Menjadi anak emas dalam keluarga membuat Marko memperoleh semua yang diinginkannya. Semua kebutuhannya pasti dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Tetapi apakah itu menjadi kunci kesuksesan dalam hidupnya?
Marko Budiman sendiri lambat laun berpikir bahwa apa yang ia butuhkan untuk sukses dan berhasil hanyalah uang, pendidikan, dan lain sebagainya. Dan untuk anak seusianya, ia ingin untuk melihat dunia lain, keluar dari Indonesia. Dan seperti burung yang lepas dari sangkarnya, begitulah Marko. Dalam usia yang sangat muda dan tanpa pengawasan dari orang tua, ia menjalani masa muda di Amerika. Disitu ia mulai mengenal judi, pesta pora dan lain sebagainya.
Tahun 1998, Marko kembali dari Amerika. Ia mencoba mendirikan sebuah perusahaan di Indonesia. "Perusahaan saya sangat menguntungkan! Tapi dalam prosesnya, semua keuntungan itu saya pakai untuk foya-foya". Tidak tahan dengan keadaan itu, Marko memisahkan diri dari beberapa rekannya dan membuat perusahaan baru. Tapi di perusahaan yang baru ini, hal yang sama ternyata terjadi lagi. Dan dalam sekejap, bangkrut pulalah perusahaan itu. Dan karena sudah terbiasa dalam hidup mewah dan dalam posisi yang tinggi, punya usaha, punya pabrik, punya uang, dan punya segalanya, maka ketika Marko jatuh bangkrut, ia benar-benar terpukul.
"Buat saya, rasanya seperti neraka..."
Dalam kebangkrutan itu, Marko meminta bantuan modal kepada ayahnya berulang kali hingga pada suatu saat ayahnya menjadi curiga. Ayahnyapun segera melakukan penyelidikan sampai akhirnya ia mengetahui bahwa uang itu habis untuk foya-foya, bukan untuk modal. Hal itu membuat orang tua Marko sangat sakit hati, sehingga dalam keadaan terluka itu sang ayah mengeluarkan pernyataan yang pahit. Itu seperti jarum yang menusuk hati Marko.
"Kamu mau matipun di jalan, saya nggak mau lihat kamu lagi!!!!"
Mendengar kalimat itu, Marko berpikir dalam hatinya bahwa ia mau melakukan apa saja untuk membuktikan kepada orangtuanya bahwa ia bukan anak yang sia-sia. Ia bahkan berpikir bahwa menjual nyawa ke iblispun akan dia lakukan untuk membuktikan hal itu.
"Waktu itu saya pikir, kalau saya dagang narkoba, itu pasti akan menghasilkan uang yang banyak yang bisa saya pakai untuk jadi modal mendirikan usaha saya kembali...."
Dan Marko pun benar-benar melakukannya. Ia bukan hanya menjadi pengedar, tapi ia juga malah menjadi seorang pemakai yang lama kelamaan membuat hidupnya hancur.
"Saya merasa hidup ini sia-sia. Orang tua nggak perduli, keluarga tidak peduli, teman-teman terjebak dalam keadaan yang sama. Kepada siapa saya bisa teriak minta tolong? Saya merasa lebih baik saya mati........"
Dalam kebingungan karena tidak tahu harus menjerit kepada siapa, Marko melakukan percobaan bunuh diri.
Tapi ketika ia tengah mencoba melakukan itu, ia teringat perkataan temannya 17 tahun lalu ketika ia masih duduk di bangku SMA. Dan mulailah Marko menjerit kepada Tuhan.
"Tuhan Yesus!!! Saya tidak kenal Engkau. Tapi kata teman saya, Engkau bisa nolong saya. Saya orang berdosa, saya sampah masyarakat. Saat ini saya butuh pertolongan Tuhan...."
Cepat atau lambat, Firman yang pernah ditaburkan kepada seseorang memang pasti akan bertumbuh.
Tiga hari setelah peristiwa itu, Marko mengalami persitiwa aneh. Ia buang-buang air yang penuh dengan darah. Tapi anehnya, 3 hari buang air darah itu justru membuat tubuhnya menjadi sehat dan tidak ada lagi ketagihan terhadap narkoba. Dengan cara yang ajaib ia total disembuhkan oleh Tuhan. Namun setelah itu, untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yang telah menolongnya, tidaklah mudah. Ada harga yang harus dibayar. Ia mulai menjual barang-barang termasuk cincin kawinnya untuk makan sehari-hari. Tapi ia dan sang istri, Gita, malah merasakan kebaikan Tuhan ditengah keadaan itu. Tidak ada sungut-sungut, yang ada hanyalah kemesraan dan hubungan suami istri yang harmonis.
"Saya menegrti bahwa kekuatan itu datang dari Tuhan. Disaat yang sulit itu justru saya mengenal siapakah Yesus, Tuhan yang saya sembah itu..."
Akhirnya Tuhan mengembalikan kehidupannya lebih dari semula. Akan tetapi di puncak karirnya, Marko memutuskan untuk melayani Tuhan sepenuh waktu.
"Saya tidak akan pernah mungkn membalasnya karena kebaikan Tuhan itu melebihi hidup itu sendiri. Seorang yang berdosa dan diusir oleh masyarakat masih mau diampuni oleh Tuhan. Bahkan Tuhan masih mau memakainya untu pekerjaan-pekerjaan yang mulia. Ketika saya merenungkan kasih Tuhan ini, saya bangga memiliki Tuhan seperti Tuhan Yesus. Saya mau apa yang saya rasakan ini juga dirasakan oleh banyak orang...." |