Warga Papua Mendesak Digelarnya Referendum
Rosphyta Official Writer
Sekitar 100 orang yang mengatasnamakan Masyarakat Adat Papua berunjuk rasa di depan gedung tempat berlangsungnya Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua di Jayapura, Papua, Rabu (4/7). Selain menuntut Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar referendum, mereka juga meminta Undang-undang Otonomi Khusus Papua dicabut.
Untuk mengamankan aksi, Kepolisian Resor Kota Jayapura menurunkan tim Satuan Pengendali Massa. Menurut Kepala Polresta Jayapura Komisaris Besar Polisi Khadiran, aksi ini diluar agenda yang ditentukan panitia konferensi.
Tidak hanya di Jayapura, aksi serupa juga dilakukan ratusan mahasiswa asal Papua di Yogyakarta. Unjuk rasa langsung dihadang polisi yang meminta mereka melepaskan semua atribut dan lambang Bintang Kejora. Namun, permintaan tersebut ditolak. Mahasiswa memilih tidak melanjutkan aksi dan kembali ke depan asrama mahasiswa Papua.
Sementara itu, bertepatan dengan berbagai aksi tersebut, salah seorang anggota Kongres Amerika Serikat, Eni Faleomavaega, berkunjung ke Indonesia. Tokoh yang dulu kerap menyuarakan kemerdekaan bagi Papua ini bertemu dengan Komisi I DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono [baca: Eni Faleomavaega Menemui Tokoh Dewan Adat].
Kedatangan Eni ke Komisi Pertahanan DPR adalah untuk mendiskusikan kebijakan pemerintah Indonesia terhadap Papua. Setelah mendengarkan penjelasan dari anggota Dewan, Ketua Sub Bidang Komisi Asia Pasifik Kongres AS ini mengaku telah memahami kebijakan pemerintah dan mendukung Papua tetap tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Eni juga tidak membantah seruan yang dulu kerap dia sampaikan, yang menurutnya disebabkan kurangnya komitmen pemerintah Indonesia dalam memperlakukan Papua. "Tetapi kini saya percaya telah adanya penyelesaian yang baik. Pemerintah sudah mengesahkan undang-undang otonomi yang luas untuk Papua dan perwakilan sendiri dalam MRP. Dan saya kira ini menjadi batu penjuru yang baik untuk kebaikan Papua," tegas Eni.
Sebenarnya Eni berharap bisa berkunjung ke Papua untuk melihat langsung kondisi rakyat di sana dan menghadiri Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua yang tengah berlangsung. Tetapi niat itu urung dilakukan karena pemerintah Indonesia tidak memberikan izin.
Anggota Komisi I DPR asal Papua, Yorris Raweyai, mengaku kecewa atas pelarangan ini. Tetapi anggota Dewan lainnya mempunyai pendapat berbeda. Yusron Ihza Mahendra, misalnya, mendukung pelarangan tersebut karena ia belum yakin sepenuhnya dengan pernyataan Eni yang sekarang.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Papua hingga saat ini belum melakukan pengusutan pelaku pembentangan bendera Bintang Kejora pada saat pembukaan Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua, kemarin. Padahal, Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Polisi Max D. Aer kemarin menyatakan akan mengusut pihak-pihak yang terlibat karena bendera Organisasi Papua Merdeka merupakan simbol separatisme.
Tadi pagi polisi hanya merazia sejumlah kendaraan di beberapa titik rawan, seperti kawasan Taman Imbi di pusat Kota Jayapura. Operasi ini untuk mengantisipasi kemungkinan masuknya kelompok saparatis bersenjata ke kota tersebut. Sumber : Liputan6.com, Jayapura
Halaman :
1