“Cari uang dengan cara kriminal lebih mudah daripada harus kerja formal. Karena memang, saya tidak punya pendidikan yang tinggi. Saya tidak mau sekolah. Saya lebih senang bermain daripada sekolah. Maka jadinya beginilah kehidupan saya,” ujar Ronald memulai kesaksiannya.
Ronald bersama salah satu pegawai di rumah orang kaya, ingin melakukan perampokan. Setelah mereka berdiskusi, maka ditetapkanlah satu hari tertentu, karena hari itu dinilai paling memungkinkan. Tapi rupanya, justru di hari H, di rumah itu diadakan pesta. Ronald begitu kesal karena tak berhasil memperoleh uang. Maka, dia pun membacok kepala temannya. Karena tidak berhasil membunuhnya, Ronald pun lari ke Jakarta.
Di Jakarta, Ronald menjadi penjambret dan tinggal di rumah temannya yang juga tukang jambret. Namun apes baginya, suatu hari polisi datang ke rumah kontrakan dan menangkapnya. Ternyata, dia ditangkap atas kesaksian temannya yang mengaku melakukan penjambretan bersama Ronald. Maka, dia pun dipenjara selama 11 bulan.
“Saya tidak takut karena dengan saya masuk ke sini (penjara) teman saya akan bertambah dan saya akan mendapatkan ilmu,” ujar Ronald
Setahun kemudian, setelah bebas dari penjara Ronald bermaksud menguasai terminal yang sudah ada premannya. Perkelahian pun berlangsung. Meski pada akhirnya Ronald menang, namun dia dikejar-kejar polisi. Bukannya mendapatkan daerah kekuasaan, Ronald pun kembali di penjara selama tiga bulan.
“Sejak kecil, jiwa pemberontak itu sudah ada di dalam diri saya. Kalau hal-hal begini, masuk penjara, dipukuli, kenapa itu belum seberapa dari apa yang dulu saya rasakan.”
Karena sering bolos sekolah, Ronald diikat di pohon dan juga disirami, sambil dimarahi. “Ada keinginan di hati untuk membalas, tapi di balik keinginan itu ada perasaan bahwa saya tidak mungkin memukul bapak saya. Karena saya tidak bisa membalasnya ke bapak, akhirnya di kehidupan saya, pergaulan saya, saya melampiaskan kekesalan hati saya ini dengan orang-orang yang bermasalah dengan saya. Memukul orang dengan seenaknya,” ujar Ronald lagi.
Di penjara, dia bertemu dengan perampok yang lebih senior. Setelah keluar, Ronald pun menghubunginya. Mereka bermaksud merampok sebuah rumah mewah. Sebelumnya, dia disuruh menunggu di suatu warung makan karena mereka hendak menjemput yang lain.”Jam 8 malam saya didrop di sebuah warung di stasiun Padalarang, sampai jam 2 saya tunggu ga datang, akhirnya saya tertidur di warung.”
Di warung tersebut, ada obrolan bahwa ada kawanan perampok yang tertembak oleh polisi. Ternyata yang tertembak merupakan kawanan perampok yang hendak merampok bersama Ronald. “Mereka ditembak mati karena mau melarikan diri dan mengadakan perlawanan.”
“Kalau saya tidak diturunkan di warung ini dan disuruh nunggu, waktu itu saya pasti juga ikut meninggal jadi korban. Saya begitu kaget dan shock waktu itu, akhirnya saya langsung melarikan diri di Batam.”
Di Batam, Ronald bertemu dengan temannya. Dia ingin mendapatkan uang ‘besar’. Karena itu, dia menjadi pengantara barang haram di sana. “Tiba-tiba di suatu tempat, kami distop, dan mobil kami diperiksa. Mereka turunkan koper-koper yang ada di mobil dan mereka buka ternyata isinya ganja semua. Waktu itu saya dan dua rekan saya ga bisa buat apa-apa lagi, akhirnya kami pasrah. Akhirnya saya tertangkap dengan barang bukti 175 kilo. Dan kami dibawa ke kantor polisi.”
Ronald pun diputuskan penjara selama 18 tahun. “Ketika putusan itu dibacakan, rasanya berakhir, eh rasanya ini sudah berakhir kehidupan ini. Kecemasan saya pertama, saya akan tua di penjara. Saya bisa mati di penjara, mati tua di penjara. Meski sudah berkali-kali masuk penjara, tapi ketika diperhadapkan dengan hukuman yang berat itu, waktu itu saya sangat ketakutan sekali.”
“Akhirnya untuk mengisi kekosongan di kamar, daripada suntuk, ga ada kerjaan, saya ikut-ikutan (ibadah),” ujar Ronald.
Di salah satu ibadah tersebut, Ronald mendapatkan pembatas buku. “Di dalam pembatas buku itu ada sebuah tulisan dari kitab suci…
“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu dan Aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah, dan buahmu itu tetap supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku diberikan-Nya kepadamu.””
“Kalau saya begini terus, saya pasti masuk neraka karena tidak ada yang saya lakukan selama ini tidak ada yang baik, semuanya jahat. Kemudian di hati saya timbul keinginan untuk berubah dan bertobat tapi saya tidak tahu memulainya dari mana.”
“Waktu itu Pak Sam bilang ke saya, kamu itu berharga di mata Tuhan. Apapun latar belakang kehidupanmu, kalau kamu berserah kepada Tuhan, Tuhan akan perbaiki itu, Tuhan akan perbaharui apa yang sudah rusak di dalam hidup kamu.”
“Saya mulai berkomitmen di hati. Ya, saya akan berubah, saya akan berusaha, saya akan belajar untuk hidup lebih baik lagi. Mulai dari hal-hal kecil saya mulai belajar berhenti merokok dan melakukan hal-hal yang berkenan di hadapan Tuhan. Saya juga menyesal atas kehidupan saya yang memberontak terhadap orangtua, tidak taat terhadap aturan dan maunya sendiri. Padahal saya tahu tujuannya adalah baik.”
“Setelah pihak LP, pihak lapas melihat perubahan hidup saya, akhirnya hukuman yang 18 tahun tidak jadi saya jalani dan saya hanya jalani 9 tahun 3 bulan.”
Namun, perjalanan Ronald untuk berubah mendapatkan tantangan. Saat itu, ada temannya di penjara yang menawarkan agar dia mengantarkan shabu-shabu dengan penghasilan puluhan juta rupiah. Dia harus menghubungi seseorang sekeluarnya dari penjara.
Tantangan di luar penjara begitu berat bagi Ronald. “Saya pikirkan kembali, kalau saya menerima tawaran yang dilakukan teman saya itu, saya tidak akan pernah berubah lagi. Saya akan semakin jahat dan kehidupan saya akan semakin berantakan lagi.” Akhirnya, Ronald membuang nomor telepon kontak yang diberikan temannya di penjara.
Pada akhirnya, Ronald menikah dengan Nurhayati, seorang yang mau menerima dia apa adanya, meskipun bekas seorang narapidana.
“Ketika menikah dengan saya, kami sharing satu dengan yang lain, yang lebih saya lihat adalah keterbukaan. Ketika saya melihat seseorang terbuka, jujur mengatakan tanpa rasa malu, tanpa rasa bagaimana mengungkapkan masa lalu, di situlah saya tertariknya. Ketika kami menikah, saya melihat dia berbeda dari karakter sebelumnya. Dia lebih lembut, lebih sabar. Dilihat dari segi keluarga, suami saya lebih banyak memotivasi saudara-saudara kandungnya, bagaimana hidup dekat dengan Tuhan. Dan kak Ronald itu benar-benar berubah, 180 derajat dan itu kebanggaan suatu keluarga. Dan saya bangga karena kami bisa melayani bersama.”
Pasangan ini melakukan pelayanan di Awana Indonesia, khusus untuk anak, remaja, dan pemuda untuk mengenal Tuhan lebih dalam. “Selama ini, sebelum bertobat, ego itu yang terus dominan, sekarang kita lebih mementingkan apa yang Tuhan mau daripada apa yang kita mau.”
Sumber Kesaksian :
Ronald Batubara
Mungkin Anda juga tertarik membaca :
Kita Merdekat di Dalam Tuhan Jika Penuhi Ini
4 Jurus Urus Balita Tanpa Stres
10 Makanan yang Harus Dihindari Penderita Insomnia
7 Cara Memilih Investasi yang Cocok Bagi Anda
Kenapa Karir Impian Saya Belum Juga Terwujud?
Sumber : V140813092311