Ayah Adalah Standar Anak

Parenting / 13 December 2005

Kalangan Sendiri

Ayah Adalah Standar Anak

Fifi Official Writer
3993
Suatu hari anak seorang hamba Tuhan yang baru berumur sekitar 8 tahun bertanya kepada ayahnya : "Ayah, apakah suatu hari aku harus menjadi seperti ayah?". Maksudnya ialah apakah suatu hari nanti harus menjadi seorang hamba Tuhan seperti ayahnya.

Hal yang menarik dari pertanyaannya adalah kita dapat mengetahui bahwa anak hamba Tuhan tersebut merasa kalau ayahnya adalah seorang hamba Tuhan maka anaknya "mestinya" menjadi hamba Tuhan juga. Pertanyaan yang diajukan oleh anak hamba Tuhan tersebut adalah pertanyaan yang wajar, yang juga sering diajukan oleh anak-anak kecil lainnya. Bukankah kita juga sering mendengar sekelompok anak-anak kecil berbicara satu dengan yang lain, mereka saling berkata : "Aku akan menjadi insinyur seperti ayahku", termasuk juga ada anak yang berkata : "Aku akan menjadi supir bis seperti ayahku". Figur ayah bagi anak-anak tersebut adalah figur idola, figur sumber kekaguman, figur yang ingin ditiru. Seperti ayah mereka, seperti itulah juga mereka ingin menjadi apa kelak.

Dengan kata lain figur ayah mereka adalah figur standar bagi mereka. Figur ayah mereka adalah patokan bagi mereka. Seorang anak membutuhkan seorang figur sebagai patokan bagi arah hidup mereka. Baik patokan untuk hidup jasmani sehari-hari, maupun juga standar bagi kehidupan rohani mereka. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa anak adalah cermin dari orang tuanya. Bila kita sering jengkel kepada anak kita karena sering bangun kesiangan sehingga sering terlambat masuk sekolah, coba kita periksa diri kita, jangan heran kalau apabila kita akan menemui hal yang sama. Apabila kita sering jengkel kepada anak kita karena kamarnya yang berantakan, cobalah kita periksa kamar kita, jangan heran apabila kita menemukan hal yang sama.

Jadi bagaimana cara memperbaiki anak kita?, agar dari sering terlambat menjadi tepat waktu, dari sering berantakan menjadi rapi?. Jawabannya kita sudah tahu : bahwa kita sebagai ayah, kitalah yang harus berubah lebih dahulu, sehingga kalau patokannya tepat waktu dan rapi, maka wajar kalau turunanya akan berkualitas sama. Itulah sebabnya Allah juga menyatakan diriNya sebagai Bapa kita. Karena Allah ingin agar kita semua menjadikan Dia sebagai figur standar bagi kehidupan kita. Apa yang Allah inginkan? adalah agar kita menjadi keturunan ilahi (Maleakhi 2:15). Allah mempunyai standar yang tinggi bagi anak-anakNya : mencapai kesempurnaan.

Ada kebenaran yang menarik diceritakan di Alkitab
Ketika Abram (namanya belum Abraham) berada di Mesir dan Firaun menanyakan tetang istrinya Sarai, Abram menjawab bahwa Sarai itu saudaranya, sehingga hampir saja istrinya diambil oleh Firaun seandainya Tuhan tidak menolongnya (Kejadian 12). Herannya Abraham (namanya sudah Abraham) masih mengulanginya lagi ketika Abimelekh raja Gerar menanyakan tentang istrinya. Sehingga sekali lagi Tuhan campur tangan langsung menolong keluarga Abraham (Kejadian 20). Karena ayahnya seperti ini, tidak heran kalau anaknya Ishak, melakukan hal yang sama (Kejadian 26). Bahkan perlu di jelaskan bahwa ketika Abraham melakukan kedua perbuatannya tersebut, Ishak belum lahir.

Kesimpulan apa yang dapat kita tarik? adalah bahwa kualitas seorang ayah akan terimpartasikan kepada anaknya. Jadi kualitas seorang ayah akan diturunkan kepada anaknya pertama melalui keteladanan yang ditunjukkannya kepada anaknya, dan yang kedua melalui impartasi rohani kepada anaknya. Pasti setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang baik. Untuk ini cara terbaik ialah bahwa kita sebagai orang tua harus terlebih dahulu menjadi baik.

Para bapak, bagi anak-anak kitalah figur dan standar mereka
Halaman :
1

Ikuti Kami