Mimpi yang dikejarnya selama bertahun-tahun, waktu dimana goresan-goresan yang dia buat mengandung arti. “Saya benar-benar kepengen melukis itu waktu usia 11 tahun…Saya minta papa yang ngajarin saya.” kata Herry Prijonggo, seorang pelukis naturalis.
Berawal dari goresan-goresan kasar, namun perlahan sebuah lukisan tercipta melalui tangan Herry, pelukis yang mampu melukis wajah sesuai aslinya. “Apalagi ada orang yang memuji-muji lukisan saya, saya semakin semangat melukis.” Tuturnya lagi.
Mamanyalah yang paling sering memuji lukisannya sehingga hidupnya lama-lama diperuntukkan untuk melukis saja. Sang ayah pun mengadakan pameran lukisan anaknya bersama pelukis-pelukis ternama.
Semua orang tidak percaya bahwa yang lukisan yang begitu indah dapat dilukis oleh seorang anak belasan tahun. Setiap orang berpikir bahwa itu pastilah lukisan papanya. “Semua orang tak percaya kalau itu dikatakan lukisan Herry. Orang-orang pasti bilang, ‘Wah, itu pasti lukisan papanya. Masa anak sekecil itu bisa melukis seperti ini’,’ kata Herlin Pirena yang mernirukan ucapan orang tentang kakaknya, Herry.
Untuk membuktikannya, papa Herry memintanya untuk melukis seorang pengunjung. Saat itulah, para pengunjung yang melihat kemudian percaya. Setelah itu, papanya masih membawa Herry ke berbagai pameran lainnya. Sampai suatu ketika, ada seseorang yang menawarkan Herry beasiswa.
“Di dalam pikiran kita itu kan kalau di Jakarta, memperbaiki kehidupan ekonomi bisa lebih baik.” Kata Herry. Karena itulah, Herry dan sang ayah memberanikan diri datang ke Jakarta. Di sana, Herry melihat poster-poster film dan dia merasa bisa mengerjakannya. Mereka pun mencoba menawarkan jasa Herry kepada produser film tersebut. Tapi, Herry malah disuruh sekolah dulu.
Kemarahannya dia tuangkan dalam bentuk lukisan poster film pada waktu itu. Kemudian Herry pun mendatangi produser lagi, kali ini produser yang berbeda. Kali ini hasilnya pun berbeda, mereka langsung dikasih order yang begitu banyak. Tentu saja hal itu menyenangkan bagi Herry. Tidak dibayar saja walaupun dipuji, Herry senang mengerjakannya, apalagi ketika dibayar.
Bertahun-tahun membuat poster dan baleho untuk film membuat nama Herry dikenal di dunia perfilman. Bahkan beberapa nominasi pun diraihnya. Di seluruh Indonesia, ada beberapa nama pembuat poster dan baleho tapi meskipun begitu saat mama Herry pasang harga tertinggi sekalipun, setiap orang tetap datang untuk minta dibuatkan baleho.
Kecintaannya pada lukisan, membuatnya tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Dia bertekad menjadi tulang punggung keluarga. Setiap hari, tangannya tak henti-henti menari di atas kanvas. Suatu hari, tiba-tiba tangannya seperti tidak bisa melanjutkan apa yang dia kerjakan. “Jadi kemampuan saya itu tiba-tiba tidak ada, tiba-tiba hilang. Ga ada tanda-tanda. Saya gerakkan tangan saya tapi saya tidak bisa terampil seperti sebelumnya. Apa karena saya ini kecapekan atau karena apa, saya pun pergi ke dokter.” Tutur Herry.
Seminggu setelah itu, Herry seperti orang sakau. Dia suka teriak-teriak. Dia pun suka duduk termenung di loteng. Setelah setengah tahun, hal ini masih berlangsung. Dia memang suka membaca Alkitab tapi dia merasa kecewa karena doanya tidak dikabulkan. Hal itu membuatnya tertekan dan tidak sanggup menghadapi keadaan itu. Pernah timbul keinginan untuk bunuh diri. Tapi yang membuatnya takut adalah dia masih percaya akan surga dan neraka.
Suatu hari, ada suatu pencerahan di dalam komunitas gerejanya. “Komunitas saya di gereja, komunitas saya di persekutuan, ada suatu pencerahan bahwa penderitaan tidak akan mengubah diri saya. Yang mengubah saya adalah Firman Tuhan. Secara proses, mengubah diri saya. Saya tidak fokus kepada proses kesembuhannya tapi saya harus fokus kepada Sang Penyembuhnya.”
Meski tangannya tidak dapat lagi melukis, kini dia dapat berkarya di bidang lain. Dia menciptakan lagu, mengadakan pagelaran, bikin vokal group dan acara lainnya. Melalui lagu-lagu yang dia ciptakan, ada banyak orang yang diberkati. “Ada pernah dikatakan bahwa orang ada yang mau bunuh diri tapi tidak jadi karena dengar lagu itu,” kata Herry.
“Saya tuh memaksa Tuhan untuk mengikuti irama saya, tapi seharusnya saya yang mengikuti irama Tuhan…” Herry pun menyadari bahwa Tuhan dapat memakainya dalam banyak hal. Mungkin bukan di dalam melukis, tapi melalui hal lain seperti menciptakan lagu. Bahkan di dalam lagu itu, ada lebih banyak orang yang diberkati.
“Saya mengucap syukur kepada Tuhan karena Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada saya untuk saya menjadi berkat bagi orang lain. Bagi saya sekarang, mendapatkan Tuhan Yesus itu mendapatkan segalanya. Dengan semua yang lain, dengan apapun juga ya, saya sekarang berani mengatakan asalkan saya bersama Yesus segalanya cukup.”
Kehidupan Herry memberikan suatu pelajaran yang berharga juga buat kita semua. Apa yang menjadi rancangan kita, belum tentu rancangan Allah. Allah dapat memakai setiap dari kita, bahkan ketika kita merasa putus asa dan tidak bisa berkarya lagi. Hanya bersama Tuhan, kita akan merasa tenang.
Sumber Kesaksian : Herry Prijonggo Sumber : V120502151155