4 Pola Pengasuhan Anak yang Sering Dijumpai
Sumber: google.com

Parenting / 18 June 2013

Kalangan Sendiri

4 Pola Pengasuhan Anak yang Sering Dijumpai

Lois Official Writer
6135

Setiap orang punya gaya pengasuhan anak yang berbeda-beda, sumbernya pun bermacam-macam. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan, masa lalu, maupun pendapat orang-orang sekitar serta sumber lainnya seperti buku, seminar, maupun informasi di internet. Tentunya tidak ada satu cara yang mutlak benar.

Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Baumrind, University of California, Berkeley mengatakan bahwa ada empat gaya parenting yang sering dilakukan orangtua dengan dua elemen penting, yaitu dukungan dan ekspektasi. Berdasarkan hal itu berikut ini adalah empat gaya parenting tersebut :

Otoriter

Orangtua yang mempunyai gaya otoriter cenderung memberi dukungan rendah, tetapi punya ekspektasi yang tinggi. Biasanya selalu berusaha mengontrol dan memaksakan kehendaknya pada anak. Disiplin yang kaku adalah ciri khasnya. Orangtua otoriter biasanya tidak menerangkan pada anak alasan di balik permintaan mereka. Seringkali orangtua juga kasar jika anaknya tidak menurut aturan yang sudah dibuat. Akibatnya, anak dari keluarga otoriter biasanya tidak belajar untuk berpikir mandiri dan tidak berusaha memahami mengapa orangtua menuntut perilaku tertentu.

Permisif

Gaya parenting ini kebalikan dari otoriter. Di sini, orangtua cenderung memberi dukungan tinggi namun punya ekspektasi yang rendah. Orangtua jenis ini menyerahkan kontrol sepenuhnya pada anak. Hampir tidak ada aturan yang diterapkan di rumah. Orangtua permisif memberikan pilihan sebanyak mungkin pada anak, bahkan ketika anak jelas-jelas tidak bisa membuat pilihan yang bertanggung jawab. Alasan yang paling sering ditemui adalah kesibukan orangtua yang membuat mereka memilih lebih banyak menyenangkan anak dengan cara yang tidak membangun. Hasilnya, anak pintar memanipulasi orangtua, anak cenderung tidak punya disiplin, anak kurang bertanggung jawab, agresif, menuruti impuls seksual, egois, dan suka menuntut.

Cuek

Gaya pengasuhan anak seperti ini cenderung memberi dukungan minimum dan mempunyai ekspektasi yang rendah terhadap anak. Orangtua dengan tipe ini cenderung mengabaikan perasaan anak. Biasanya mereka tidak berusaha menyelesaikan masalah pada anak dan percaya bahwa masalah akan datang dan pergi dengan sendirinya. Orangtua cuek cenderung mengecilkan masalah dan lebih mengkuatirkan cara mengakhiri emosi daripada memahami emosi. Akibatnya, anak yang diasuh dengan pola ini akan merasa dirinya tidak penting, perasaan yang selalu salah, tidak tepat, mereka percaya bahwa ketidakberhasilan mereka sudah salah dari sononya. Mereka juga kesulitan mengatur emosi dan belajar untuk mengabaikan perasaan serta tak bisa belajar untuk mengatasi dan mengenali emosi lagi.

Demokratis

Orangtua jenis ini memberi dukungan tinggi dan punya ekspektasi yang tinggi pula terhadap anak. Mereka mampu memadukan ekspektasi dan dukungan dengan serasi. Mereka membantu anak belajar bertanggung jawab dan memikirkan konsekuensi dari perbuatannya. Orangtua melakukannya dengan cara menerangkan ekspektasi mereka lalu mengambil waktu juga untuk menerangkan alasan tuntutan yang mereka minta pada anak. Orangtua demokratis juga akan memonitor perilaku anak untuk memastikan bahwa anak mengikuti aturan dan harapan orangtuanya.

Mereka biasanya tidak memfokuskan pada perilaku buruk anak tapi mendorong perilaku mereka agar lebih baik. Misalnya, meminta anak mengembalikan mainan ke tempat semula agar orang lain tidak tersandung atau mainannya tidak rusak terinjak.

Orangtua demokratis juga memberikan pilihan pada anak. Hal ini melatih anak untuk bertanggung jawab sesuai usianya, seperti mandi sendiri, sampai tugas membantu keluarga. Orangtua demokratis juga tegas, disiplin, dan konsisten dalam mentaati peraturan yang mereka terapkan. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh orangtua demokratis paling berhasil dibandingkan gaya pengasuhan lainnya.

Hal yang sama juga yang sudah Tuhan ajarkan selama beribu-ribu tahun lamanya melalui Alkitab. “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu.” Artinya, anaknya diberikan pilihan namun sekaligus mengemukakan ekspektasi yang diharapkan orangtua pada anak. Karena itu, belajar dari Alkitab merupakan cara terbaik yang bisa kita dapatkan untuk mengasuh anak secara demokratis.

Sumber : www.resourceful-parenting.com by lois horiyanti/jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami