Serba Serbi Alergi

Solusi Sehat / 9 September 2007

Kalangan Sendiri

Serba Serbi Alergi

Fifi Official Writer
9818

Alergi kerap dianggap angin lalu. Padahal, persentase anak pengidap alergi amatlah besar. Komplikasi akibat alergi bisa mengganggu perkembangan fisik dan fungsi otak anak. Ada serangkaian tes yang bisa diambil untuk menentukan jenis alergi Si kecil. Berdasar penelitian Badan Kesehatan Dunia atau WHO, saat ini satu dari empat anak di dunia didiagnosa mengidap alergi. Yang jadi masalah, alergi pada anak tidak sesederhana yang kita ketahui. Alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali, mulai ujung rambut sampai ujung kaki, dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi.

Alergi, jelas dr. Widodo Judarwanto, SpA, dari Allergy Behaviour Clinic, merupakan suatu proses inflamasi (peradangan) yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat, melainkan juga proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan, dan pengontrol internal. Faktor genetik sangat berperan dalam "penularan" alergi. Maksudnya, jika kedua orangtua mengidap alergi, maka 60-80 persen anak kemungkinan mengidap alergi. Jika hanya salah satu orangtua yang mengidap, seorang anak kemungkinan 30-40 persen mengalami hal sama. Sementara jika ayah-ibunya tidak mengidap alergi, kemungkinan anak terkena alergi kira-kira 5-15 persen.

GEJALA MIRIP TBC

Gejala umum alergi mirip penyakit TBC. Misalnya, sering batuk, berat badan tidak bagus, makan susah, dan berkeringat di malam hari. "Akibatnya, sering terjadi overdiagnosis TBC. Artinya, minum obat jangka panjang padahal belum tentu menderita TBC," ujar Widodo.

Berikut gejala pada bayi yang sering dikaitkan dengan alergi :
- Kulit sensitif, sering timbul bintik atau bisul kemerahan, terutama di pipi, telinga dan daerah yang tertutup popok.
- Sering muntah/gumoh, kembung, cegukan, buang angin keras, sering rewel gelisah terutama malam hari.
- Lidah/mulut sering timbul putih, bibir kering.
- Napas berbunyi grok-grok, kadang disertai batuk ringan.
- Sesak pada bayi baru lahir.
- Bersin, hidung berbunyi, kotoran hidung banyak, kepala sering miring ke satu sisi karena salah satu sisi hidung buntu, sehingga berisiko kepala peyang.
- Mata berair atau timbul kotoran mata pada salah satu atau kedua sisi.
- Mudah kaget jika ada suara keras. Gerakan kaki, tangan, dan bibir sering gemetar, kejang.
- Sering mengalami problem minum ASI. Bayi sering menangis (karena perut tidak nyaman) seperti kehausan sehingga minum ASI berlebihan. Padahal, sering menangis belum tentu karena haus atau asupan ASI kurang.

Khusus pada anak penderita autis, alergi bisa memperburuk gejala autis. Tak bisa tidak, makanan untuk anak autis juga harus dikendalikan.
Anak sehat juga mengalami gangguan tetapi tak seberat dan seekstrim pada anak autis.

JADI LAMBAT BICARA
Alergi sering membuat beberapa anak sulit makan sehingga berat badan terganggu dan susah naik. "
Anak-anak jadi kekurangan vitamin, mineral, dan zat besi. Ciri-cirinya timbul setelah empat atau enam bulan. Nah, sering kali, orang tua baru menyadari hal ini setelah berat badan anaknya kurang setelah satu tahun," jelas Widodo.

Masih menurut Widodo, anak-anak yang sulit makan, 35 persen kemungkinan menderita alergi.
Anak-anak yang menderita alergi, daya tahan tubuhnya tidak bagus dan gampang terkena infeksi saluran pernafasan atas, infeksi berulang seperti panas, batuk, dan pilek. "Jika anak lain terkena batuk-pilek dua atau tiga bulan sekali, anak-anak yang memiliki alergi bisa setiap bulan sakit. Bahkan bisa sebulan dua kali. Anak-anak yang sering batuk pilek, lebih berisiko menderita amandel." Gawatnya, tambah Widodo, alergi dapat mengganggu fungsi otak sehingga sangat mengganggu perkembangan anak. Gangguan fungsi otak ini menimbulkan gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi dan emosi, keterlambatan bicara, hingga autisme.

Berikut di antaranya :
- Gerakan motorik berlebihan. Antara lain anak sering bergulung-gulung/mrnjtuhkan badan di kasur. Perilaku tomboy pada anak perempuan, seperti main bola dan memanjat pohon.
· Gangguan tidur malam. Seperti gelisah, berbicara, tertawa dan berteriak saat tidur, sulit tidur, malam sering terbangun, dan mimpi buruk.
· Agresivitas meningkat. Semisal sering memukul kepala sendiri atau orang lain, sering menggigit, mencubit, dan menjambak.
· Gangguan konsentrasi. Antara lain cepat bosan dalam mengerjakan suatu aktivitas kecuali menonton teve, main game, baca komik. Mengerjakan sesuatu tidak bisa lama, tidak teliti, pelupa, suka bengong tetapi anak tampak cerdas.
· Emosi tinggi (mudah marah, sering berteriak/mengamuk, keras kepala).
· Gangguan sensoris dan koordinasi motorik. Seperti jalan bolak-balik, duduk, terlambat berjalan, duduk dengan posisi huruf W, jalan jinjit.
· Gangguan oral motor. Seperti terlambat bicara, cadel, gagap, bicara terburu-buru, gangguan menelan-mengunyah.
· Impulsif. Antara lain banyak bicara, tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan orang lain.

 

TIGA CARA DIAGNOSA
Widodo mengatakan, tidak gampang mendiagnosis alergi makanan. Ada beberapa cara. Yang pertama, gold standard atau memastikan makanan penyebab alergi dengan memberi kapsul berisi sari makanan. Jika alergi, pemberiannya dihentikan. Namun cara ini rumit, relatif mahal, dan butuh waktu lama.

Cara kedua, dengan pemeriksaan kulit. Tingkat sensitivitas tes ini tinggi, namun kadar spesifikasinya (kekhususannya) rendah. "Dalam hal ini, tidak semua alergi terdeteksi. Kalaupun terdeteksi, tidak spesifik apa peyebabnya. Di kulit, yang terdeteksi adalah yang bereaksi cepat seperti debu atau udara, sementara makanan bereaksi lambat. Setelah makan, belum tentu langsung keluar gejala alergi," jelas Widodo.

Cara ketiga, dengan menunda. Yaitu menghindari semua makanan hingga semua gejala alergi hilang. Setelah gejalanya hilang, baru dicoba makanan satu per satu. Cara ini lebih mudah dilakukan.

Lebih jauh, ada sebagian masyarakat berpendapat, misalnya jika seorang anak alergi udang, ya, diberi udang terus agar kebal. "Itu ada betulnya karena akan membaik jika ia sudah beranjak dewasa. Meski kadang tidak bisa hilang sama sekali, alergi makanan akan berkurang secara bertahap di atas usia 2-7 tahun karena seiring bertambahnya usia, saluran pencernaannya makin membaik."

TIPS KURANGI KOMPLIKASI
Alergi dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan serta perkembangan anak, sekaligus meminimalkan komplikasi yang ditimbulkan. Risiko dan tanda-tanda alergi dapat diketahui sejak dalam kandungan. Caranya dengan memeriksa cairan ketuban. Tetapi cara ini susah karena berisiko dan hanya dilakukan untuk tujuan penelitian.

Menurut Widodo, parameter deteksi alergi belumlah jelas. "Namun, dari penelitian awal yang saya lakukan, ternyata gerakan bayi yang berlebihan di dalam perut, faktor risiko alergi pada anak, kemungkinan tinggi. Apalagi jika si ibu memiliki alergi. Jika ada gejala ini, kita minimalkan pasokan makanan dari ibunya, yang diduga menyebabkan alergi."

Apa saja makanan yang diduga jadi penyebab alergi? "Yang sering adalah seafood dan kacang tanah. Bila tidak diatasi sejak masih dalam kandungan, ada kemungkinan jika bayi lahir, sesak napas.
Anak-anak seperti ini juga berisiko terkena asma," tandas Widodo.

Untuk meminimalkan komplikasi yang ditimbulkan oleh alergi, Widodo menyarankan beberapa hal berikut:
* Perlu mengetahui berbagai gejala alergi pada anak.
* Memantau berat badan anak. Salah satunya dengan menggunakan grafik berat badan.
* Perlu mencermati gejala alergi pada orang dewasa.
Sumber : portalcbn
Halaman :
1

Ikuti Kami