Debora berasal dari keluarga yang bahagia di pinggir Danau Toba. Namun pada kelas dua SMP, ibunya meninggal. Selang tiga bulan kemudian ayahnya jatuh sakit hingga dua tahun. Usaha keluarga bangkrut dan tinggal di desa. Situasi ini menyakitkan bagi keluarganya.
Untuk melanjutkan pendidikannya di bangku SMA, Debora harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Oleh suami majikannya, Debora kerap mendapat pelecehan seksual berkali-kali. Namun dirinya tidak berani melaporkan hal itu. Dirinya juga mendapat kabar bahwa adik-adiknya putus sekolah, sementara sang ayah masih terbaring sakit.
Saat itulah rasa kecewa dan bingug melingkupi diri Debora. Bahkan dirinya sempat ingin menenggak racun serangga untuk bunuh diri. Namun hal itu urung dilakukannya karena merasa ada roh yang mendekatinya dan hendak mempengaruhinya. Namun roh itu justru menyuruhnya untuk mengambil pisau dan memotong nadinya.
Debora tetap meratap dan mencari Tuhan. Dalam ketidak berdayaannya, Debora dipertemukan dengan Tuhan. Dirinya merasa kelegaan ketika seluruh dosanya diampuni. Peristiwa itu telah melepaskannya dari situasi depresi yang dialaminya selama ini. “Aku bisa melepaskan kepahitanku karena pertemuanku dengan Tuhan.”
Setamat SMA Debora merantau ke Jakarta dan disana dirinya bertemu dengan seorang pria. Dirinyapun menikah dengan lelaki itu. Namun perbedaan watak dan kebiasaan menyebabkan mereka sering bertengkar. Dan Debora akhirnya kembali depresi hingga dirawat di rumah sakit. Beberapa waktu yang lama setelah dirawat, Debora kembali ke rumah. Disinilah dirinya kembali mencari wajah Tuhan.
Debora berkomitmen untuk lepas dari baying-bayang masa lalu dan juga depresinya. Dirinya menjalankan Firman Tuhan dalam kehidupannya. Debora mengambil waktu untuk terus berdoa. Tanpa dirinya sadar bahwa sang suami mendengar doanya. Disaat itulah kehidupan Debora diubahkan.
Dirinya mendapatkan mukjizat dengan sembuh dari depresinya. Bahkan suaminya meminta maaf kepadanya atas kelakuan buruk dimasa lalu. “akhirnya kami betul betul seperti remaja yang saling mengasihi,” kata Debora.
“Saya dan suami dan anak-anak begitu bangga dan bersyukur kepada Tuhan Yesus, Saya akui tidak ada satu tingkah laku yang bisa kulakukan dalam rumah tangga saya kalau bukan karena Tuhan Yesus,” tutup Debora.
Sumber : V131106191205