Namaku Stephanie Senna. Sewaktu masih sekolah dulu aku sempat mengikuti olimpiade tingkat internasional pelajaran Biologi. Puji Tuhan, oleh anugerah-Nya, aku berhasil meraih medali emas dan perak. Berkat prestasi yang kuukir, aku mendapat penghargaan dari Presiden SBY.
Aku percaya apa yang aku dapatkan sungguh membanggakan bangsa Indonesia dan juga keluargaku. Saat ini, aku masih berkuliah di jurusan Biologi Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat.
Menekuni pelajaran Biologi bukanlah tanpa alasan. Awal aku menyenangi dan belajar giat tentang pelajaran hayati ini adalah karena mamaku.
Mamaku adalah salah seorang wanita yang menderita penyakit kanker. Aku ingin sekali menyembuhkannya dan cara itu aku temukan di pelajaran Biologi. Namun, belum aku sampai menemukan obat untuk kanker, mama dipanggil oleh Tuhan.
Kesedihan tentu melingkupi diriku, tapi bersyukur kepada Tuhan ini tidak membuat aku hilang semangat untuk mempelajari Biologi. Di dalam perenunganku, aku justru menemukan bahwa aku bisa menyelamatkan mama-mama orang lain di dunia. Inilah yang akhirnya membuatku terus bergelora untuk belajar Biologi.
Di dalam masa-masa kuliahku sekarang, aku juga bekerja sambilan di tempat seorang professor yang sudah terkenal di dunia science. Koch Institute for Integrative Cancer Research (KIICR), inilah tempat dimana aku mengaplikasikan ilmu-ilmu yang kupelajari ketika kuliah.
Di KIICR, aku dan teman-teman kerjaku baik yang menekuni bidang Biologi maupun Engineering berusaha menemukan solusi untuk kanker. Buat sekedar pengetahuan saja, pada kasus-kasus tertentu sel-sel kanker yang diatasi dengan pendekatan kemoterapi bukannya menjadi jinak atau hilang tetapi justru semakin bandel. Oleh sebab itulah, sampai dengan saat ini, kami masih mencari jalan keluarnya.
Prinsip Kerja Keras
Di kampus, aku bukanlah orang terpintar. Ada banyak orang yang otaknya lebih encer daripadaku. Namun, aku tidak kecewa, justru itu melecut aku untuk belajar lebih giat lagi. Prinsipku, orang lain mungkin lebih pintar, lebih di depan, jalan dua langkah di depanku, tapi aku percaya dengan kerja keras aku bisa sejajar sama dia.
Kalau pun tidak bisa menyamai temanku tersebut, aku percaya bahwa Tuhan memberikan talenta yang berbeda-beda pada setiap orang. Ada orang yang dikasih sepuluh, ada yang dikasih lima. Aku yakin Tuhan pasti menuntut kita sesuai dengan kapasitas yang kita miliki.
Menemukan Tujuan Hidup
Aku bersyukur bahwa pada usiaku kini aku sudah bisa menemukan tujuan Allah bagi hidupku. Aku tahu banyak anak muda yang masih sulit untuk memperoleh hal tersebut dalam hidup mereka.
Oleh sebab itu, aku ingin sekali membagikan sedikit tips mengenai bagaimana menemukan tujuan Allah bagi hidup kita :
“Tuhan kadang-kadang memberikan kepada kita tuh rencana yang spesifik, tapi kadang-kadang Dia memang gak ngasih ke kita itu rancangan-Nya yang spesifik. Tuhan mau kita struggle. Dia tuh memang gak ngasih tahu dengan jelas, ‘kamu harus masuk ITB jurusan ini, nanti lulus kuliah jadi ini, di perusahaan ini gitu’ dan Dia gak ngasih tahu dan kita harus dengan pertimbangan kita yang sebaik-baiknya dan dengan doa, ngandalin kekuatan Tuhan, itu pasti Dia memberkati.”
“Untuk yang lagi bingung-bingung nyari kehendak Tuhan, jangan sampe gara-gara kita itu terlalu takut buat salah terus akhirnya kita gak ngambil buat keputusan apa-apa jadi ngelewatin kesempatan yang ada. Kalau misalnya kita udah doa sebaik-baiknya terus gak ada jawaban jelas dari Tuhan, mungkin itu memang Tuhan gak kepengen ngasih jawaban jelas sekarang. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menimbang aja menurut pengetahuan kita, kayaknya mana aja yang paling baik, mana yang paling mendatangkan kita sukacita untuk kita bekerja di sana. Coba aja pilih jalannya gitu…”
Terakhir, aku ingin mengatakan kepada teman-teman yang membaca kisahku : Jangan pernah takut untuk bermimpi karena tidak ada yang mustahil buat Tuhan dan Tuhan punya rencana untuk setiap dari pada kita. Belajar sebaik-baiknya karena masa depan Indonesia di tangan kita, Indonesia butuh kita, jadinya tetap semangat, pasti bisa !
Sumber kesaksian :
Stephanie Senna
Sumber : V130226094712