Sidang Raya PGI Akan Singgung Isu Radikalisme
Theresia Karo Karo Official Writer
Menguatnya kecenderungan memperjuangkan aspirasi lewat partai-partai berbasis agama, munculnya produk-produk hukum, kebijakan negara yang berbasis agama dan cenderung menggeser posisi Pancasila menjadi alasan bagi Sidang Raya PGI XVI 2014 mengangkat isu radikalisme.
Turut menyinggung kondisi intoleransi di Indonesia yang masih berlangsung hingga saat ini. Diantaranya adalah kasus penutupan gereja-gereja, penghancuran ekspresional budaya lokal dan pemberangusan kelompok-kelompok minoritas yang kebanyakan terjadi di daerah Jawa Barat dan Banten. Hal ini sangat bertentangan dengan demokrasi di Indonesia.
Dilansir dari Satuharapan.com, Pendeta Henrek Lokra selaku dari Berita Oikumene (BO) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengemukakan bahwa saat ini makna radikalisme masih debatable, ada yang menyebutnya sebagai garis keras. Menurutnya, radikalisme adalah pencapaian tujuan yang mengedepankan kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok ekstrem yang saat ini terjadi secara nasional dan global.
“Patut kita sayangkan saat ini banyak paham radikalisme yang berkaitan dengan kekerasan dan cenderung kontra demokrasi, jadi dalam pengamatan PGI berkaitan dengan perda-perda atau penutupan gereja, dan penutupan gereja yang sangat tinggi begitu juga dengan skala kekerasan amat tinggi,” jelas Henrek saat ditemui di Gedung Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jakarta (13/10).
Tema ini dianggap penting karena radikalisme adalah pergumulan gereja dalam lima tahun kedepan. Disamping itu, sebagai titik temu dan persiapan bagi gereja-gereja yang berhubungan dengan radikalisme.
Rencananya Sidang Raya akan diadakan pada Selasa (11/11) hingga Senin (17/11) di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara. Selain radikalisme, diskusi ini akan turut mengangkat tema kemiskinan, keadilan, lingkungan hidup, kebencanaan, kepemimpinan, dan pendidikan Kristen.
Sumber : PGI/Satuharapan.com by tk
Halaman :
1