Salah satunya adalah Perdana Menteri Finlandia Juha Sipila yang menawarkan rumahnya bagi pengungsi yang membutuhkan tempat berteduh. "Rumah saya di Kempele, 500 kilometer dari Helsinki, bisa digunakan untuk menampung pencari suaka. Kita semua harus bercermin dan bertanya pada diri sendiri bagaimana dapat membantu mereka. Rumah saya tidak sedang digunakan, karena keluarga tinggal di Sipoo dan kediaman resmi perdana menteri di Kesaranta," katanya.
Dirinyapun mengajak seluruh warga Finlandia baik itu organisasi sukarela dan gereja mengulurkan tangan membantu pengungsi dari negara yang tengah berkonflik ini. "Saya berharap ini menjadi gerakan rakyat yang akan menginspirasi banyak orang untuk bahu membahu membantu pengungsi memperoleh tempat tinggal. Yang kami butuhkan saat ini adalah menunjukkan kasih sayang," kata dia.
Maija Karjalainen, sekretaris urusan internasional sayap kanan Partai Finlandia, mengatakan langkah perdana menteri positif tapi tidak bisa diimplementasikan banyak orang. "Ini adalah langkah yang menjadi contoh bagaimana membantu pengungsi, tapi kita tidak boleh lupa bahwa perdana menteri dalam posisi yang unik. Ia punya rumah untuk dijadikan penampungan pengungsi," kata Karjalainen kepada Al Jazeera.
Tidak semua orang Finlandia, lanjut
Karjailanen, memiliki ruang, uang, dan kapasitas yang sama. Warga Finlandia
juga memiliki pandangan beragam soal pengungsi. Reeta Paakkinen, novelis fiksi
dari Helsini, mendukung langkah perdana menteri karena berkaca pada sejarah. "Tahun
1939, ketika Uni Soviet menyerang Finlandia, ratusan ribu Karelians dievakuasi
dari daerah asal mereka di West Finlandia dan ditampung di rumah-rumah rakyat. Keluarga saya adalah pengungsi, sehingga kami menghargai sikap perdana menteri."
Setelah Perang Musim Dingain 1939-1940, sekitar 43 ribu orang Finlandia
kehilangan rumah mereka. Pada akhir perang, Finlandia dipaksa menyerahkan Tanah Genting Karelian dan kini menjadi bagian Rusia.