Keseimbangan Hidup

Parenting / 13 December 2005

Kalangan Sendiri

Keseimbangan Hidup

Fifi Official Writer
4122

Sebagai orang tua, kita acap kali mengatakan "ayo maju dan raihlah emas" atau "jangan pernah merasa puas di tempat kedua" kepada anak-anak kita. Kita menyekolahkan anak-anak kita pada berbagai jenjang pendidikan dan mengutus mereka ke dunia untuk menjadi "apa pun yang mereka bisa". Sayangnya, kita jarang mengambil waktu untuk mengajarkan pada mereka bagaimana hidup dengan benar, dari hari ke hari, bahkan jika itu berarti mereka makin jauh dari tujuan atau cita-cita mereka. Kita tak pernah mengatakan bagaimana bisa berbahagia hanya dengan menjadi orang biasa. Bukannya memberi kebahagiaan, kita justru merancang anak-anak mengalami hidup yang penuh dengan frustasi dan kekecewaan.

Mengapa bisa begitu? Menyaksikan Olympiade olahraga mengajari saya satu pelajaran indah tentang meraih medali emas. Setiap kali menyaksikan para atlit mencurahkan segenap hati mereka untuk memenangkan pertandingan, sesuatu menjadi sangat jelas - hanya beberapa orang yang akan mendapatkan medali emas. Faktanya, lebih banyak yang akan kalah daripada yang menang. Apakah yang akan terjadi pada mereka yang tidak berhasil?. Selama ini para atlet selalu diajar bahwa mereka bisa meraih cita-cita mereka jika saja mereka mencoba cukup keras. Tapi jika mereka gagal, apakah yang tersisa untuk mereka?

Baru-baru ini sebuah koran lokal menuliskan artikel tentang seorang perempuan muda yang untuk keempat atau kelima kalinya berjuang mendapatkan gelar terhormat Miss California. Dituliskan juga, perempuan muda itu sangat percaya bahwa kegigihan akan membuahkan hasil dan untuk itu ia rela mengeluarkan uang banyak. Untuk kontes kali ini ia telah membayar uang pendaftaran sebesar $3000, membeli gaun kontes, dan meminta nasehat konselor untuk bisa jadi pemenang serta menyiapkan cerita tentang perjalanannya menjadi Miss California. Sekali lagi ia gagal. Tahun lalu ia menjadi juara kedua tetapi tahun ini ia hanya masuk lima besar. Lalu, apakah hidupnya sebuah kegagalan karena ia tidak akan memakai mahkota?

Apakah yang telah kita lakukan dengan mengajar anak-anak kita untuk bermimpi besar dan untuk jangan pernah puas di tempat kedua?. Mungkin kita selalu bilang mereka adalah pecundang jika mereka gagal, dan mungkin kita telah mendidik mereka menjadi orang-orang yang egois. Bila kita selalu mendorong mereka menjadi CEO pada usia 35 tahun, tidakkah kita telah gagal untuk juga mengatakan bahwa engkau tidak dapat meraih semua yang engkau inginkan?. Pernikahan yang indah, hubungan yang baik dengan anak-anakmu, kehidupan ilahi-tidak akan terjadi- juga tidak jika semua yang kita inginkan semata-mata sukses di dalam pekerjaan, bidang olah raga tertentu, atau di dalam pengejaran apapun yang menghabiskan seluruh waktu, energi dan perhatian seseorang. Untuk meluruskan kekeliruan ini, dimanakah kita harus meminta nasihat?

Tuhan memberikannya bagi kita supaya kita tahu bagaimana menjalani hidup ini secara benar. Alkitab adalah buku yang berisi perintah-perintah Tuhan untuk manusia (Mazmur 32:8; 119:105). Jadi, sebagai orang-orang percaya kita harus mencari pertolongan yang kita butuhkan di sana. Di dalam Alkitab, Tuhan mengatakan kita harus mempraktekkan kesederhanaan dalam hidup sehari-hari (1 Korintus 9:25); dan bahwa latihan fisik hanya memberi sedikit manfaat (1 Timotius 4:8); dan bahwa hubungan keluarga adalah prioritas utama (1 Timotius 3:1-5). Itu artinya, Sang Pencipta tidak merancang kita untuk "mati-matian" dalam cara kita hidup. Maksudnya, kita harus menjadi orang yang seimbang.

Di Taman Eden, hal yang pertama-tama Tuhan ciptakan adalah lembaga pernikahan. Ia membawa seorang wanita kepada seorang laki-laki dan memerintahkan mereka untuk menjadi satu. Kemudian ia menyuruh mereka untuk beranak-cucu-punya anak-banyak. Tuhan juga berkata mereka harus memelihara dan mengusahakan taman (Kejadian 2:15). Mereka harus menjaga apa yang telah Tuhan berikan kepada mereka, dimana Tuhan telah tempatkan mereka. Tidak dikatakan, Tuhan menyerahkan seperangkat anting-anting kepada Adam dan Hawa. Pernikahan, anak-anak, pemeliharaan dan pengusahaan-semuanya adalah keseimbangan hidup yang Tuhan persiapkan untuk manusia. Prioritas-prioritas Tuhan untuk hidup kita yaitu meraih kebahagiaan keluarga dan membangun karakter dalam diri setiap orang. Hukum yang terutama-mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama-berada di urutan paling atas.

Karena manusia telah meninggalkan taman, manusia berusaha menyusun prioritas-prioritas hidupnya sendiri. Bukannya memberi perhatian pada keseimbangan hidup yang Tuhan tetapkan, kita mengajarkan dan memuja tipe orang yang mengorbankan keluarga, teman-teman, dan kesehatannya demi menggapai kemenangan tertentu. Berhentilah memuja orang-orang yang menjadi pahlawan di bidang olahraga, politik dan sosial. Pikirkanlah berapa banyak masalah dan kegagalan mengerikan terjadi dalam hidup pribadi mereka, yang sebenarnya menyakitkan hati bila kita mengetahui kenyataan hidup mereka sehari-hari. Namun, karena mereka adalah orang-orang yang berhasil mencapai kesuksesan tertentu, kita kerap memakai mereka sebagai contoh untuk diikuti bagi anak-anak kita.

Lain kali jika Anda berbicara kepada anak-anak Anda tentang masa depan mereka, cobalah memberi mereka gambaran yang lebih nyata. Katakan, adalah baik bekerja dengan giat dan sukses, dan adalah baik meraih pendidikan yang lebih tinggi saat mereka harus memilih pekerjaan, dan adalah baik menikmati aktivitas fisik yang menantang; tetapi katakanlah juga kepada mereka bahwa ada hal yang jauh lebih mulia dan berarti dalam hidup ini daripada sekedar memenangkan medali emas, yaitu meraih keseimbangan hidup yang Tuhan telah rancangkan untuk kita.

Halaman :
1

Ikuti Kami