Tahun 1988 Lina Palar dikenalkan kepada seorang lelaki berna Eddy Palar, teman dari saudaranya. Awalnya Lina tidak merasa suka, melainkan hanya nyaman kalau berada di dekat Eddy. “Kalau lagi pergi berdua, dia sangat sopan.” Perkenalan itu kemudian berlanjut ke dalam masa pacaran selama empat tahun dan berakhir pada jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan.
Setelah sah secara agama dan hukum, para pengantin baru pada umumnya menantikan moment malam pertama. Berbeda, Lina justru menolak untuk melayani suaminya. “Saya selalu mencari-cari alasan untuk tidak berhubungan intim dengan suami.” Lina mengatakan bahwa pernikahan mereka belum resmi karena belum mengadakan resepsi. Suaminya, akhirnya mengikuti kemauan Lina dan menunggu hingga perayaan resepsi diadakan.
Penolakan Lina bersumber dari trauma masa kecil yang menyebabkannya menolak melayani suaminya Eddy. Lina pernah mengalami pelecehan seksual oleh tetangganya. “Waktu kecil saya pernah bermain sendiri dan melihat rumah orang kaya. Penasaran, saya pengen melihat apa dalam rumah orang kaya tersebut.” Tidak lama berdiri di depan rumah itu, seorang lelaki menghampiri dan mengajaknya masuk ke rumah.
Sesampainya di dalam rumah, lelaki tersebut ternyata langsung melepas celananya dan mengancam Lina untuk tidak memberitahukan perihal ini kepada siapapun. Takut, dia hanya bisa diam dan menuruti perkataan lelaki tersebut. Hal inilah yang membuat dirinya merasa trauma hingga Lina dewasa.
Satu tahun kemudian, resepsi pernikahan Eddy Palar dan Lina Palar di gelar. Dengan ini tidak ada alasan lagi bagi Lina untuk menolak suaminya dan menepati janjinya. “Mau engga mau saya harus menepati janji saya. Saya harus melakukan kewajiban saya sebagai istri untuk suami.” Dirinya mengakui bahwa saat malam pertama, dia seperti tidak mengenali Eddy. Malam pengantin itu benar-benar terasa hambar baginya. Lina justru merasa jijik yang kemudian memunculkan sifat amarah dalam dirinya.
“Saya sendiri menyadari sifat jelek yang suka marah-marah”. Konflik dalam menjalani rumah tangga yang hambar berlangsung hingga Lina dikaruniai dua orang putra. Hingga satu saat dirinya divonis kanker rahim. Bagaikan langit runtuh, seperti di hajar, itulah yang dirasakannya saat dokter memberitahukan kondisinya.
Sama kagetnya, Eddy pun hanya bisa menerima kondisi istrinya dan merawat Lina dengan penuh kasih dan perhatian. Melihat ketulusan suaminya Lina merasa bodoh karena telah menyia-nyiakan suami yang sangat baik. “Kalau saya lihat lagi, kasihnya sangat luar biasa, dia sangat penyayang.” Lewat kasih yang diterima dari suami, akhirnya Lina mengakui kesalahannya yang sering marah dan meminta maaf. Lina juga terbuka mengenai trauma masa kecilnya dan menceritakan semua. “Saya melihat suami tidak marah, dia mendengarkan saya”.Setelah mendengar hal ini, Eddy tetap menyayangi istrinya. Eddy mengatakan, “saya selalu ingat satu hal, bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, tidak ada yang dapat memisahkannya. Itulah yang membuat saya semakin sayang sama Lina.”
Kanker rahim ini membuat Lina takut mati dan merasa belum siap. Saat itu, dia hanya bisa mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh dan berdoa. Pada tahun 2003, dengan hikmat dari Tuhan akhirnya Lina menjalani prosedur pengangkatan rahim. Dirinya juga menyadari bahwa kepahitan yang ditimbun dalam hatinya, dengan tidak mengampuni orang lain yang berkembang menjadi dosa dan membuat penyakit itu ada tubuhnya.
“Tuhan saja mau mengampuni, apalagi saya manusia biasa harus bisa mengampuni orang lain.” Ketika Lina bisa melepas pengampunan terhadap orang yang menyakitinya, dia merasa bebas dari belenggu. Pengampunan ini sangat berdampak bagi kehidupan rumah tangganya. Lina lebih menyayangi suami dan bisa melayani suami dengan kasih. “Tuhan memulihkan saya, sehingga hubungan saya dan suami menjadi lebih baik lagi, menjadi tidak hambar.” Apabila Lina mengingat kembali trauma yang dulu, hal itu tidak lagi membuatnya marah dan jengkel, karena dia tahu itu bagian masa lalu.
Jika anda mengalami masalah serupa dan membutuhkan bantuan doa atau konseling, bisa langsung menghubungi nomor Solusi di 081.708.317.017 dan 899-21345. Atau bisa juga dengan menghubungi link Di Sini! Tuhan Memberkati.
Sumber Kesaksian:
Lina Palar