'Berkaca’ dari Kisah Ubi dan Kambing
Sumber: Thinkstockphotos.com

Kata Alkitab / 8 December 2014

Kalangan Sendiri

'Berkaca’ dari Kisah Ubi dan Kambing

Theresia Karo Karo Official Writer
10401
Pada satu pondok sederhana hiduplah seorang guru yang sudah tua bersama dengan istrinya. Dirinya sudah puluhan tahun mengajar pada sebuah sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Pribadinya yang terkenal baik hati, sehingga banyak murid-murid yang menghormatinya.

Di satu hari, seorang mantan murid datang berkunjung ke rumahnya. Tidak lupa dirinya membawa seikat ubi yang merupakan titipan dari orang tua sebagai oleh-oleh untuk gurunya. “Pak guru, saya membawa ubi. Hanya ini yang saya dan keluarga punya untuk membalas kebaikan bapak.”

Melihat ketulusan anak didiknya ini, sang guru tersentuh. Dia pun mengatakan, “Kenapa harus repot-repot? Duduk dulu, kamu pasti lelah berjalan jauh dengan membawa ubi ini. Sebentar, Bapak mau kebelakang dulu.”

Sesaat dibelakang rumah, ia pun mendapati istrinya dan menanyakan apa yang mereka miliki, karena muridnya sudah datang dari jauh dengan membawa ubi. Kemudian istrinya mengatakan bahwa mereka tidak memiliki apapun selain alat masak, bumbu dapur, dan air minum.

“Punya apa kita, Pak? Kita cuma punya kambing peliharaan bapak itu di belakang,” ujar istrinya. Guru itu kemudian mengangguk dan menyuruh istrinya untuk menyimpan ubi tadi sekaligus membuatkan teh hangat untuk muridnya. Sang guru kemudian pergi ke kandang dan mengambil kambing peliharaannya.

“Ini, Nak. Bawa pulang, ya? Bilang terima kasih pada bapakmu.” Terkejut, namun anak muridnya ini tetap berterima-kasih. Kemudian dia pulang dari pondok gurunya. Dalam perjalanannya, murid ini bertemu dengan temannya.

Temannya ini lantas bertanya dari mana dia mendapat kambing. Dengan jujur dirinya menceritakan bahwa dirinya berkunjung ke rumah gurunya dengan membawa ubi, hingga mendapat kambing saat akan pulang. Mendengar hal tersebut, temannya lantas tergiur dan berharap mendapat hal yang sama dari gurunya. Sesampainya di rumah, dia kemudian menceritakan hal tersebut kepada ayahnya.

Mendengar hal tersebut, ayahnya juga tergiur dan berkata, “Wah, mungkin kalau kamu bawa kambing, nanti kamu akan diberi sapi, Nak.” Mereka menganggap, kalau mereka memberikan yang besar, maka akan dibalas dengan berkali lipat oleh gurunya.

Sore itu juga, murid yang kedua datang dan membawa serta kambing bersamanya. Sang guru kaget, karena baru saja dia memberikan kambing pada muridnya, sekarang dia menerima kambing lain yang menggantikan kambingnya. Buru-buru ia menemui istrinya, “Istriku, kita dapat kambing lagi, syukur kepada Tuhan. Kita cuma punya ubi, ya? Ya sudah berikan saja ubinya untuk muridku,” kata sang guru.

Kemudian guru ini membawa kembali tiga ikat ubi yang diberikan oleh murid yang  mengunjunginya pertama kali. Melihat itu, murid kedua ini terkejut dan agak kecewa. Meskipun begitu dia tetap tersenyum menerima ubi pemberian guru tadi. Dan dia pun pulang dengan membawa tiga ikat ubi, bukan sapi seperti harapannya.

Kisah di atas adalah perumpaan yang menyatakan bahwa kalkulasi manusia tidak bisa disamakan dengan kalkulasi Tuhan dalam kebaikan yang disertai dengan keikhlasan. Hidup akan semakin berarti bila kita bisa belajar ikhlas dan tidak mengharapkan balasan atas kebaikan yang sudah dilakukan. Ingatlah bahwa tangan Tuhan tidak pernah berhenti ‘merenda’ setiap berkat bagi umat-Nya.

Sumber : Vemale/Jawaban.com by tk
Halaman :
1

Ikuti Kami