Buat kalangan tertentu, seni merajah tubuh (tato) memang masih dianggap tabu. Di mata mereka, paling tidak tato dipandang bercitra buruk: sarat kekerasan dan cenderung dekat dengan dunia kejahatan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini tato juga dipandang bagian dari ‘produk' kecantikan. Kaum penggemarnya pun makin meluas hingga ke kalangan selebriti, olahragawan, eksekutif muda, remaja, dan ibu-ibu rumah tangga.
Terutama bagi kalangan remaja, perkembangannya begitu pesat. Berdasarkan sebuah survei di Amerika Serikat yang dilakukan dua tahun lalu, sekitar 36% remaja (usia 14 tahun) di negeri itu, hampir dipastikan di tubuhnya ada rajahan tokoh-tokoh idola, bunga, serta berbagai ornamen lainnya.
Namun, di sisi lain, ada fenomena yang berbeda. Alih-alih populasi penggemarnya terus meningkat, arus balik dari kaum bertato pun tak kalah derasnya. Untuk soal yang terakhir itu, bisa disimak dari hasil survei terbaru pada akhir tahun lalu. Dalam survei tersebut diungkapkan bahwa dari sekitar 10 juta orang yang bertato, 50% di antaranya ternyata malah berniat menghilangkan rajahan itu. Banyak alasan yang dikemukakan mereka. Mulai dari sulit mencari pekerjaan hingga merasa bosan. Bahkan tak sedikit di antaranya yang menyatakan menyesal.
Jika dicermati lebih jauh, dari mereka yang menyesal, ternyata ada motif yang menarik. Kata mereka, tato juga berdampak buruk terhadap kesehatan. Salah satu contohnya, seperti yang dialami oleh Karl Fredrik Ljungberg, pesepak bola hebat yang kini bermain di Arsenal. Sudah sembilan tahun pria yang kini berusia 30 tahun ini bergabung di klub papan atas Liga Inggris itu. Tapi, kehebatannya mengocek bola di lapangan, nyaris tak pernah terlihat lagi, paling tidak, selama tiga tahun terakhir. Pasalnya, sejak saat itu, ia lebih sering duduk di bangku cadangan.
Ternyata sang pelatih Arsenal mempunyai alasan kuat untuk mengistirahatkan Ljungberg selama itu. Gara-garanya, pemain berkebangsaan Swedia ini kerap terserang sakit kepala (migren) secara tiba-tiba dan tanpa sebab. Celakanya pula, pusing di kepalanya itu bisa berlangsung selama dua minggu.
Tak kurang dari tim dokter yang menanganinya pun dibuat puyeng. Mereka membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk melacak penyakit sang idola. Semula, tim dokter menyangka bahwa pusing di kepala Ljungberg karena kanker. Tapi, setelah melalui proses pemeriksaan yang panjang, akhirnya (pada Mei 2005) ketahuan juga biang keroknya: karena racun yang berasal dari tinta tato di tubuhnya.
Layaknya kebanyakan selebriti dunia, begitu pula yang dilakukan Ljungberg. Ia merajah tubuhnya dengan dua gambar panther (macan kumbang), masing-masing di sisi kanan perut dan punggungnya. Menurut dokter yang memeriksanya, Ljungberg ternyata alergi dengan tinta tato. Dan alergi ini menimbulkan reaksi pada jaringan getah bening yang ada di pinggang, sehingga menyebabkan peradangan pada jaringan saraf. Saraf yang terganggu inilah yang ditenggarai memicu migren.
Kasus hampir serupa juga dialami oleh seorang remaja yang tinggal di Burlington, Vermont, Amerika. Bahkan efek buruk yang dirasakan oleh pemuda berusia 19 tahun ini lebih hebat lagi. Gara-gara rajahan di tubuhnya, ia divonis mengidap penyakit amat berbahaya dan belum ada obatnya, yakni systemic lupus erythematosus (Lupus). Menurut dokter yang menanganinya, ia bisa terjangkit Lupus karena tercemar virus yang berasal dari jarum tato.
Sejatinya pula, mereka yang gemar merajah tubuh memang berisiko tinggi terserang berbagai penyakit. Soalnya, merajah juga berarti melukai badan. "Dari luka inilah lazimnya banyak bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh," ujar Dr. Irma Bernadette Simbolon, dermatovenereulogist (dokter ahli kulit) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Bahkan rasa sakit itu telah dirasakan sejak awal, ketika jarum tato mulai menusuk-nusuk bagian tubuh yang dirajah. Kerap, luka yang ditimbulkannya pun mengakibatkan iritasi sehingga berpeluang terinfeksi. Jika begitu kejadiannya, si ‘korban' akan mengalami demam dengan suhu tinggi. Dengan kondisi selemah itu, niscaya tubuh semakin rentan terserang bibit penyakit.
Biaya Menghapusnya Sangat Mahal
Risiko lainnya adalah kemungkinan buruk yang ditimbulkan oleh jarum tato. Karena sering digunakan berkali-kali, sehingga berpeluang terkontaminasi bibit penyakit jadi lebih leluasa menular. Dan penularan jadi lebih efektif karena jarum kerap menusuk hingga ke pembuluh darah serta jaringan saraf. Agar aman, seharusnya setiap jarum dipastikan dalam keadaan steril dan hanya digunakan sekali saja.
Begitu pula halnya dengan tinta tato. Umumnya yang banyak beredar di pasaran, tinta itu dibuat dari bahan kimia yang patut dikelompokkan ke dalam unsur logam berat, seperti arsenik, mercury, perak, emas, dan bismuth, yang berbahaya buat kesehatan. Lain halnya dengan tinta tato yang biasa digunakan oleh sejumlah penduduk asli di pedalaman. Karena dibuat dari ramuan tumbuhan-tumbuhan, tinta itu cenderung lebih aman.
Dalam ilmu kedokteran, merajah tubuh didefinisikan sebagai tindakan sengaja yang berpotensi menimbulkan kelainan pada kulit. Selain karena tato, kelainan pada kulit juga bisa disebabkan oleh sengatan sinar matahari yang berlebihan, pengaruh obat-obatan, dan terkena bahan kimia. Dan prinsipnya, semakin luas permukaan tubuh yang ditato, maka akan semakin besar pula risiko gangguannya. "Jika gambar tatonya sudah mencapai setengah dari permukaan tubuh, besar kemungkinan tubuh orang tersebut sudah keracunan," kata Irma.
Boleh jadi karena didorong oleh kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan, menurut Irma, tren kalangan bertato yang berniat menghilangkan rajahan di tubuhnya belakangan ini cukup tinggi. Lihat saja mereka yang datang ke kliniknya. "Dalam sebulan, rata-rata saya menangani tiga pasien yang ingin menghilangkan gambar tatonya," ujar dokter yang juga menjadi staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Prinsipnya, untuk menghilangkan tato, lapisan kulit yang terajah harus dikelupas atau dibakar. Untuk itu, teknik terbaru yang paling diminati adalah dengan sinar laser (Q-switched laser), yang di Indonesia mulai dikenal sejak 1990. Keunggulan dari cara ini tidak akan menimbulkan rasa sakit. Hal itu memungkinkan karena sebelum dilakukan penyinaran, si pasien akan dibius lokal. Selain itu, hasilnya pun bisa maksimal, yakni gambar rajahan bisa dihilangkan secara tuntas.
Kalau saja ada kekurangannya, itu adalah biayanya yang tak sedikit. Untuk ukuran kebanyakan, biaya itu bahkan terbilang amat mahal. Hanya untuk menghilangkan tato seukuran kartu kredit, minimal dibutuhkan Rp 50 juta-masih jauh lebih mahal ketimbang ongkos untuk merajahnya yang berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Bayangkan, berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk menghilangkan rajahan yang ada di seluruh tubuh?
Biaya menghapus tato dengan teknik Q-switched bisa jadi mahal karena investasinya memang tergolong tinggi. Hanya untuk pengadaan peralatannya saja dibutuhkan modal sampai Rp 1 miliar.
Dengan tato, karena merasa lebih gagah atau cantik, memang bisa mendorong seseorang jadi tambah percaya diri. Tapi, jika mengingat efek buruknya, kegemaran yang satu ini jadi begitu menakutkan. Boro-boro bisa pamer keindahan, kita malah berisiko terjangkit penyakit berbahaya. Karena itu, masih berminat dirajah?
Sumber : majalahtrust.com