Dibesarkan oleh ayah yang berperangai kasar membuat Norma Shanty merasa tersiksa. Ia bahkan pernah diikat di pohon bersama sang kakak dan dipukuli karena pertengkaran kecil. Hal itu berlangsung hingga ia dewasa, membuatnya ingin memberontak, terlebih sewaktu dirinya dijodohkan dengan seseorang yang ia tidak sukai.
Pemberontakan Shanty ditunjukkannya dengan membangun hubungan khusus dengan seorang pelanggan di warung milik ayahnya.
"Dia itu orangnya enak diajak ngobrol, dan saya tuh sudah merasa ada kecocokan," ungkap Shanty.
Mengetahui Shanty berpacaran dengan pelanggannya, ayahnya marah besar. Namun Shanty tidak peduli, ia ingin lepas dari tekanan. Sang kekasih, Ferdy memberanikan diri untuk melamar Shanty secara baik-baik, namun setelah lima kali mencoba orangtua Shanty tetap menolaknya.
"Akhirnya saya bawa kabur," jelas Ferdy.
Setelah satu minggu bersembunyi di Bogor, Shanty kembali pulang ke rumah dan menegaskan bahwa jika tidak diperbolehkan menikahi pacarnya ia akan kawin lari. Dengan terpaksa akhirnya kedua orangtuanya merestui pernikahan Shanty dengan Ferdy.
Namun seperti keluar mulut singa dan masuk mulut buaya, baru satu bulan menikah, Ferdy memperlihatkan tabiat aslinya. Ia ternyata adalah pria yang kasar dan suka mabuk-mabukan. Tak jarang Shanty babak belur karena perlakuan kasar suaminya. Bahkan suatu saat ia mendapati obat bius dan ganja di kantong suaminya.
"Ferdy, ini apa?" tanya Shanty, namun tak ditanggapi oleh suaminya.
Nekad, Shanty langsung menenggak sepuluh butir obat bius yang ia temukan itu, ganjanya pun ia hisap. Saat sadar, dirinya sudah terbaring di rumah sakit. Tetapi tindakannya itu tidak mengubah tabiat suaminya. Ia akhirnya membuat langkah yang berbahaya.
"Lama-lama saya kepingin mencoba, kaya apa sih rasanya?"
Kini keduanya menjadi setali tiga uang, kehidupan malam, mabuk dan obat-obatan mereka jalani bersama. Bahkan hingga tega menelantarkan buah hati mereka dan menitipkannya ke tetangga. Kondisi rumah tangga mereka semakin hancur, ekonomi morat-marit, Shanty tidak lagi melihat harapan.
"Waktu itu saya sudah ingin mengakhiri hidup saja," jelasnya. Seutas tali sudah digantungnya, ia berdiri di atas kursi, tiba-tiba suaminya muncul. Respon suaminya seperti tidak peduli, namun anaknya berteriak-teriak menahannya. Tidak tega melihat anaknya, Shanty membatalkan usaha bunuh dirinya.
Kondisi keluarga Shanty tidak berubah, bahkan kini Ferdy berulah dengan membacok orang dan membuatnya harus berada di balik jeruji penjara selama enam bulan. Walau demikian Shanty tetap setia dan menjenguk Ferdy setiap pagi dan sore hari sambil membanting tulang menghidupi anak-anaknya. Kesetiaan Shanty terbayarkan, keluar dar penjara tabiat Ferdy berubah. Tetapi pencobaan lain terjadi.
"Suatu saat saya mengangkat penggorengan, tiba-tiba belakang saya itu kaya ketarik. Saya sakit, walau sudah tidur, mau bangun susah karena sakit. Sama suami saya dibawa kerumah sakit."
Diokname selama sembilan hari, dokter memvonis tidak bisa disembuhkan. Kalaupun di operasi resikonya terlalu besar. Akhirnya Shanty terbaring dalam keadaan lumpuh. Namun luar biasanya, Ferdy dengan sabar dan penuh kasih sayang merawatnya. Tetapi kondisi Shanty tidak membaik juga, ia bahkan dihantui dengan kematian.
"Disaat itu saya takut mati, saya ingat dua tahun yang lalu adik ipar saya pernah bertanya ke saya, 'Kamu kalau mati ke mana?' Saat itu saya menjawab tidak tahu."
Pertanyaan itu mengusiknya, hingga suatu hari seorang teman datang menjenguknya.
"Mbak Shanty kalau percaya sama Tuhan Yesus, mbak Shanti bisa sembuh," demikian tutur Esther Rita.
Walau sempat ragu, Shanty akhirnya bersedia dituntun untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya. Ia pun mulai membaca Alkitab dan menemukan bahwa Yesus menyembuhkan banyak orang sakit, imannya pun dikuatkan. Ia pun memanjatkan sebuah doa yang tidak biasa, "Tuhan Yesus, kalau saya sudah menjadi anak-Mu, tolong Tuhan mukjizat-Mu terjadi."
Tuhan mendengar doa Shanty, walau pemulihannya berjalan bertahap, namun kakinya mulai bisa digerakkan kembali. "Akhirnya saya percaya kalau Tuhan Yesus itu ada di dalam saya."
Selama lima bulan, proses kesembuhannya semakin nyata. Pelan-pelan ia mulai belajar berjalan kembali. Melihat mukjizat itu, Ferdy pun akhirnya mau menerima Yesus Kristus sebagai juru selamatnya.
"Firman Tuhan yang berkata satu orang bertobat maka seisi rumah diselamatkan itu benar-benar terjadi dalam keluarga saya. Akhirnya suami saya bisa menerima Tuhan Yesus," terang Shanty dengan bahagia.
Tidak hanya memulihkan fisiknya, Tuhan pun memulihkan hati Shanty melalui sebuah acara rohani. Ia pun melepaskan pengampunan atas ayahnya dan suaminya. Selama ini tanpa ia sadari, Shanty menyimpan kepahitan kepada kedua pria tersebut. Kini baik Shanty maupun Ferdy menjadi pribadi yang baru, sukacita dan damai sejahtera mereka alami karena Yesus menjadi Tuhan atas kehidupan mereka.