Peranan wanita yang melayani seringkali disalahartikan. Sebenarnya kita sendirilah (sebagai wanita) yang dapat menunjukkan kepada orang lain bahwa kita berhak untuk diperlakukan dengan hormat dan juga dihargai. Yesus datang ke dunia ini untuk melayani, namun Dia tidak terlepas dari identitasnya sebagai Anak Allah. Melayani tidak berarti posisi kita lebih rendah dari yang kita layani. Melayani juga tidak berarti mengorbankan semua kebutuhan kita sendiri, tapi melayani punya satu tujuan yang jelas, yaitu membawa orang lain mendekat kepada Tuhan. Bagaimana caranya agar kita dapat melayani keluarga kita dengan tepat?
Saat kita melakukan hal-hal untuk orang lain secara rutin (yang seharusnya bisa mereka lakukan untuk diri mereka sendiri), kita mengijinkan mereka untuk memperlakukan kita dengan sikap yang tidak meneladani Kristus.
Saat anak anda yang berusia 10 tahun pulang dari sekolah, menjatuhkan tasnya ke lantai, melempar jaketnya ke kursi, lalu bermain nintendo sementara anda membersihkan semuanya, anda mengajarkan dia untuk memperlakukan anda dengan tidak hormat. Anda sedang mengembangkan pola sikap yang egois yang akan sulit untuk diubah saat dia bertumbuh semakin dewasa. Ini bukan sikap melayani. Lalu, apakah ini berarti kita tidak seharusnya merapikan barang anak-anak yang berantakan atau merapikan pakaian suami? Tentu saja tidak. Tapi kita perlu menilai apa yang kita lakukan dan efeknya terhadap hubungan-hubungan kita. Jika orang bersikap egois, itu karena mereka diijinkan untuk sikap seperti itu. Sikap melayani seharusnya tidak menjadi penutup untuk keegoisan orang lain. Lebih buruknya, jika anggota keluarga kita tidak menghormati kita, bagaimana mungkin mereka berpikir bahwa kita punya saran-saran atau pendapat-pendapat yang bermanfaat? Bagaimana kita dapat menjadi teladan Kristus atau mendorong perilaku kerajaanNya jika mereka belajar untuk tidak menghargai kita?
Beban VS Tanggungan: Ketahuilah perbedaannya
Jika para suami dan anak-anak menghormati kita, maka penting untuk mengingat pelajaran dari Galatia 6. Di ayat 2, Paulus mendorong kita untuk "saling menanggung beban", namun di ayat 5, dia melanjutkan dengan berkata "tiap-tiap orang memikul tanggungannya sendiri". Apakah ini tidak konsisten? Jika anda melihat dari asal bahasa Yunani, kata "beban" dan "tanggungan" adalah berbeda.
"Tanggungan" adalah hal-hal yang sudah seharusnya dapat ditanggung oleh seseorang sehari-hari. Jika anda membawa semua tanggungan orang lain, anda tidak akan punya tenaga untuk menolong membawa beban-beban mereka. Dan jika suami dan anak-anak anda menjadi terbiasa untuk mengabaikan kelebihan tanggungan, tidak heran jika mereka juga kemudian mengabaikan beban yang sesekali itu. Dalam 1 Tesalonika 5:14, Paulus mengatakan pada kita untuk "tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah..." Yang perlu kita tegur adalah yang tidak tertib, mereka yang tidak membawa tanggungan mereka. Ketika orang gagal melakukan sesuatu yang memang sudah seharusnya untuk diri mereka sendiri, mereka mengharapkan orang lain yang melakukannya untuk mereka. Ini adalah tanda keegoisan, yang berlawanan dengan sikap melayani Kristus.
Banyak yang berdebat bahwa adalah hal yang salah jika wanita ingin dihormati atau jika mereka meminta hak-hak mereka.
Tapi bahkan Paulus, yang hidupnya adalah contoh hidup yang melayani, meminta hak-haknya sebagai warga Roma saat dia dilemparkan ke penjara (Kis 16:37). Dalam keluarga, akan sangat mudah bagi kita kehilangan kemampuan untuk bersaksi jika kita tidak dihormati. Hal ini juga akan merusak sisi psikologis kita, kemampuan anak kita untuk membentuk hubungan fungsional saat ini dan ketika mereka dewasa, serta pernikahan kita. Sementara kita ingin melindungi diri kita dan keluarga kita dari hal itu, masih ada garis yang dapat diseberangi. Apa perbedaan antara "beban" dan "tanggungan"? Dan bagaimana kita dapat memastikan bahwa kita sudah bersikap seperti yang seharusnya tanpa memulai pertengkaran hebat? Setiap keluarga akan menjawab pertanyaan ini dengan berbeda.
Jika anda tinggal di rumah dan suami bekerja di luar, dia tidak akan mampu melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak yang anda bisa. Ini bagian anda untuk membawa sebagian bebannya, mungkin dengan memasak sebagian besar makanan, mencuci pakaian, atau membersihkan rumah. Namun jika anda juga terus menerus mendapati baju dalamnya yang kotor tercecer di luar keranjang cucian, atau memasak makan malam untuknya ketika ternyata dia pulang terlambat dan sudah makan di luar (bahkan dia juga tidak menelpon), anda telah menerima terlalu banyak tanggungannya. Entah dia melakukannya dengan sadar atau tidak, dia sedang memperlakukan anda sebagai seseorang yang tidak layak untuk dihormati, dan ini mengecilkan nilai anda di matanya, seperti juga mengurangi nilainya di mata anda. Ini juga mengecilkan nilai anda di mata anak-anak anda, yang belajar bahwa tidak apa-apa untuk memanfaatkan mama.
Lakukan konfrontasi dengan suami anda mengenai hal ini, namun ingat untuk melakukannya dengan kasih, dan bukan untuk menuntut keadilan. Mungkin saat inilah kesempatan terbaik untuk menunjukkan sikap melayani. Tujuannya adalah untuk mengarahkan dia kepada Tuhan, bukan untuk menghakimi atau menghukum dia. Jika anda telah melalui saat yang sulit, mungkin akan lebih baik jika anda menunggu untuk mengkonfrontasi dia. Lagipula, Tuhan juga tidak mengkonfrontasi kita dengan semua kesalahan kita pada satu waktu, jadi tidak seharusnya kita melakukannya pada suami kita juga. Melakukan perubahan pada hal-hal kecil setiap hari, adalah sebuah langkah yang dapat kita perbuat saat ini untuk membangun sebuah rumah, dan sebuah pernikahan, yang dibangun atas dasar rasa hormat dan penghargaan.
Sumber : christianwomentoday