Shopping VS Suami

Marriage / 25 October 2007

Kalangan Sendiri

Shopping VS Suami

prisca Official Writer
6164

Kaki saya mulai mati rasa, lutut serasa mau copot dan betis saya keram. Saya mencoba mencari tepat beristirahat tapi tidak bisa ketemu juga. Saya nyaris tidak bisa merasa jari-jari kaki saya. Saya mulai menghalusinasikan kursi empuk dan saya serasa mau pingsan. Tiba-tiba sebuah suara terdengar ditelinga saya "Ah, kayak anak kecil kamu. Kita kan baru sejam muter-muter!"

Itu suara yang sangat saya kenal. Suara kejam yang memaksa saya ikut belanja. Itu suara istri saya!

Saya benci sekali jika haru ikut dia shopping. Kadang sih saya tidak keberatan, ya tapi jangan sering-sering dan harus dengan cara saya! Bukan dengan cara wanita. Pertama, shopping itu harus dengan tujuan. Jika belum tau apa yang mau dibeli dan apa yang benar-benar dibutuhkan, jangan pergi ke mal dulu! Dan yang paling aneh dari wanita ialah ketika mereka sampai di mal, tiba-tiba kebutuhan mereka menjadi sangat banyak. Dan lebih aneh lagi, mereka tidak kelelahan berada 4 jam atau bahkan lebih di mal sementara kaki saya serasa mau patah.

Jika saya yang pergi shopping, saya akan langsung pergi ke tempat barang yang saya butuhkan berada, memilih, membayar, membungkus, ke mobil, pulang tepat waktu sebelum final tinju di televisi dimulai. Tapi ini kenyataan yang harus saya hadapi. Saya punya istri yang mewajibkan saya untuk ikut dia belanja. Jalan sana, jalan sini, berhenti sana, berhenti sini, lihat sana, lihat sini,pilih sana, pilih sini. Jujur saya, semenjak menikah dan akhirnya harus bertanggung jawab atas acara shopping istri saya, shopping memang mulai menjadi masalah dalam pernikahan kami.

Tapi setelah saya pikir, ada sesuatu lain yang jadi masalah dalam pernikahan kami diluar shopping. Masalah itu ialah......keegoisan saya. Deskripsi saya diatas tentang shopping memang jelas menggambarkan betapa egoisnya saya.

Setelah dipikir, benar juga. Walau istri saya suka berjalan keliling mal selama minimal 3 jam, dia bukan tipe penghabis uang. Hasil dari shopping itu paling-paling hanya sebuah baju atau bahkan kadang tidak ada sama sekali. Ini juga yang unik dari mereka. Menghabiskan waktu lama untuk hanya melihat-lihat saja. Tapi saya benar-benar bersyukur. Banyak pria menikah yang mengeluh karena uang mereka habis hanya untuk memenuhi keinginan sang istri yang hobi menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak penting saat shopping. Istri saya selalu meminta ijin dulu untuk akhirnya membeli sesuatu dan kadang barang yang ia beli itu untuk suaminya, yaitu saya sendiri.

Dan kalau makin dipikir-pikir lagi, istri saya pun sering saya paksa menemani saya untuk berbagi hal-hal yang tidak ia suka. Nonton tinju misalnya. Dia benci tinju, tapi ia sering menemani saya nonton acara itu. Oh, betapa egoisnya saya. Saya selalu ingin semua hal dilakukan dengan cara saya dan saya selalu lupa semua pengorbanan yang terlebih dulu dilakukan istri saya pda diri saya. Padahal saya ingat sebuah ungkapan "perlakukan orang lain seperti anda ingin diperlakukan". Wah, saya benar-benar harus mulai berubah.

Apa salahnya belajar untuk mulai menikmati shopping bersama istri walau itu menyiksa saya? Berkorban untuk orang yang sangat kita cintai toh merupakan inti cinta itu sendiri. Banyak pasangan suami istri yang  kehilangan kemesraan hanya karena tidak mau melakukan pengorbanan untuk sesuatu yang sepertinya sepele seperti shopping. Padahal rela berjalan berjam-jam bersama dengannya pasti membuatnya bahagia.

Saya mau berubah untuk istri saya. Saya mau berhenti egois demi wanita yang sering juga menyampingkan keegoannya untuk saya. Saya mau mulai belajar menikmati apa yang ia nikmati. Saya mau berbagi. Saya ingin menikmati segalanya bersama istri saya tercinta, termasuk shopping. Mall, here I come!

Halaman :
1

Ikuti Kami