Pengalaman membeli jam tangan kayu dari luar negeri yang bahan dasarnya ternyata berasal dari Yogyakarta, Indonesia, berujung pada ide Lucky Danna Aria untuk membuat jam tangan kayu asli Indonesia.
Tidak berhenti di situ, Dino Patti Djalal, yang adalah mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat juga pernah menantang anak muda Indonesia yang concern terhadap wirausaha untuk membuat produk dalam negeri yang mampu bersaing di dunia internasional seperti jam kayu tersebut. Sehingga tekad untuk berwirausaha semakin mantap di benak Lucky.
Mantan Head of Marketing Communication sebuah perusahaan kue ini kemudian giat melakukan riset untuk menciptakan jam tangan yang terbuat dari kayu, di sepanjang tahun 2012. Tidak ada jalan mulus dalam merintis usaha, begitu pula yang dirasakan Lucky. Dia bahkan sempat disebut gila dengan idenya.
“Dulu waktu saya cari-cari orang yang bisa bikin jam tangan kayu, saya dibilang gila. Tapi saya berpikir lagi, pasti bisa, toh jam tangan kayu yang saya beli bisa dibuat,” ujar Lucky seperti yang dilansir dari Andriewongso.com.
Pria lulusan SMA Negeri di Bandung ini merintis perjalanan panjang bisnisnya mulai dari nol. Bermodalkan tabungan sebesar Rp 30 juta, Lucky berusaha melakukan berbagai riset selama kurang lebih setahun. “Selama satu tahun saya belajar bagaimana sebuah jam tangan bisa diproduksi dan diaplikasikan pada material yang waktu itu belum pernah dibuat,” demikian ujarnya.
Menggunakan kayu eboni Makassar dan maple dari Kanada, Lucky akhirnya mampu memproduksi jam tangan kayu. Matoa, adalah nama yang menjadi identitas produksinya. “Saya pilih Matoa karena sederhana dan mudah diingat. Selain itu, mengingat target pasar saya luar negeri, maka saya ingin brand saya tidak salah ucap oleh orang dari negara manapun. Dan juga jika orang dari negara lain mencari tahu tentang apa arti Matoa, maka yang keluar adalah Indonesia. Karena saya bermimpi punya produk yang Indonesia banget,” paparnya.
Tidak berhenti di situ, semua produk jam tangan kayu Matoa dirilis menggunakan nama pulau-pulau Indonesia. Hingga saat ini, sudah ada tujuh jenis produk jam tangan kayu dari Matoa, yakni Rote, Sumba, Gili, Moyo, Flores, Alor, dan Sumba.
Pada awal perintisannya, Matoa memang dipandang sebelah mata oleh pasar. Dengan brand baru dan bahan jam tangan yang berbeda dari normalnya, respon konsumen terbilang cukup pasif. Tidak putus asa, Lucky kemudian memutar otak agar produknya bisa dipercaya pasar. Dia kemudian memutuskan untuk memberikan asuransi ganti baru selama satu tahun kepada konsumennya, terkait kerusakan di bagian body jam tangan.
Dengan demikian secara bertahap produknya mulai mendapat tempat di kalangan konsumen. Bulan pertama dirilis, brand asal Bandung ini terjual hingga 100 unit. Tidak cepat berpuas hati, Lucky terus berinovasi untuk mengembangkan bisnisnya.
Salah satu daya tarik untuk bersaing dengan produk luar Negeri lain adalah Matoa diproduksi secara handmade. Sehingga nama Matoa semakin bersinar. Jam tangan kayu karya anak bangsa ini telah memproduksi sekitar 400-500 unit jam tangan setiap bulannya. Besarnya reaksi pasar, terkadang membuat Matoa kewalahan dan memasukkan konsumen dalam waiting list.
Sebagai entrepreneur, Lucky sadar akan kewajibannya terhadap kepuasan pelanggan yang harus diutamakan. Kualitas yang terjaga ini berkembang menjadi kepercayaan konsumen terhadap Matoa. Sehingga banyak konsumen yang promosi lewat media sosial baik dari mulut ke mulut. Untuk kedepannya, Lucky akan tetap berkreasi dan memperbanyak titik distribusi untuk semakin meningkatkan perhatian pasar terhadap jam tangan kayu Matoa.
Apakah artikel ini memberkati Anda? Jangan simpan untuk diri Anda sendiri. Let share! Mari
berbagi dengan orang lain, agar lebih banyak orang yang akan diberkati
oleh artikel-artikel di Jawaban.com seperti Anda. Caranya? Klik disini.