Di usianya yang baru menginjak lima tahun, Stiff ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya akibat perceraian. Stiff pun tumbuh menjadi pribadi yang keras dan brutal, hidupnya kacau dan tanpa harapan. Satu yang menjadi cita-citanya yang ingin diwujudkannya adalah mengakhiri hidup atau mati ketika remaja.
Tidak adanya perhatian dan kasih sayang dari ayah dan ibu membawa Stiff kepada lingkungan jalanan. Disanalah ia menemukan teman-teman melakukan banyak hal, mulai dari tawuran, main judi, dan bahkan mendengar musik-musik keras.
Terkait musik keras, Stiff mempunyai idola yakni Nirvana yang mana nama vokalisnya adalah Kurt Cobain. Bagi Stiff, Kurt Cobain seperti bapak baginya dan ia benar-benar belajar seperti apa hidupnya. Bahkan karena kesamaan satu prinsip, ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidup seperti sang idola.
2 Juli jam 3 siang merupakan waktu yang tidak akan pernah dilupakan oleh Stiff sampai kapan pun. Sebab di tanggal itu, tepatnya ketika berada di puncak depresi, ia berjumpa dengan Tuhan Yesus secara pribadi. Di dalam sebuah acara ibadah yang diikuti, ia mengalami jamahan kasih Bapa. Ia yang tidak pernah dipeluk menerima kasih sayang dari orang tua, saat itu benar-benar merasakan suatu damai yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Sekembalinya dari ibadah, ada satu perubahan yang Stiff sendiri tidak pernah berpikir kalau hal itu bisa berubah, yaitu perkataannya. Mulut Stiff dulu penuh dengan perkataan kebun binatang, mulutnya dulu penuh dengan perkataan jahat, penuh dengan kutukan. Tapi waktu Stiff kembali kepada teman-temannya, perkataannya sekonyong-konyong berubah. Kontan saja teman-teman Stiff kaget dengan perubahan yang dialaminya.
"Saya cuma bisa berkata kepada Tuhan, bahwa saya tidak mau hidup kalau Tuhan tidak mengasihi saya. Saya hanya butuh kasih Tuhan saja karena sejak saya kenal Tuhan, kasih-Nya tidak akan pernah saya lupakan. Kasih yang benar-benar bisa membuat saya berterima kasih kepada Tuhan," kata Stiff menutup kesaksiannya.