Mendadak Terserang Stroke

Family / 15 January 2005

Kalangan Sendiri

Mendadak Terserang Stroke

Admin Spiritual Official Writer
8831

Sumber Kesaksian: Evi Nainggolan

Tiga orang gadis dari Indonesia menempati sebuah apartemen di luar negeri. Keceriaan memenuhi tempat tinggal mereka. Suara tawa, canda keceriaan mewarnai kehidupan sehari-hari. Karena jauh dari orang tua masing-masing, mereka jadi seperti saudara sendiri. Persaudaraan mereka begitu erat sekali. Satu sama lain saling membantu dalam banyak hal.

Disuatu pagi, seperti biasanya salah satu dari mereka menyiapkan memasak sarapan pagi. Bau harum memenuhi seisi ruangan. Saat makanan siap mereka menyebu sarapan pagi itu. Sarapan paginya diisi dengan obrolan-obrolan santai. Tiba-tiba Evi merasakan sesuatu terjadi pada pipinya. Bibirnya mendadak miring kesamping dan matanya terbuka lebar dan tak dapat berkedip lagi. Kedua temannya segera beranjak dari kursi mereka masing-masing. Awalnya mereka berpikir Evi hanya main-main. Akhirnya segera dibawa ke dokter. Dokter belum mau memberikan pengobatan apa-apa karena penyebabnya belum ditemukan. Akhirnya untuk melihat perkembangannya lebih jauh, Evi disuruh menunggu beberapa jam lagi. Karena lama menunggu Evi memutuskan untuk pulang keapartemennya.

Keceriaan pagi yang selama ini berubah agak hening karena keadaannya yang memprihatinkan. Banyak alasan untuk Evi menjadi takut dan khawatir. Tapi dua temannya selalu setia menghiburnya. Sikap mereka menjadi salah satu motivasinya untuk tetap ceria dan menghadapi kenyataan dengan tegar. Kegiatannya sepanjang siang diisinya dengan berdoa. Selalu ada kekuatan baru yang dialaminya setelah berdoa.

Suatu kali ia menghadiri sebuah pertemuan doa yang terdiri orang-orang Indonesia. Disitu ia tergerak untuk bersaksi bahwa ia pasti sembuh. Malam itu ia pulang dengan penantian yang sangat pasti. Orang-orang disekitarnya hanya dapat mengiyakan tanpa pengharapan, karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, hingga Evi bisa punya kepastian seperti itu.

Pagi itu semua berjalan seperti biasanya. Setelah teman-temannya pergi, ia kembali berdoa. Ketia ia sedang duduk-duduk si sebuah sofa. Ia merasakan seperti ada yang bergerak dipinya. Rasanya seperti ada benang yang ditarik dari pipinya. Perlahan-lahan berbarengan dengan itu pipinya mulai kembali normal, bibirnya kembali ke posisi semula. Evi senang sekali, sukacitanya tak dapat dilukiskan saat itu. Ia mulai tersenyum dengan lebar..., tersenyum dan tersenyum.

Sepulang dari kuliah kedua temannya seperti biasa mengetuk kamar Evi untuk menghiburnya. Waktu pintu kamar dibuka mereka terkejut dengan sambutan senyum yang luar biasa dari Evi. Mereka berdecak kagum melihat kondisinya. Perasaan kaget, bingung, terharu, keheranan.semua perasaan kagum terkumpul atas apa yang mereka saksikan. Seorang teman mulai menanyakan obat apa yang dimakan. Tapi Evi mengaku tidak maka obat apa-apa. Dia katakan bahwa ia hanya berdoa.

Besoknya Evi kembali ke pertemuan doa yang pernah didatanginya, senyum yang luarbiasa pertama kali ia berikan kepaad setiap orang yang ditemuinya disana. Kemudian ia mulai menceritakan bahwa kuasa Tuhan yang menyembuhkannya. Sampai saat ini tidak ada tanda-tanda ia pernah mengalami hal itu.

Halaman :
1

Ikuti Kami