BINTANG YANG TERUS BERSINAR

Entrepreneurship / 4 September 2007

Kalangan Sendiri

BINTANG YANG TERUS BERSINAR

albert Official Writer
9323

Kisah Ari Wibowo: Pria berdarah Indo Jawa-Jerman ini, lahir di Berlin, 26 Desember 1970, saat salju turun mewarnai suasana Natal di kotanya. Tidak lama setelah kelahirannya, Ari dan kakaknya, Ira, pindah dari kota Berlin ke sebuah kota kecil bernama Konstanz yang terletak di tepi danau Bodensee berbatasan dengan Swiss. Di kota inilah Ari menghabiskan masa kanak-kanaknya yang menjadi sumber inspirasi untuk kehidupannya kelak.

Sejak usia 7 tahun, Ari sudah tertarik dan senang mengamati film. Untuk kesenangannya ini, ia tak segan berangkat sendirian naik bis, hanya demi menonton di sebuah bioskop kecil di tengah
kota. Di usia itu, Ari kecil tak sekedar menikmati cerita atau gambar di layar lebar. Diam-diam ia mengamati dan menirukan tingkah polah akting para pemain film itu.


Sejak kecil, orangtuanya telah mengajarkan Ari untuk bertanggungjawab dan hidup mandiri. Jika Ari ingin nonton film tidak dengan begitu saja Ari bisa memperoleh uang untuk membeli tiket bioskop dari orangtuanya. Agar bisa selalu nonton film, Ari memutar otak untuk mendapatkan uang. Caranya dengan membawa anjing-anjing tetangganya JJS alias jalan-jalan sore, yang dikenal juga dengan istilah 'dog walker'.

Kebetulan ada
lima pasangan tetangga Ari di rumah tingkat itu, yang sehari-hari sibuk bekerja. Mereka punya anjing, tapi tak sempat mengajak anjingnya jalan-jalan. Jadilah Ari mengambil alih tugas itu hampir setiap sore setelah pulang dari sekolah. Setelah puas berkeliling selama dua jam, anjing-anjing tadi diantar Ari pulang ke rumah tuannya masing-masing. Untuk jerih payahnya, Ari mendapat upah antara 1 hingga 5 DM. Dari sini, Ari sudah mulai belajar untuk menghargai hasil keringat sendiri.

Setelah 10 tahun terbiasa dengan alam kehidupan Jerman, masakan Jerman, dan sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Jerman, Ari ikut orangtuanya menetap di
Jakarta, Indonesia. Tentu saja, saat itu Ari sama sekali tak bisa berbicara dengan bahasa ayahnya, bahasa Indonesia. Celakanya, baru sebulan di Jakarta, Ari langsung dimasukkan sekolah ke SD Tarakanita II di Kebayoran Baru, dimana ia langsung duduk di kelas 5.

Perlahan-lahan, Ari diperkenalkan ke dunia entertainment. Saat itu, Ari hendak menjemput kakaknya Ira Wibowo pulang dari latihan menari untuk sebuah pementasan di
Jakarta. Ari didatangi salah seorang penyelenggara pementasan tersebut. Orang tadi menawari Ari untuk ikut serta dalam sebuah peragaan busana. Ari diminta untuk memperagakan karya perancang dunia tersohor dari Perancis, Pierre Cardin, di Hotel Hilton Jakarta.

Saat itu usia Ari baru 17 tahun.Tak pernah ia membayangkan sebuah 'pintu' bakal terbuka untuknya memasuki dunia entertainment. Malah, ketika ia kerap menonton film-film bioskop, jangankan berangan-angan, merencanakan memasuki dunia seni pun tidak ada dalam rencana hidupnya.

Usia boleh masih remaja, tapi sejak mula Ari sudah memiliki 'prinsip' untuk memasuki gerbang dunia hiburan. Ia menyadari bahwa tawaran perdana ini dapat menjadi titik awal yang akan menentukan berhasil tidaknya langkah Ari berikutnya.Terbukti kemudian, setelah penampilan pertama itu, tawaran untuk pemotretan mengalir deras. Ari laris jadi peragawan, model foto, dan bintang iklan majalah.

Beberapa waktu kemudian, datang tawaran seorang produser untuk membintangi sebuah film layar lebar, Ari merasa seolah menemukan wadah untuk mengekspresikan diri di dunia seni. Karena baginya, hanya melalui media ini ia dapat menjajal kemampuannya untuk berakting. Tidak lagi hanya sekedar berpose di depan kamera foto. Ketulusan dan niat Ari sejak awal kali terjun ke dunia seni berbuah. Untuk tawaran pertama di tahun 1989 ini, Ari langsung kebagian peran utama sebagai Valen dalam film karya Bobby Sandy berjudul Valentine. Tak tanggung-tanggung, ia dipasangkan dengan pemain-pemain yang sudah mendapat tempat di hati remaja, seperti Sophia Latjuba, Dian Nitami, Karina Suwandi, dan Thomas Djorghi.

Bermain bersama artis-artis yang sudah memiliki nama dan tempat di hati penonton, diakui Ari telah memberikan dampak positif bagi kelancaran karier Ari selanjutnya. Sehingga, nama Ari ikut terlambungkan dan mulai digandrungi masyarakat. Dari film pertama, disusul dengan empat film berikutnya, ia telah mendapat tempat tersendiri di hati para penontonnya.

Keterlibatan Ari pada produksi acara televisi, terjadi ketikadunia perfilman Indonesia mengalami pukulan berat, akibat kalah bersaing dengan film-film impor yang mulai membanjiri gedung-gedung bioskop Indonesia. Sedangkan Ari berkeinginan untuk tetap mengembangkan dan mengasah kemampuan aktingnya. Hingga datanglah tawaran bermain di sinetron Keluarga Van Danoe. Di sini Ari memerankan anak manja dari orang tua Indo-Belanda yang kaya raya. Meski penonton menyukai penampilannya yang lucu, tapi Ari merasa peran tersebut bertolak belakang dengan image yang ingin dibangunnya.

Belakangan Ari malah menolak untuk tampil dalam film atau sinetron laga yang sarat dengan kekerasan. Alasannya, ia tak ingin memberi contoh kekerasan terutama pada anak-anak. "Orang dewasa mungkin tahu bahwa itu sekadar akting, tapi anak-anak?" sebutnya prihatin. Adik ipar Katon Bagaskara ini menuturkan pada dasarnya Tuhan sangat membenci kekerasan. "Lambat laun hati kecil saya nggak enak, kok ngasih contohnya nggak benar, kekerasan kan tidak harus dibalas dengan kekerasan," ulasnya.

Akting, seperti diakuinya, sudah menjadi bagian dari kehidupannya, meski ia menapaki sukses lewat catwalk. Bintangnya masih terus bersinar menerangi dunia sinetron, film dan relung hati sahabat dan penggemarnya. Meski hidupnya terbilang sudah mapan dan terkenal, Ari tetap ingat kepada pencipta-Nya. Seperti yang tercantum dalam websitenya, "Kebahagiaan tidak didasari oleh banyaknya harta yang kita miliki, melainkan oleh kekayaan hubungan kita dengan Tuhan dan orang-orang yang kita hargai dan cintai...", Ari mencoba menghidupinya hari demi hari.

Sumber : www.tokohindonesia.com
Halaman :
1

Ikuti Kami