The Full House
Fifi Official Writer
Cari tempat tinggal memang bukan perkara mudah. Apalagi bila Anda hidup di kota besar, seperti Jakarta yang sudah penuh sesak. Harga yang terlalu mahal atau lokasi yang ditawarkan kurang strategis, juga bisa mengurangi minat Anda. Kalau ini yang terjadi, menyewa rumah bersama para teman dan sahabat bisa jadi ide. Suasana seru dan ramai terlihat sangat menyenangkan. Apalagi biayanya tersa ringan karena ditanggung bersama. Tapi, cara ini tak menjamin bebasmasalah. Sebelum Anda sibuk mengepak barang, selidiki dulu lebih lanjut!
Berbagi tanggung jawabHidup bersama dengan orang lain berarti memberi banyak konsekuensi. Tanggung jawab pun perlu dipikul bersama-sama. Mulai dari hal kecil seperti mengunci pintu, mematikan lampu di malam hari, atau mencuci peralatan makan setelah dipakai. Meski kecil, tapi kalau tak dijalani dengan benar, tanggung jawab semacam ini bisa jadi masalah besar.
Urusan tagih-menagih adalah tanggung jawab lain yang juga harus dipikirkan. Siapa yang mau menanggung tagihan listrik atau telepon sendirian sementara penghuni lain juga memakainya? Biarpun ini kewajiban paling utama, tapi seringkali terlupa. Atau, mangkir saat ditagih dengan alasan kehabisan uang. Satu-dua kali, mungkin Anda masih mau menalangi. Tapi kalau terus-terusan? Bisa bikin sebal juga! Siapa yang tak jengkel atas pelepasan tanggung jawab seperti ini? Apakah harus ada perjanjian hitam di atas putih yang berlaku untuk seluruh penghuni.
Masalah seperti ini memang kerap terjadi. Sebetulnya, ini bukan masalah pelit. Tapi kalau dibiarkan lebih lama, kondisi bisa makin parah.
"Jangan ragu untuk bertindak tegas kepada teman yang mangkir". Selain itu, ada baiknya anda membuat perjanjian tertulis untuk berbagai masalah, misalnya keuangan, pekerjaan rumah atau tata krama.
Memisahkan masalah pribadiPersoalan ini juga kerap terjadi antar teman serumah: saking seringnya cerita di ruang tamu, masalah pribadi menjadi bahan diskusi bersama. Rasanya memang menyenangkan karena Anda merasa tak sendirian di dunia ini. Tapi, bukan berarti semuanya beres. Sumbangan ikatan emosional ini sering salah tempat. Bisa-bisa mereka ikut mengatur hidup Anda lewat berbagai komentar dan saran yang tidak diminta!
Masalah lain yang bisa terjadi dalam
"hidup bersama" juga termasuk dengan privacy peralatan mandi, perabotan masak dan segala macam yang sudah dikorbankan jadi milik bersama. Hanya ikut memakai sekali dua kali, bukan masalah. Namun, jika setiap kali sama saja dengan cari perkara.
Sebetulnya, solusinya sangat sederhana, simpan peralatan pribadi itu di kamar sendiri. Jangan ragu mengutarakan keberatannya pada orang tersebut atas kebiasaanya yang merugikan Anda. Tidak perlu takut dijuluki si kikir. Toh, lebih baik daripada pengeluaran Anda bertambah karena ulah teman bukan?
Ternyata masalah
privacy di Indonesia batasnya tidak jelas. Sebenarnya masuk kamar orang lain saja harus minta izin, apalagi memakai barang orang lain. Sekali lagi bikin persetujuan bersama tentang tata krama, seperti mengetuk pintu sebelum masuk kamar atau tidak boleh membuka surat orang lain.
"Privacy itu harus dijunjung tinggi". Konflik antar penghuniManusia memang tak lepas dari konflik, mulai dari kejadian-kejadian kecil yang dikumpulkan ‘daftar dosa' itu tapi akhirnya ‘menggunung'. Maka terjadilah antipati terhadap satu sama lain. Bukan tak mungkin, kalau adu argumen terjadi pada beberapa kesempatan. Bayangkan jika hal itu terjadi sepulang kantor? Pasti Anda makin pusing dibuatnya!
Di rumah orang tua sendiri pun kita sering berseteru ringan dengan anggota keluarga. Apalagi satu atap dengan orang yang kita kenal belum terlalu lama. Rasa-rasanya hal itu wajar saja. Yang paling penting bisa memberi rasa empati pada orang lain. Posisikan diri Anda jadi subyek itu. Anda pun bisa mengerti bagaimana perasaan orang itu. Saling menghargai dan bisa cari orang ketiga untuk menjadi penengah. Ingat pertemanan baik itu lebih berharga dari materi apa pun di dunia ini. Bisa Anda ungkapkan kekesalan Anda pada teman lewat note yang Anda selipkan di bawah pintu. Usahakan pilih kata yang tidak defensif, agar teman Anda mengerti dan merubah sikap lebih baik lagi.
"Jadikan konflik sebagai alat untuk memperkuat ikatan emosi atau ikatan psikologi". Setuju?
Halaman :
1