Ketika Ego Bicara...

Marriage / 14 July 2011

Kalangan Sendiri

Ketika Ego Bicara...

Lestari99 Official Writer
6698

Susan menelepon James dengan perasaan sedikit kesal. Seharusnya James sudah di rumah saat ini karena mereka telah janjian untuk makan malam bersama di sebuah restoran impian Susan. Restoran yang telah diimpikannya selama sebulan terakhir karena makanannya yang terkenal enak dan James menjanjikannya malam ini kepada Susan. Hari ini sebenarnya mereka berdua seharusnya libur dari rutinitas kantor. Tapi karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan, James pun pamit ke kantor dan berjanji akan pulang cepat.

"Sayang... kamu di mana?" tanya Susan sambil berusaha keras untuk tetap ramah dan menahan rasa kesalnya.

"Masih di kantor. Sebentar lagi aku pulang," jawab James dengan santai.

Masih di kantor??? (jerit Susan dalam hati). Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Susan meletakkan gagang teleponnya dengan marah. Ketika James pulang, Susan menyambutnya dengan dingin. James yang memang lupa akan janjinya kepada Susan hanya merasa ada yang salah dan ia pun mencoba bersiul untuk mencairkan suasana tapi tak ada tanggapan dari Susan. James pun akhirnya ikutan kesal karena ia tidak tahu apa yang sebenarnya membuat Susan marah. Malam itu peraduan mereka berdua menjadi begitu dingin.

Keesokan harinya, Susan yang biasanya diantarkan James ke kantor, tanpa bersuara dan tanpa menyiapkan sarapan seperti biasanya, pergi sendiri dengan angkutan umum. Lalu sore harinya, Susan biasanya menelepon James minta dijemput. Tapi hal itu pun tidak dilakukan oleh Susan. Susan kembali memilih pulang sendiri dengan angkutan umum.

Keesokan harinya, hal yang sama terjadi. Tak ada komunikasi sama sekali di antara Susan dan James. Mereka berdua sama-sama mengunci rapat-rapat mulutnya untuk memulai pembicaraan. Satu rumah, satu peraduan dengan dua jiwa yang terpisah sangat jauh. Sejalan dengan waktu, akhirnya Susan dan James pun mulai bingung bagaimana caranya memecah kebisuan di antara mereka. Ego telah menguasai hati mereka. Atas nama gengsi, kebisuan itu berlanjut sampai tiga hari lamanya.

James adalah seorang pria yang baik. James sebenarnya adalah seorang pria yang sabar dan penuh pengertian kepada Susan. James tahu Susan marah padanya, tapi ia tak tahu apa yang menyebabkan Susan semarah itu pada dirinya. Sikap Susan yang diam sempat membuat James kesal, sehingga ia pun melakukan hal yang sama kepada Susan.

Tapi setelah kebisuan itu berjalan selama tiga hari, James pun mulai membuka pembicaraan. Jauh di dalam hatinya, Susan begitu lega karena akhirnya komunikasi kembali terbuka di antara mereka. Tapi sekali lagi, ego yang menguasai hatinya membuat Susan tetap menanggapi James dengan dingin.

Malam itu Susan berbaring di tempat tidur dalam kebisuan. Dengan lembut James bertanya kepada Susan, "Susan, kenapa sikapmu seperti ini?"

Perasaan Susan bergejolak. Banyak hal yang memenuhi hatinya saat itu. Susan kecewa, kenapa James baru menanyakan hal itu sekarang setelah mereka harus melalui hari-hari dalam kebisuan selama tiga hari. Tapi di sisi lain Susan sadar ia yang salah karena marah kepada James dengan alasan yang begitu sepele dan tanpa penjelasan sama sekali. Rasa malunya yang besar justru membuat Susan tak dapat menjawab pertanyaan James. Dengan berpura-pura kasar, Susan menarik bantal dan menutupi mukanya. Sebenarnya ia sedang menahan air matanya agar tidak tumpah, menyadari cinta suaminya dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah menyakiti suami yang mencintainya, dan juga kebodohan dirinya karena marah yang berlebihan. Semua itu berkecamuk di hati Susan dalam waktu yang bersamaan. Ia tak ingin James menanyakan hal yang sebenarnya adalah kebodohan Susan sendiri. Ia hanya ingin James memeluknya tanpa bertanya. Tapi keinginan itu pun tak terucapkan oleh Susan dari mulutnya. Gerakan tutup mulut Susan malah membuat James kembali menjadi kesal dan ia tidur malam itu tanpa mendapatkan jawaban apa pun.

Tapi James begitu mencintai Susan. Tanpa menyerah, pagi itu James kembali mencium Susan dengan lembut dan memeluknya. Susan akhirnya luluh dan mengesampingkan segala egonya. Ia membalas pelukan James dalam kediaman dan tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja hari itu bagi mereka berdua. Seperti tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya, hubungan Susan dan James kembali membaik. Meskipun demikian, James dan Susan sadar mereka tetap harus membicarakan pangkal masalahnya. Dan akhirnya mereka membicarakan alasan kemarahan Susan sebelum mereka tidur malam harinya.

Banyak pasangan suami isteri yang sepertinya memilih diam dan berharap masalah akan selesai dengan sendirinya. Kasus ini mungkin masih menjadi kasus yang ringan karena mereka dapat kembali bersatu dengan mengesampingkan ego masing-masing. Namun berapa banyak suami isteri yang akhirnya kebablasan dan hidup dalam kebisuan selama bertahun-tahun? Padahal banyak hal akan terselesaikan dengan cepat bila komunikasi terbuka terus berjalan.

Para isteri biasanya selalu berharap suaminya bisa mengerti dengan sendirinya tanpa perlu mengatakan apa pun. Isteri selalu berharap bahwa suaminya mengerti bahasa hati tanpa perlu mengumbar kata-kata. Hai isteri-isteri, sadarlah, suami Anda bukanlah paranormal yang bisa tahu dengan sendirinya segala hal yang Anda simpan di dalam hati. Para pria tidak pernah menggunakan itu untuk berkomunikasi. Mereka mengenal bahasa laki-laki, komunikasi langsung. Katakan apa yang ada di hati Anda maka ia akan langsung mengerti. Jangan pernah meminta suami Anda menebak isi hati Anda, karena Anda akan kecewa pada akhirnya.

Sebagai pasangan suami isteri, bukan jamannya lagi untuk memperhatikan ego dan gengsi masing-masing. Belajarlah untuk selalu rendah hati, saling terbuka dan mudah untuk memaafkan. Mengatakan apa yang Anda rasakan menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan pengertian dan cinta suami Anda.

Sumber : Jawaban.Com / LEP
Halaman :
1

Ikuti Kami