Pertengkaran Karena Anak

Parenting / 14 December 2005

Kalangan Sendiri

Pertengkaran Karena Anak

Fifi Official Writer
4104
Orang tua tentu ingin yang terbaik bagi anak-anaknya. Tapi bagaimana jadinya jika yang "terbaik"bagi anda berbeda dengan "terbaik" buat pasangan?

"Ahm..., ayo buka mulutnya!" tukas Brenda pada si satu tahun, Vino. "Ayo, Nak, ini enak, lho! Ayo, cepatlah, jangan menghindar lagi!" Kali ini Brenda tak hanya mengejar mulut si kecil, tetapi mulai menyodorkannya tepat di muka bibir yang terkatup rapat.
"Sudahlah, Ma, jangan dipaksa, biar ia bermain. Nanti kalau lapar pasti ia mau makan," ujar Herman, sang suami, mulai memprotes. "Papa, selalu begitu. Tidak benar ini. Anak harus belajar disiplin sejak dini. Sekali diberi kelonggaran dalam berdisiplin, ia sulit sekali belajar aturan," kali ini nada Brenda tak kalah tinggi. Pertengkaran pun tak terhindarkan.

Bagian dari Kehidupan Keluarga

Berbeda pendapat hal yang manusiawi. Tak jarang ini terjadi saat anda bersama pasangan mengarungi bahtera rumah tangga. Tetapi, ketika perbedaan pendapat dalam mengasuh anak terjadi, perlukah berkembang menjadi pertengkaran suami-istri? Menurut pengalaman dan pengamatan, psikolog dan konsultan keluarga asal Jerman, Hans Berwanger , perbedaan pendapat dan pertengkaran menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan keluarga muda. Apalagi dengan berbeda latar belakang pendidikan dan keluarga; pandangan, pendapat dan kecemasan setiap ayah dan ibu pasti berbeda-beda.

"Apabila ayah atau ibu memformulasi pandangan, pendapat dan kecemasan secara tidak tepat, maka harapan dan kebutuhan diri menjadi tertekan," jelas Hans. Kendati pertengkaran adalah bagian dari sebuah proses, tetapi, tentu saja, bertengkar di hadapan anak-anak kurang mendukung pendidikan nilai-nilai. Bayi dan balita membutuhkan aturan dan batasan-batasan yang jelas. Dengan begitu, ketika anda dan pasangan berdebat saat sedang mendisiplin si kecil, misalnya, ini hanya membentuk kepribadian anak yang penuh keragu-raguan.

Boleh berbeda, asal ...

Kenyataan bahwa ayah dan ibu punya pendapat berbeda adalah hal yang juga penting. Dengan mengamati perbedaan pendapat dalam membesarkannya, si kecil sekaligus belajar cara menyelesaikan persoalan. Apabila orang tua menempuh jalan damai maka tanpa sadar si kecil belajar secara konstruktif berhadapan dengan perbedaan pendapat.
Berikut ini beberapa kiat untuk pasangan muda yang kerap bertengkar gara-gara anak:

  • Hindari Penilaian
Seruan dan ujaran seperti, " Kamu tidak pernah suka kalau... ", " Seandainya kamu peduli... ", " Kamu tidak tahu apa-apa, coba kamu ada di posisi saya... " Kalimat seperti itu merupakan "pukulan KO" untuk upaya membahas perbedaan secara konstruktif. Seolah semua kesalahan ditimpakan pada lawan bicara. Berwanger menyarankan agar pasangan suami-istri memformulasikan harapan yang tersembunyi di balik tuduhan atau penilaian tersebut menjadi bentuk yang lebih to the point , yaitu yang menjelaskan harapan dan keinginan.

  • Sisihkan Waktu
Banyak konflik kecil berakhir menjadi pertengkaran suami-istri yang hebat karena pasangan muda kurang waktu untuk membahasnya satu persatu. Untuk itu, Berwanger menyarankan pasangan suami-istri menemukan waktu yang pas untuk membahas sesuatu yang penting. Terutama, semua yang berhubungan dengan pengelolaan rumah tangga.
"Tentukan sebuah waktu khusus, meskipun hanya satu jam, satu kali setiap minggu. Di momen yang tenang, biasanya hal-hal yang kurang menyenangkan dapat dibahas dalam suasana yang lebih menyenangkan dibandingkan di momen dengan jadwal yang padat," jelas Berwanger.

  • Cari Jalan Keluar
Dalam keseharian bersama anak terkadang tak ada kata "benar" atau "salah" sehingga, dalam praktek, mengasuh anak tidak harus mengikuti sebuah prinsip saja. Bisa saja prinsip yang selama ini kita anggap kurang baik adalah pendekatan yang pas untuk karakter si kecil. "Semacam sebuah eksperimen kecil dapat anda dan pasangan lakukan. Misalnya, dengan membiarkan satu minggu si kecil diasuh dengan prinsip ibu dan satu minggu berikutnya dengan gaya pola asuh ayah," saran Berwanger. Dari situ evaluasilah, mana cara yang paling pas untuk mengatur kehidupan bersama anak-anak.

  • Berkompromi
Berkompromi bukan berarti kalah dan membiarkan pasangan menang. Kompromi didasarkan pada rasa saling menghormati. Sebagai contoh, biasanya, ibu lebih hati-hati dibanding ayah, dan ketika suatu waktu ayah dan ibu berselisih pendapat tentang kegiatan outdoor si kecil, baik ayah maupun ibu harus saling menghormati pertimbangan masing-masing. Misalnya, ibu khawatir si kecil terjatuh dan cedera, maka ayah harus menghormati pertimbangan ini. Demikian pula ketika ayah memutuskan mengajak si kecil berkegiatan outdoor dengan pengawasan dirinya, maka ibu sebaiknya menghargai kesediaan ayah mengawasi dan percaya bahwa ia mampu mendampinginya.

  • Gunakan Humor
Terkadang konflik serius dapat diatasi dengan cara yang sederhana, yaitu humor. Tentu saja dalam menggunakan cara ini anda juga harus sedikit mempelajari situasi. Tak semua situasi konflik dapat dihadapi dengan humor. Tetapi berdasarkan pengalaman di ruang praktek, Berwanger mengakui, terkadang sumber pertengkaran adalah karena masing-masing pihak memandang masalah terlalu serius.

"Seandainya sebuah masalah dilihat dari sudut pandang yang berbeda, mungkin persoalan menjadi lain. Mungkin anda hanya perlu tersenyum, bersikap santai dan persoalan selesai. Atau, lemparkan lelucon segar saat pasangan gusar hanya karena dirinya penat," saran Berwanger.
Halaman :
1

Ikuti Kami