Sumber Kesaksian : Elia Seseorang yang mempunyai cacat pada dirinya, seringkali merasa tidak mempunyai arti dalam hidup ini. Saya bahkan pernah berkata, kalau memang Tuhan itu ada maka buktikan bahwa Tuhan itu ada buat saya. Saya protes, saya kecewa terhadap Tuhan. Mengapa saya harus hidup di dunia jika hanya untuk menderita. Saya hidup sebagai seorang penyandang cacat. Saya merasa tidak ada artinya, saya tidak tahu jadi apa nantinya. Saya merasa tidak mempunyai masa depan. Terkadang saya merasa lebih baik mati saja.
Elia begitu kecewa terhadap hidupnya. Akan tetapi apakah sesungguhnya dia terlahir cacat? ataukah karena kecerobohan manusia.
Kejadiannya begini. Ketika saya berumur tiga tahun, saya sakit panas. Waktu itu saya ingat sekali, saya baru bisa berjalan. Mungkin karena sering terjatuh, saya menjadi panas dan sering muntah. Saya ingat sekali waktu itu papi-mami saya sedang makan malam dan saya sedang minum obat sendiri. Saya sudah merasakan jantung saya berdetak cepat sekali. Kemudian saya bicara ke mami saya kalau jantung saya berdebar cepat.
Waktu siang saya dipindahkan ke ruang tamu. Di sana ada meja dan buah-buahan di atasnya. Saya ingin mengambil buah itu, waktu itu mami saya sedang menulis surat buat kakak saya. Mami saya tidak tahu ketika saya terjatuh. Mami saya panik, akan tetapi tidak dapat berbuat banyak. Saya baru di bawa ke rumah sakit sorenya karena harus menunggu papi pulang dari kantor dulu.
Ketika sampai di rumah sakit, kami bertemu dengan dokternya dengan membawa resep yang diberikan kepada saya. Ketika melihat resep tersebut, dokter tersebut mengaku salah. Rupanya dia lupa, takaran obat yang semestinya seperempat diberikan kepada saya satu. Akibatnya, seketika itu juga saya lumpuh seluruh badan. Saya seperti bayi lagi. Saya hanya bisa menggerakkan kepala dan berbicara saja, seluruh bagian badan saya benar-benar lumpuh.
Kedua orang tua Elia hanya bisa pasrah melihat kondisi anaknya. Mereka memutuskan untuk tidak menuntut dokter tersebut. Elia kemudian tumbuh sebagai gadis remaja yang sensitif.
Saya sering menangis melihat teman-teman saya. Mereka bisa berlari dan bermain dan saya tidak bisa seperti mereka. Saya juga sering mengalami ejekan, yang pada akhirnya membuat saya menjadi sangat sensitif dan gampang tersinggung. Sampai suatu titik, saya benar-benar kecewa dengan hidup saya ini.
Di suatu kesempatan, saya mengikuti sebuah retreat sekolah dan hidup saya berubah. Saya sangat takjub, mengapa Tuhan mau mati buat saya yang manusia saja tidak memandang sebelah mata. Tuhan memandang saya. Dia mau menderita dan mati di kayu salib untuk menebus dosa saya. Semua kebaikan Tuhan itu yang membuat sya berpengharapan dan tidak mau melepaskan Tuhan dalam kehidupan saya. Karena saya tidak dapat menemukan arti hidup ini selain di dalam Tuhan.
Sejak saat itu Elia mengalami proses pemulihan hari demi hari. Saya merasakan banyak kebaikan dari Tuhan dalam hidup saya. Buat saya dulu, mungkin cacat menjadi alasan saya untuk kecewa kepada Tuhan. Tetapi sekarang saya sungguh bersyukur kepada Tuhan. Kadang kala saya berjalan seperti tidak menggunakan tongkat. Saya tidak pernah merasa minder lagi. Saya merasa sama di hadapan Tuhan.
Kini Elia bekerja di sebuah lembaga pelayanan sebagai staff perpustakaan. Elia telah mengalami pemulihan dan menjalani kehidupannya dengan penuh sukacita dari Tuhan.
Bagi teman-teman yang mempunyai cacat atau kekurangan pada tubuhnya. Jangan merasa rendah diri atau tidak mempunyai arti dalam hidup ini. Karena ada satu pribadi yang bisa membuat hidup kita jauh lebih berarti, yaitu Yesus Kristus Tuhan. |