BERTAHAN  SETELAH DIREMUKKAN

Entrepreneurship / 6 July 2007

Kalangan Sendiri

BERTAHAN SETELAH DIREMUKKAN

willem laoh Official Writer
14347
 Bagaikan burung rajawali yang terbang makin tinggi di tengah amukan badai, Edwin Soeryadjaya berhasil melakukan pembelian senilai US $100 juta atas Advance Interconnect Technology, sebuah pabrik pengepakan dan pemasangan mickrochip di Batam pada saat krisis ekonomi 1997 melumpuhkan ekonomi Indonesia. Padahal, ketika Astra harus lepas dari genggaman tangannya tahun 1993, Edwin benar-benar merasa diremukkan. Ia kehilangan pegangan hidup dan mengira dirinya sudah mati. Bagaimana Edwin bangkit lagi? Apa yang menjadi rahasia keberhasilan bisnisnya kini? Simak wawancara kami berikut ini dengan Edwin Soeryadjaya, Chairman of PT Saratoga Investama Sedaya :

 

"Kalau saya orang yang dikuasai uang, pada saat bisnis saya jatuh saya tentu sudah tak tahan mental"

 

Bisa diceritakan bagaimana Anda bangkit dari kegagalan bisnis?

Waktu kami kehilangan Astra, kami ibarat kehilangan pegangan hidup. Yang kami lakukan kami berikhtiar meminta kepada Tuhan lalu berkonsultasi dengan istri tentang apa yang harus kami lakukan. Istri memberi saran agar saya mencari apa yang saya butuhkan.

 

Sempat minta nasehat teman?

Tidak. Kami memang jatuh terpuruk. Ibaratnya, kami jatuh dari gedung yang sangat tinggi. Kami kira, kami sudah mati. Namun ternyata Tuhan mengangkat kami. Selama 3~4 bulan pertama (+/- dari bulan Februari 1993 s/d Juni '93), kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Lalu kami konsentrasi di bidang Telkom, dan Tuhan menganugerahi kami hadiah yang luar biasa besar! Pada dasarnya, hanya pengusaha besar saja yang bisa lolos pra-kualifikasi proyek tersebut, namun, Tuhan mengijinkan kami terpilih sebagai pemenang. Oktober 1995, kami dinyatakan sebagai salah satu pemenang di antara 5 pemenang yang mendapatkan konsesi untuk mengelola Telkom Regional. Dalam hal kami, kami mendapatkan hak pengelolaan di DivRe III, wilayah Jawa Barat, bermitra dengan AT&T, yaitu PT AriaWest International.

 

Apa nasehat Anda untuk mereka yang baru mau berbisnis?

Harus berani menanggung resiko. Untuk berbisnis, bukan tanpa resiko. Kita juga harus bisa mengukur sejauh mana resiko-resiko itu bisa kita tanggung.

 

Bagaimana dengan aksi simpan dollar?

Kalau sudah tak percaya pada rupiah, silakan simpan uang dalam dollar. Tidak dilarang koq tapi interest-nya juga kecil. Kalau saya, saya tidak berpikir ke situ. Masih banyak peluang koq! Jadi, mengapa mesti simpan banyak uang dalam dollar? 

 

Bagaimana dengan main valas?

Itu spekulasi. Bisa naik bisa turun. Tidak ada jaminan. Berbeda, kalau main valas untuk kebutuhan. Misalnya, kita mengimpor barang tertentu dan harus kita bayar dengan dollar dalam kurun waktu 3 bulan ke depan. Kalau kita kuatir nilai rupiah akan turun, ya kita beli valasnya sekarang. Memang di Alkitab tidak ada aturan yang melarang aksi spekulasi. Namun jangan kita beranggapan kalau segala sesuatu yang kita lakukan pasti untung. Jadi, kalau main valas untuk spekulasi atau mencari keuntungan, kita harus berani menanggung kerugiannya juga.  

 

Kalau orang minta tolong, apa kriteria Anda sebelum memutuskan menolongnya?

Saya tidak bisa mengeneralisasi. Saya banyak menolong orang dan tidak sedikit yang tidak mengembalikan. Tapi saya memang tidak mengharapkan imbalan dari orang yang saya tolong. Kriteria saya, kalau memang dengan apa yang saya lakukan orang itu akan terbantu dan bisa maju, dengan senang hati saya akan bantu sebatas kemampuan saya. Tapi jangan hanya beri-beri begitu saja. Bantulah agar ia bisa mandiri.   

 

Cara Anda me-manage hati supaya tidak dikuasai uang?

Kita harus minta hikmat dari Tuhan supaya diberi kekuatan untuk tidak mendewakan uang menjadi yang utama. Itu tidak boleh! Kalau hati saya memang dikuasai uang, pada saat bisnis saya collapse mestinya secara normal saya sudah tak tahan mental. Bagi saya, hanya kekuatan dari Tuhan yang bisa menjaga hati kita sehingga tidak dikuasai uang. (Sumber CBNI: Rosphyta, Nathanael)

 

 

Halaman :
1

Ikuti Kami