Selama hampir seminggu, Umat Kristen China berupaya menggagalkan kebijakan pemerintah mengenai penghilangan salib gereja. Upaya ini adalah bagian dari kampanye anti-gereja yang dilakukan oleh pihak berwenang.
Sebelumnya, hari Senin (16/6) gereja Guantou di Wenzhou berhasil memukul mundur upaya pemerintah untuk mencopot salib. Pihak berwenang bahkan mencoba melakukan cara kekerasan terhadap anggota gereja yang menghambat tugas mereka. Upaya pemblokiran ini berhasil dilakukan dengan memblokir polisi termasuk memotong daya ke generator alat berat yang digunakan untuk menghilangkan salib.
Seorang pemimpin gereja setempat Zheng Legou menyatakan “salib-salib itu diturunkan secara diam-diam mulai pukul 03:00-06:00.” Para pejabat bahkan mengancam untuk meruntuhkan seluruh gereja, jika umat kembali menghalangi penghapusan salib kedua kalinya.
Pendiri dan Presiden kelompok advokasi Kristen China Aid, Bob Fu menyatakan, “meskipun dengan kecaman internasional, penghancuran brutal gereja dan salib terus dilakukan, dan mengabaikan kebebasan beragama oleh pemerintah China.”
Selain itu The Telegraph juga menerima foto-foto yang menunjukkan sebuah kendaraan berat yang menurunkan sebuah salib besar berwarna merah dari sebuah gereja di Guantao. Para aktivis Kristen melaporkan pembongkaran salib dan penghancuran gereja yang terus berlanjut selama beberapa minggu belakangan.
Hingga saat ini sekitar 15 gereja telah menerima pemberitahuan, untuk secara “sukarela” mencopot salib hingga akhir bulan ini. Bila tidak dilaksanakan maka pihak berwenang akan membongkar secara paksa salib tersebut. Menurut data dari China Aid, tahun ini sudah 360 bangunan gereja dan salib yang dihancurkan oleh pihak berwenang.
Salib merupakan salah satu bukti dari Allah yang memiliki arti yang begitu mendalam. Salib bagi gereja berhubungan dengan pewartaan yang ada dan terjadi di tengah-tengah kehidupan warga jemaat, serta sebagai identitas sebagai pengikut Kristus. Tekanan bagi pengikut Kristus mulai digalakkan, saat ini salib mungkin kedepannya mengarah pada kebebasan beribadah seperti yang terjadi di Indonesia sendiri. Bagaimana sebagai pengikut Kristus menanggapi hal ini? Hidup itu pilihan, apakah tetap percaya atau menyerah.
Baca Juga: