Seperti dilansir Reuters.com, Vatikan memandang penting bila umat Katolik melihat aspek-aspek positif kaum gay dan memberlakukan mereka secara sederajat. Begitu pula dengan pasangan bercerai sdan kumpul kebo agar tak sampai mengecam mereka.
John Thavis, penulis buku The Vatican Diaries pada 2013 lalu menilai kebijakan itu sebagai gebrakan besar sikap gereja terhadap kaum gay. “Dokumen (kebijakan) jelas mencerminkan keinginan Paus Fransiskus untuk mengadopsi pendekatan pastoral yang lebih berbelas kasih terhadap isu-isu pernikahan dan keluarga,” katanya.
Meski begitu, kebijakan yang tertulis dalam dokumen berjudul Relatio Post Disceptationem ini memicu penolakan dari 41 pemuka agama Katolik. Pasalnya, selama berabad-abad gereja telah mengecam keberadaan kaum gay lantaran bertentangan dengan doktrin gereja. Demikian pula penolakan terhadap perceraian dalam pernikahan yang sangat dilarang keras lantaran pernikahan dipandang sebagai ikatan suci yang tak dapat dipisahkan.
Namun kebijakan itu masih tetap bisa direvisi bila ditemukan berbagai isu yang perlu diperbaiki secara teknis. Seperti isu penting terkait keputusan memberi pelayanan sakramen ekaristi bagi yang bercerai. Kesempatan menggodok isi kebijakan dapat dilakukan sebelum Sinode Kedua di Ibu Kota Roma, Italia yang digelar Oktober 2015 nanti.
Perkara pernikahan sesama jenis dan perceraian memang sudah menjadi perkara dilematis yang harus dihadapi oleh gereja belakangan waktu ini. Bila di satu sisi gereja dihimbau untuk tetap toleransi kepada kaum gay ataupun perceraian, maka di sisi lain firman Tuhan jelas menentang kedua hal itu. Meski begitu, gereja diharap tetap menjalankan fungsinya untuk melayani setiap jemaat yang secara pribadi memiliki persoalan orientasi seksual serta yang keliru akan tujuan pernikahan.
Sumber : Reuters.com/jawaban.com/ls