Memilih Untuk Jadi Ibu

Parenting / 14 December 2005

Kalangan Sendiri

Memilih Untuk Jadi Ibu

Fifi Official Writer
4452
Sebagai seorang wanita yang mulai menjalani 3 peran, yaitu sebagai karyawan di kantor, istri, dan ibu di rumah, sangatlah berat waktu yang dijalani ketika hati dan pikiranpun terbagi-bagi. Akibatnya, lelah! Itulah sebabnya, mereka mulai berpikir, bagaimana jika 3 peran itu dikurangi saja menjadi 2, alias menjadi ibu rumah tangga saja. Istri dan ibu. Tinggalkan semua karir dan kesibukan, lalu menjadi full timer di rumah sendiri.

Mereka yang memilih untuk melakukannya biasanya didorong oleh satu pertanyaan: "apakah saya mau anak yang saya lahirkan itu dibesarkan oleh orang lain?". Dan ini benar! Sebuah sekolah pre-school anak melaporkan bagaimana perbedaan tingkah polah anak yang dibesarkan oleh ibu sendiri dan anak yang dibesarkan oleh pembantu. Mereka yang selalu puas oleh kasih dan perhatian orang tua biasanya tidak banyak menuntut perhatian dari guru dan anak lain. Sebaliknya, anak yang kurang kasih sayang akan selalu mencari perhatian orang lain dan melakukan yang ‘tidak-tidak'.

Jika sang suami ikut bekerja, maka pilihan menjadi ibu rumah tangga akan semakin baik. Karena uang masih terus mengalir, dan hidup anak andapun makin baik berkualitas. Coba pikir dari segi ini: jika si ibu pergi ke kantor, maka sebenarnya pengeluarannya juga banyak. Transportasi, makan siang di luar, beli baju dan make up kerja, biaya pergaulan dengan teman-teman, dll. Justru kalau ini dikalkulasikan, gaji si ibu bisa-bisa hanya tersisa sangat sedikit.

Namun memang tidak bisa disangkal bahwa jika penghasilan dua orang kini hanya menjadi satu karena sang ibu berhenti, yang pertama dilakukan ialah menyesuaikan semua pengeluaran. Dengan hanya gaji sang suami dan bunga bank, mulailah menghitung. Dari biaya listrik, pembantu, sampai makanan, semua bisa kok disesuaikan.

Selain kendala finansial, ada juga kendala emosi. Studi menunjukkan bahwa ibu yang tinggal di rumah jauh lebih bisa depresi ketimbang mereka yang sering beraktivitas diluar. Percaya dirinya sering jatuh dan hancur apalagi jika si anak di rumah tipe yang sangat ribut dan susah diatur. Kadang depresi juga bisa berasal dari seringnya kesepian dirumah sementara biasanya banyak teman dikantor. Hal-hal merepotkan yang tidak berkesudahan seperti mengganti popok dan membereskan rumah juga bisa menjadi penyebab.

Tapi jangan kuatir. Ini semua adalah bagian dari seni dan berkah menjadi orang tua. Semua ini harus benar-benar dinikmati setiap detiknya karena sangat berharga. Menjaga titipan Tuhan yang berasal dari rahim sendiri adalah pengalaman terindah yang setelah dijalani akan membuat kita bersyukur, merasa sangat beruntung, dan bahagia yang tak tergantikan sama sekali. Semua kepuasan batin itu akan otomatis menggeser kendala emosi.

Banyak juga cara mengatasinya. Menjalin pertemanan baru dengan ibu-ibu di puskesmas yang memiliki masalah yang sama misalnya, adalah cara untuk menggantikan kebiasaan bersosialisasi dikantor. Cari aktifitas untuk ibu dan bayi di gereja misalnya, juga pilihan yang baik. Membaca lebih banyak buku, dan hal-hal berguna lainnya juga bisa diselipkan ditengah kegiatan.

Dan ingat, berkorban pekerjaan demi anak dirumah adalah hal mulia yang bisa membawa kedekatan tak ternilai antara ibu dan anak. Tahukah anak adalah penerus bangsa? Jika ia dididik dengan salah, maka satu orang yang salah itu cukup untuk membawa pengaruh yang salah bagi dunia ini. Tapi jika ia dididik dengan baik karena sang ibu pernah melakukan pengorbanan itu, maka hal baik siap ditabur tahunan kedepan.

Jadilah ibu rumah tangga yang selalu dekat dengan Tuhan sehingga berakibat sukacita dan damai sejahtera. Jadilah ibu yang juga selalu punya waktu untuk sang suami dengan tetap memberi yang terbaik, menjaga komunikasi, dan menjaga penampilan sehingga keutuhan dan keharmonisan keluarga tetap terpelihara. Dan tentunya dengan memilih untuk tinggal di rumah untuk anak, tentulah sudah memenuhi kategori pertama untuk seorang ibu ideal.
Halaman :
1

Ikuti Kami