Pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:16)
Li Pai adalah seorang bocah yang suka bermalas-malasan dalam belajar. Ia lebih senang bermain-main daripada menghabiskan waktunya untuk membaca atau menulis. Suatu hari, saat gurunya tidak masuk, Li Pai keluar dari kelas dan pergi bermain-main di tepi sungai. Ketika hendak menangkap ikan, ia melihat seorang nenek sedang memusatkan perhatiannya pada sebatang besi yang diasahnya di atas sebuah batu. Selama setengah hari, Li Pai memperhatikan nenek tersebut bekerja namun si nenek tetap saja mengasah batang besi tersebut. Li Pai menjadi sangat bingung. Penuh rasa penasaran, Li Pai pun bertanya, "Nenek sedang apa?"
Nenek yang sudah tua itu pun menjawab, "Saya sedang mengasah sebuah jarum untuk menyulam." "Mengasah jarum? Batang besi sedemikian besarnya, mau diasah sampai kapan?" kata Li Pai penuh rasa heran. "Benar, nak!" ujar nenek sambil mengangkat kepala dan memandang Li Pai, "walaupun batang besi ini besar, namun jika terus diasah akan menjadi semakin kecil. Asalkan saya tidak berhenti mengasah, batang besi ini pasti akan menjadi jarum." Mendengar itu, terbukalah mata hati Li Pai. Ia menjadi sadar betapa seringnya ia membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna. Saat itu juga ia mengambil komitmen untuk lebih tekun dalam belajar. Puluhan tahun kemudian ia pun dikenal sebagai seorang penyair besar.
Cerita tentang Li Pai ini seakan hendak "menyindir" begitu banyak umat manusia di muka bumi ini. Bagaimana tidak, terlalu sering kita menghabis-habiskan waktu dan energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif. Mulai dari sekadar tidur berlama-lama, melamun hingga berjalan-jalan tanpa tujuan yang pasti. Sebagian orang barangkali menyadari kesia-siaan tersebut namun tampaknya sebagian besar sama sekali tidak menyadarinya.
Salah satu aset berharga demi meraih kesuksesan hidup adalah waktu yang diberikan Tuhan kepada manusia. Selama kita masih hidup, kita selalu punya peluang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Saya rasa, Tuhan sangat adil karena semua manusia diberikan waktu 24 jam sehari. Bukankah tidak ada manusia yang diberikan waktu 23,5 jam sehari atau 25 jam sehari? Semua diberikan waktu yang sama namun bagaimana kita memanfaatkannya sepenuhnya tergantung kita.
Dalam berbagai seminar dan training saya selalu menegaskan bahwa salah satu hal mencolok yang membedakan orang sukses dan orang gagal adalah bagaimana mereka mengisi waktu mereka. Ketika orang-orang gagal sedang duduk sambil ongkang-ongkang kaki, orang-orang sukses telah memulai menabur dan bekerja keras. Itulah sebabnya ketika orang-orang sukses menuai, orang-orang gagal hanya bisa gigit jari, bahkan terkadang merasa iri.
Ketika memberikan training di sebuah toko buku besar di Jakarta, saya bertanya kepada para staf berapa banyak waktu yang mereka luangkan setiap hari untuk membaca. Anehnya, sebagian besar menjawab sama sekali tidak pernah. Alasannya sangat sederhana: tidak punya waktu. Kemudian saya balik bertanya, setiap hari berapa jam yang mereka habiskan di atas kendaraan umum untuk pulang pergi kerja. Umumnya menjawab satu hingga dua jam. "Nah, mengapa satu sampai dua jam itu tidak diluangkan untuk membaca?" tanya saya. Jika kita tahu mana yang penting dan merupakan prioritas maka kita lebih terdorong untuk melakukannya secara serius. Jika tidak, kita cenderung diombang-ambingkan oleh kehidupan dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.
Seorang sahabat pernah memberikan saya sebuah puisi berjudul Pentingnya Waktu. Berikut kutipannya: "Untuk mengetahui nilai satu tahun, tanyakanlah kepada siswa yang gagal ujian akhir. Untuk mengetahui nilai satu bulan, tanyakanlah kepada ibu yang melahirkan bayi prematur. Untuk mengetahui nilai satu minggu, tanyakanlah kepada seorang editor surat kabar mingguan. Untuk mengetahui nilai satu jam, tanyakanlah kepada sepasang kekasih yang menanti untuk bertemu. Untuk mengetahui nilai satu menit, tanyakanlah kepada seorang yang baru saja ketinggalan bis, kereta atau pesawat. Untuk mengetahui nilai satu detik, tanyakanlah kepada seorang yang selamat dari kecelakaan. Untuk mengetahui nilai satu milidetik, tanyakanlah kepada seorang yang meraih medali perak di Olimpiade."
Ya, waktu memang sangat penting. Tidaklah berlebihan jika ada orang yang selalu berdoa dan mengucap syukur atas waktu yang dikaruniakan Tuhan. "Terima kasih kasih Tuhan atas hari ini karena hamba-Mu masih Engkau perkenankan melakukan hal-hal berguna demi memuliakan nama-Mu di muka bumi ini," begitu doa seorang pemuda setiap bangun pagi. Menjelang tidur, ia pun berdoa, "Tuhan terima kasih atas hari ini. Terima kasih atas kesempatan yang telah Engkau karuniakan kepada hamba-Mu ini. Semoga apa yang aku lakukan hari ini sungguh berguna, tidak hanya bagi diriku tapi juga bagi sesamaku dan yang terpenting bagi kemuliaan nama-Mu. Barangkali aku memang belum bisa memanfaatkan waktuku secara maksimal. Semoga aku masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri esok hari. Amin."
Ijinkanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan nasihat dari seorang sahabat, "Seinci waktu adalah seinci emas tetapi kita tidak dapat membeli seinci waktu dengan seinci emas. Jadi, pergunakanlah waktumu sebaik-baiknya karena waktu yang telah lewat tidak akan pernah kembali lagi."
Artikel ini dikutip dari Buku Melangkah Maju di Masa Sulit (Stand Strong) karya Paulus Winarto, Penerbit Andi 2005.
Paulus Winarto adalah pemegang 2 Rekor Indonesia dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yakni sebagai pembicara seminar yang pertama kali berbicara dalam seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya diluncurkan di angkasa. Sejumlah bukunya masuk dalam kategori best seller nasional (First Step to be An Entrepreneur, Reach Your Maximum Potential dan The Leadership Wisdom). Ia dapat dihubungi melalui e-mail: [email protected]