Kebencian Ayung Pada Ayah dan Kesenangannya Pada Narkoba
Sumber: jawaban.com

Family / 15 June 2014

Kalangan Sendiri

Kebencian Ayung Pada Ayah dan Kesenangannya Pada Narkoba

Lois Official Writer
6318

Ayung sangat membenci ayahnya. Saat dia masih kecil, jika bertengkar dengan adiknya, tanpa tedeng aling sang ayah akan langsung memukulnya. Menurut Ayung papanya sangat kejam. Hal ini dia rasakan sampai dia dewasa.

Saat itu adiknya bernama Afuk bertengkar hebat dengan sang ayah. Karena stress berat, sang adikpun minum baygon. “Udah keadaan berbusa, Pa, ini mesti cepat dibawa ke rumah sakit begini begini…,”

Saat sang papa melihat, menurut Ayung inilah jawabannya “Fuk, elu minum baygon lu, ga ada otak lu. Elu ngabis-ngabisin duit gue aja lu ke rumah sakit. Udah tahu ini racun lu minum, udah mati aja lu,” ujar sang ayah di tengah sekarat anak bungsunya.

“Papa kok kejem gitu, itu terngiang-ngiang terus di kuping saya,” ujar Ayung.

Di lain kesempatan, saat sang adik sedang berkendaraan, dia menabrak orang lain sehingga dia diperkarakan dan motornya disita polisi, sedangkan orang yang dia tabrak sedang berada di ICU. Karena semuanya membutuhkan uang, maka Ayung meminta pada papanya. “Nggak ah, ntar lu ngentit (pakai) lagi duitnya,” jawab sang ayah.

Kejadian-kejadian itu membuat Ayung menjadi pemberontak. Kalau memang ayahnya tidak mau percaya padanya, tidak mempedulikan anak-anaknya, buat apa dia berpusing ria, pikirnya. Maka mulailah dia mabuk-mabukan dan memakai ganja yang dikenalkan oleh temannya saat dia duduk di SMA kelas 3.

Semakin lama, Ayung semakin kecanduan. Jika dulu dia berprinsip tidak mau mencuri, maka mencuri barang-barang di rumah pun dilakukan demi mendapatkan narkoba. “Makin pake waduh sakaunya, kalau ga pake makin parah nih. Menggigil ga enak..”

“Saya nyesel. Waduh kayaknya saya harus berhenti nih. Saya ga mau begini terus. Kayaknya saya ga berguna banget. Tapi ga bisa berhenti. Padahal saya tahu itu merusak banget, itu ngancurin hidup saya. Saya merasa kayak dibudak,” ujar Ayung. Berkali-kali masuk panti rehabilitasi, Ayung kembali diperbudak narkoba. Semakin berusaha lepas dengan kekuatan sendiri, Ayung semakin merasa putus asa dengan kondisinya itu. “Udah deh, kayaknya gue ga bakalan bisa lepas, mau mati matilah, bodoh amat,”

Tapi setiap kali Ayung pegang pisau mau bunuh diri, ada saja teman yang mengetuk pintunya sehingga diapun mengurungkan niatnya. Di sisi lain, ada temannya yang rutin mengunjunginya untuk percaya Tuhan, tapi selalu Ayung tolak. Suatu hari, temannya ini menantangnya. “Yung, lu mau berenti ga Yung? Kalau mau, elu percaya ga Yung, Tuhan bisa sembuhin lu.”

Saat sakau, Ayung merasa sangat kesakitan. Bahkan menurutnya, lebih enak menjedot kepalanya ke tembok. Lima langkah berjalan Ayung sudah merasa ngos-ngosan. “Karena saya sudah terima tantangan itu, ya saya lakukan.”

“Tuhan Yesus, kalau Engkau bener seperti yang pendeta-pendeta itu ngomong, tunjukin ke saya Tuhan. Kalau Tuhan tunjukin, saya akan jadi saksi Tuhan seumur hidup saya. Dalam nama Yesus…”

“Itu kayak kalau kita hauuuus terus kita minum air es itu, dingin. Aliran itu dari ujung kepala terus sampai ujung kaki. Saya bilang, ‘Terima kasih Tuhan, terima kasih Tuhan Yesus.’ Saya sampai lompat-lompat kegirangan. Badan saya kayak ada semangat baru. Saya nangis, saya bilang ‘Tuhan, terima kasih’. Hati saya bersukacita luar biasa.”

“Saya sampai bertanya, ‘Tuhan, orangtua gue ga peduli sama gue, bahkan kalau mau mati ya matilah. Tapi Elu siapa sih, kok mau mengasihi, kasih sesuatu yang baik?” Ayung mendapatkan ayat yang berkata bahwa Tuhan melukiskan manusia di telapak tangan-Nya. Dia merasa luar biasa dihargai Tuhan. Ayung pun pulih dan bebaskan Ayung dari narkoba.

Suatu hari Ayung mendengar khotbah yang mengatakan bahwa berkat ada di atas kepala orang tua. Maka ketika Ayung pulang, dia mengulurkan tangannya dan minta maaf kepada sang ayah. “Ditepok tangan saya, ‘Gue ga butuh minta maaf lu. Buktiin aja,’”

Di saat itu, sepertinya Tuhan putar kembali video kehidupan Ayung, bagaimana dia telah merusak hidupnya, mencuri harta orangtuanya, rehabilitasi berulang kali, dan menyusahkan orangtuanya.

“Berlutut, saya pegang kakinya, saya cium. Papa mau berontak, saya nggak kasih. Saya ciumin terus kaki papa, memohon pengampunan papa saya,” ujar Ayung. Meski papanya tetap tidak mau memaafkan, Ayung mulai melakukan kasih, hidup jujur, dan melayani Tuhan.

Selama hampir 8 tahun lebih, kehidupan Ayung yang telah berubah itupun mengubah ayahnya, bahkan ayahnya mau ke gereja. “Saya bersukacita sekali, dan saya sangat bersyukur akan hal itu. Saya lihat perubahan papa pun begitu banyak. Akhir-akhir itu saya bisa gandengan tangan sama papa, jalan.” Oktober 2010 ayahnya dipanggil Tuhan kembali. Namun, kehidupan mereka sudah berubah, hubungan mereka menjadi harmonis dan itulah yang Ayung bawa di dalam keluarga kecilnya dan lingkungan sekitar.

 

Sumber Kesaksian :

Ayung

Sumber : V110324170128
Halaman :
1

Ikuti Kami