu pegalaman kami.

Sonya dan saya telah menikah selama lima tahun dan belum memiliki anak, dengan segera lampu merah orang-orang usil yang kami temui di gereja menyala.

"Tidak tahukah kamu kalau anak-anak itu hadiah dari Tuhan?" seorang pria bertanya.

Demi tahun-tahun dimana Sonya dan saya berdoa kepada Tuhan setiap hari untuk memberkati kami dengan seorang anak, kami sadar akan nilai itu.

"Sebaiknya kamu segera mulai!" komentar beberapa orang. Ini akan membawa kami ke percakapan mengenai bagaimana kami telah "mencoba" dan bagaimana Sonya belum juga hamil. "Yah..paling tidak kalian bersenang-senang ketika mencobanya, bukan begitu?" adalah suatu komen yang biasanya diucapkan berbarengan dengan kedipan.

Sedihnya, jutaan pasangan menderita kemandulan. Seringkali, kemandulan menjadi suatu hal yang mematikan bagi sebuah pernikahan, sebagaimana pasangan suami istri menghadapai kekecewaan bertahun-tahun dan menjadi saling melawan satu sama lain. Tapi tidak harus menjadi seperti itu. Melalui pengenalan akan kedaulatan Tuhan dan menitikberatkan pada doa serta membuat pernikahan, bukan kehamilan, sebagai prioritas nomer satu, kemandulan dapat membawa suami istri lebih dekat bukannya justru menghancurkan.

Kemandulan "yang tidak ada penjelasannya"

Pengalaman setiap pasangan mandul sangatlah unik, tetapi pengalaman kami unik bahkan diantara orang-orang yang bergumul dengan kemandulan, tidak ada yang salah pada diri kami. Bertahun-tahun, tak terhitung berapa kali spesialis kesuburan memeriksa Sonya. Saya pun telah diminta untuk memberikan "sampel" ke gelas kecil.

Setelah melewati itu semua, mereka tetap tidak punya penjelasan mengenai mengapa kami tidak bisa memiliki anak. Kami masih muda, Sonya berovulasi dengan normal dan tidak memiliki yang dapat menghalangi kehamilan, dan spermaku kualitas A. Tetap saja kami tidak bisa melakukan apa yang orang-orang dengan kehamilan "yang tidak diharapkan" lakukan : mengandung. Dengan muka datar, para ahli medis mendiagnosa kondisi kami: "kemandulan yang tidak ada penjelasannya." Jenius. Sekarang asaya mengerti kenapa iman saya bukan termasuk aliran Kristen science.

Grafik ovulasi yang kami letakkan di meja samping tempat tidur menjadi buti akan kondisi kami. Selama berbulan-bulan, Sonya menghitung hari, memprediksi siklus, memberikan isyarat pada saya untuk ke kamar pada saat tidak satupun dari kami ingin berada di sana. Kehidupan seks kami telah berubah dari hasrat yang spontan menjadi seks yang dingin sebagai usaha untuk mendapatkan anak, atau merasa putus asa karena kehilangan kesempatan untuk hamil.

Hanya membutuhkan beberapa bulan sebelum konflik karena memaksakan bercinta terjadi di pernikahan kami. Pola kami dalam "mencoba" mirip dengan yang pasangan lain yang ingin hamil lakukan. Sonya akan menghitung siklus ovulasinya, kemudian memerintahkan saya untuk bercinta sesering mungkin. Melakukan seks berulang-ulang adalah fantasi nomer satu saya pada saat berumur 16 tahun, tetapi saya telah menikmati seks spontan sebagai pria yang telah menikah, dan sekarang dia menyuruh saya untuk melakukannya lagi dan lagi dan lagi? Awalnya sih bergairah, tapi tidak untuk kelimapuluh kalinya.

Bila sebuah kesempatan saya lewatkan tanpa melakukan kewajiban saya sebagai pria, Sonya akan stress, saja frustasi dan kami akan berantem. Tentu saja saya ingin melakukan bagian saya supaya dia hamil, tapi rasanya salah jika mengorbankan kesehatan kehidupan percintaan kami demi bertaruh untuk seorang anak yang mungkin tidak akan pernah datang. Pada waktunya, kami menemukan bahwa kami berdua adalah akar dari masalah kami, Sonya memikul beban bahwa dia mengetahui kapan dia sedang ovulasi, dan saya memikul beban melakukan seks.

Mengidolakan kehamilan?

Seks yang tidak spontan selama bertahun-tahun membawa mereka diambang perceraian, Brian menceritakannya pada saya. Hal tersebut merusak keintiman mereka yang masih dalam proses pemulihan selama hampir 5 tahun.

Melalui Brian dan Stacey, kami belajar kami tidak mungkin membahayakan pernikahan kami dengan terus melakukan "percobaan" seperti yang telah kami lakukan. Kami harus menaruh pernikahan pada prioritas yang lebih tinggi daripada bayi kami, walau lebih mudah untuk mengatakannya daripada melakukannya.

Beberapa orang Kristen menekankan bahwa anak adalah hadiah dari Tuhan sehingga kita dengan mudahnya lupa bahwa anak-anak memang hadiah. Anak-anak bukanlah hak yang harus kita dapatkan, dan mereka bukanlah sesuatu yang manusia dapat ciptakan hanya dengan "mencoba" untuk hamil. Saya kenal pasangan-pasangan yang sepertinya hanya dengan saling selalu hamil setiap mereka saling berpandangan dengan penuh nafsu, namun bahkan kehamilan seperti ini adalah kuasa Tuhan.

Sementara Sonya dan saya bergumul dengan kemandulan, kami harus mengingatkan diri kami bahwa Tuhan lebih memerintahkan kami untuk mengkomitmenkan hubungan kami, dan harapan kami akan keluarga kami, terhadap kedaulatan kehendakNya.

"Jangan minta, jangan bilang"

Sementara kami merubah pendekatan kami dari sekedar berusaha untuk hamil menjadi melindungi dan menjaga kehidupan seks kami.

Sonya menetapkan kebijakan "jangan minta, jangan bilang". Mungkin itu merupakan trik psikologis, tetapi Sonya, yang tahu kapan dia berovulasi, tidak mau mengatakannya pada saya, dia hanya menjadi "manja". Para lelaki tidak akan mengerti, jadi hak ini tidak akan sulit. Ketika Sonya mengajak saya ke kamar, saya tidak akan bertanya, tetapi saya hanya menikmati inisiatifnya saja. Dia tetap tidak hamil, tetapi kehidupan seks kami juga tidak menjadi rusak.

Sementara Tuhan melindungi Sonya dan saya dari konflik seksual berkepanjangan sehubungan dengan kemandulan, banyak pasangan lainnya yang berjuang lebih gigih.

Apa yang sedikit orang belajar adalah kebutuhan untuk lebih fokus pada cinta itu sendiri, jauh dari kamar tidur, dan kurangi fokus pada bercinta.

Kemandulan tidak harus menghancurkan sebuah pernikahan. Dan sementara mempengaruhi kita, kemandulan tidak menghancurkan.

Kemandulan selama 6 tahun sangatlah sulit, tapi dengan anugrah Tuhan pernikahan kami bertumbuh dan berkembang dalam keintiman kami denganNya.

Sumber : Marshall Allen, www.christianitytoday.com
Halaman :
1

Ikuti Kami