Walau zaman sudah semakin modern, tetapi Dwi dan Bethania harus merasakan betapa susahnya menjalin kasih. Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Dwi yang menganggap Ibeth – panggilan Bethania - bukanlah berasal dari keluarga terhormat. Bukannya semakin menjauh, penolakan itu justru membuat ikatan cinta diantara keduanya semakin erat.
Suatu hari tepatnya pada 28 Januari 1997, Dwi yang kala itu masih bersekolah di sekolah penerbangan seperti biasa menjalani latihan untuk semakin mengasah kemampuannya. Tiba-tiba, akibat kabut yang sangat tebal, pesawat yang ditumpangi Dwi menabrak Gunung Gede. Seluruh badan pesawat itu hancur dan terbakar. Saat ditemukan tim evakuasi, tubuh Dwi ditemukan dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Ibeth yang sebelumnya diberitahu oleh Dwi bahwa ia bakal mendarat pada pukul 8.00 pagi tidak mendengar berita peristiwa itu. Namun, ia merasakan ada yang tidak berasa karena sampai pukul 10.00 pagi, kekasihnya tidak juga sampai ke tujuan. Beberapa jam kemudian, telepon genggamnya berbunyi. Bak disambar petir ketika ia mengetahui Dwi mengalami kecelakaan berat di Gunung Gede.
Ibeth tidak langsung pergi ke rumah sakit dimana Dwi dirawat hari itu karena ia tahu ia bakal ditolak oleh keluarga Dwi. Didorang atas karena tidak menahan rasa kuatir, hari keempat pasca kecelakaan, Ibeth mendatangi rumah sakit tempat kekasihnya dirawat. Setiba di sana, Ibeth justru dimaki karena dianggap membawa sial bagi kehidupan Dwi. Tidak cukup sampai di situ, Ibeth juga sempat diludahi oleh salah satu anggota keluarga Dwi.
Ditengah kesedihan yang mendalam, Ibeth pergi ke kapel rumah sakit dan berdoa. Di doanya, Ibeth memohon supaya Tuhan tidak mengambil nyawa Dwi. Bahkan ia bernazar, jika memang Tuhan mengijinkan Dwi hidup, ia akan setia mendampingi Dwi sampai selama-lamanya. Begitu selesai mengucapkan janji itu, di saat yang bersamaan Dwi mulai siuman.
Ujian cinta Dwi dan Ibeth belum berakhir. Saat keluarga Dwi mengizinkan Ibeth bertemu dengan Dwi, Ibeth harus menerima kenyataan bahwa wajah Dwi sudah sangat rusak bahkan menjurus tidak dapat dikenali sama sekali. Tubuh Dwi pun bahkan penuh dengan luka bakar. Fakta itu bahkan telah membuat kondisi mental Dwi menjadi terganggu. Ia menjadi orang yang begitu pemarah.
Dwi sempat mau mengakhiri hidupnya karena tidak dapat menerima kenyataan yang menyakitkan ini. Namun Ibeth tetap menguatkan Dwi dan berjanji untuk senantiasa mendampinginya.
Sebuah keputusan besar diambil Ibeth ketika ia mengetahui Dwi hendak diasingkan oleh keluarga Dwi. Dengan tekad bulat dan penuh keberanian, Bethania mendatangi orang tuanya dan menyampaikan maksudnya untuk menikah dengan Dwi. Awalnya lamaran Ibeth ditolak oleh keluarga Dwi, tetapi melihat kesungguhan Ibeth akhirnya setelah melalui 25 kali operasi rekonstruksi dan dirawat di rumah sakit selama 1,5 tahun, tanggal 17 Juli 1999, Bethania dan Dwi dipersatukan dalam pernikahan kudus.
"Rasa percaya diri yang mulai muncul itu tidak seketika. Kepercayaan diri itu mulai bertumbuh empat tahun setelah kecelakaan. Itu bukan suatu hal yang singkat. Saya yakin dan percaya bahwa Ibeth (panggilan Bethania), yang sekarang sudah menjadi istri saya, dia adalah seorang penolong yang Tuhan hadirkan di dalam hidup saya. Mungkin kalau tidak ada Ibeth yang Tuhan kirimkan di dalam hidup saya, saya bisa jadi orang gila saat ini atau mungkin saya sudah bunuh diri atau mungkin juga saya akan menjadi orang yang memiliki sifat dan karakter tidak seperti sekarang," ujar Dwi dalam kesaksiannya mengenai Bethania, istrinya.
Kini Dwi dan Bethania melayani orang yang sedang mengalami keterpurukan seperti Dwi. Lewat kisah mereka, mereka mau membuktikan bahwa hanya kasih Yesus saja yang sanggup mempersatukan mereka. Sebuah kasih tanpa syarat.
Dwi Krismawan dan Bethania