Nikita adalah putri semata wayang Merywati. Namun ia bukan sekedar seorang putri bagi Mery, sejak dirinya bercerai dengan suaminya sepuluh tahun lalu, Nikita adalah sahabat baginya. Mendekati usia ke tujuh belas Nikita, Mery dan putri kesayangannya itu telah sibuk merancang pesta spesial. Namun entah mengapa, pada saat itu hati Mery dirundung kegelisahan yang mendalam.
Malam itu, saat Nikita tengah bersama dengan tujuh orang temannya berniat untuk mencari tempat untuk pesta ulang tahun Nikita. Mary merasa sesuatu yang menganjal di dalam hatinya dan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. “Tiap lima belas menit saya telephone lagi, tapi tidak diangkat. Seperti ada yang menyuruh saya terus telephone, karena Nikita bilang sebentar lagi akan pulang, tapi ngga pulang-pulang dan sudah malam. Sampai akhirnya di angkat dan saya terkejut sekali..”
Seperti disambar petir, Mery tidak percaya bahwa putri simata wayangnya mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpangi Nikita dan teman-temannya terbalik dan menabrak tembok rumah warga. Satu orang meninggal dan lainnya dilarikan ke rumah sakit. Nikita dalam keadaan koma dan harus menggunakan alat bantu pernafasan, melihat kondisi putrinya yang dalam kondisi kritis tersebut Mery panik tidak terkendali hingga berteriak-teriak sambil memanggil-manggil Nikita.
Sambil menangis, Nikita berdoa kepada Tuhan untuk tidak mengambil putri kesayangannya tersebut. Sambil menyanyikan “Mukjizat itu nyata,” Mery masih berharap Nikita dapat terselamatkan. Namun apa daya, Nikita akhirnya dipanggil Tuhan hanya beberapa minggu sebelum ulang tahunnya, dan hal ini adalah sebuah kehilangan yang sangat besar bagi Mery. Mery masih belum bisa menerima kepergian putrinya tersebut. Ia terus berteriak-teriak meminta putrinya itu bangun. “Saya seperti tidak percaya anak saya sudah tidak ada. Saya peluk, saya ciumi Nikita.”
Hari itu, Mery mengantarkan putrinya itu ke tempat peristirahatan terakhirnya. Duka yang mendalam tergurat diwajahnya, entah sampai kapan duka itu akan hilang. Untuk sementara Mery tidak ingin sendiri, ia memilih untuk tinggal dengan adiknya. Namun bayang-bayang Nikita terus muncul di hidupnya. Sekalipun saudara, teman dan sahabat menghiburnya dan juga mendoakannya, namun duka itu tidak juga menghilang. Mery terus berdoa dan mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan.
Hingga suatu ketika, ia berangkat ke puncak dan bertemu dengan beberapa orang yang memiliki kisah yang sama dengannya. “Saya masuk dalam kumpulan yang semuanya anaknya meninggal. Disitu saya saling menguatkan, dan menyadari bahwa saya tidak sendiri. Ada teman-teman yang mengalami hal serupa.”
Mery dibuat takjub dengan cerita dari beberapa orang temannya bagaimana mereka mendapatkan kekuatan dan mengalami penghiburan ditengah masa duka mereka. Dari situlah dirinya mulai mengalami pemulihan dengan cara yang Tuhan mau. Ia merasakan kebaikan Tuhan tetap senantiasa ada dan tak lagi menyesali kehilangan Nikita dari kehidupannya. Sejak saat itu ia membuat keputusan berkaitan dengan kepergian putrinya dan bangkit untuk meneruskan kehidupan. Bahkan di saat-saat sendirinya, ia belajar untuk mengampuni penyebab kecelakaan maut itu.
“Karena bagi saya, dia itu titipan Tuhan, dan semua yang kelihatan itu sementara. Dan saya percaya ada maksud Tuhan dibalik semuanya ini. Alangkah tidak adilnya dan tidak pantas ketika kita menyalahkan Tuhan, karena Tuhan itu yang memberi kita hidup.”
Dengan kehilangan putrinya, Mery mengaku lebih terfokus kepada Tuhan dan tetap teguh dalam setiap badai cobaan karena Tuhan senantiasa menolong. Dalam segala perkara Tuhan punya rencana dan ada hikmah yang bisa dipetik di dalamnya.
Sumber Kesaksian: Merywati
Baca Juga Artikel Lainnya:
Petinju yang Kandas Mencari Pengakuan di Ring Tinju
Demi Obat Penenang Satu Persatu Bagian Tubuhku Kupotong
Kaya dari Memulung Sampah, Budiman Begitu Jaga Gengsi
Karena Mencopet dan Judi, Rumah Tangga Hancur
Sumber : V110413160744